"Semenjak itu, ibuku harus bertahan hidup, berjuang melawan penyakitnya serta berjuang membesarkanku seorang diri. Beruntung Ibuku mempunyai sahabat baik yang sering mendukungnya. Bibi yang kini menjadi ibu angkatku. Aku tidak tahan melihat penderitaan ibuku hingga aku memilih jalan ku sendiri. Melatih tangan nakalku untuk mencopet di jalanan. Tiap kali aku pulang ke sekolah aku akan membawa beberapa lembar uang untuk ibuku dan menyuruhnya berhenti bekerja. Ibu tahu aku mencopet, tapi Ibu akan tetap menerima uangku dan menyimpannya meskipun aku harus mendengar panjang lebar ceramah darinya.""Kamu juga sempat sekolah ya?""Ya, aku pernah sekolah menengah atas. Meski hanya mengenyam setahun pendidikan, karena di tahun pertamaku aku memilih untuk berhenti sekolah. Bukan hanya satu sekolah tapi lebih dari tiga sekolahan yang pernah ku tempati. Ibu selalu memindahkan aku karena aku sering mendapat skor dan surat panggilan wali murid dari sekolahanku.""Kenapa?""Mereka sering membullyku.
"Hal. Aku.. aku .. Ah," Zha merasakan denyutan-denyutan hebat di bawah sana yang tiba-tiba mendominasinya."Kenapa Zha..?" Halilintar menatap wajah Zha, ia bisa melihat bibir Zha yang bergetar."Kamu merasakan sesuatu? Kamu merasakan apa yang ku rasakan?" tanya Halilintar masih tak melepaskan pandangannya sedikit pun. Sementara Zha terus mendesah sambil terus menatap wajah tampan yang tepat di hadapan wajahnya itu."Kamu mau aku melakukan lebih dari ini? Aku akan melakukannya Zha, agar kau lebih paham dengan rasa ini. Agar kamu tahu, bukan hanya membunuh yang membuat bahagia. Tapi bercinta lebih dari segalanya." Tangan Halilintar kini mencoba membuka resleting milik Zha membuat gadis itu terperangah dan segera menyadarinya."Cukup Hal!" Zha mendorong kuat tubuh Halilintar hingga jatuh di lantai dan Zha segera bangun. Dengan wajah yang memerah Zha berlari ke kamar mandi."Brengsek... Sial!" umpat Zha menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya di depan kaca di dalam kamar mandi mi
Mata Halilintar terbelalak sempurna. Dia hampir tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut wanita itu. Dia adalah Sarah Oktavia, seorang wanita yang pernah membuat masalah dalam hidupnya tempo dulu. Halilintar menguatkan cengkraman tangannya, "Kamu! Bagaimana bisa kamu berubah? Aku bahkan tidak mengenali wajahmu. Kamu penipu!" "Aku sengaja merubah semuanya demi membalas dendamku padamu dan keluarga Albarez! Ketika aku mengetahui kamu dekat dengan Gadis Toxic itu, aku juga ingin membunuhnya!" ucap wanita itu melirik tajam ke arah Zha yang masih menodongkan pistol ke arah Halilintar."Jadi, selama ini kamu yang telah mengirim para mafia itu untuk membunuhku dan ibuku?" Halilintar kembali menginterogasi wanita berambut silver itu."Selain dendam pribadi, seseorang juga telah menyewaku." wanita itu terkekeh dan menoleh pada Zha yang sekarang telah mengalihkan pistol ke arahnya."Katakan! Siapa yang menyewamu? Benarkah Alex? Cepat, atau aku akan memecah kepalamu! " "Apa kamu ti
Saat itu juga, Zha segera menoleh dan berseru pada Halilintar."Hall, lihatlah apa yang aku telah temukan!"Halilintar yang tadi sudah duduk di sofa, kini segera beranjak dan menghampiri Zha lalu memperhatikan dengan seksama penemuan Zha itu."Sarah Oktavia tidak mati, kecelakaan itu ternyata hanyalah sabotase. Ia melakukan operasi plastik untuk mengubur identitas asli miliknya." Zha menunjuk sebuah artikel yang berhasil ia temukan.Benar saja, fakta yang ditemukan Zha memang begitu adanya.Sebenarnya, setelah berhasil mengubah wajahnya di negara Singapura, Sarah yang menyimpan begitu banyak dendam pada Halilintar kembali ke kota ini dan mencari klan Mafia yang pernah ia dengar dari ayahnya ketika dulu yaitu Eduardo Vargas.Lalu saat Alex menyewa mafia Vargas untuk beberapa kali mencoba membunuh Halilintar dan Emily pada saat itu lalu gagal, Sarah menemui Klan Jangkar perak untuk mencoba bergabung dengannya karena menurut Sarah, Klan jangkar perak lebih kuat.Ternyata Klan Jangkar per
"Zha. Artinya tebakanku," kata-kata Halilintar langsung dipotong oleh Zha."Tidak mungkin. Ini hanya kebetulan mirip.""Tidak ada salahnya kita mencari tahu lebih lanjut Zha!""Hall.. Ibuku memang bernama Aisyah. Ya Aisyah tapi bukan Aiesh Glendale. Ayah ku . Tidak, tidak. Nama ayahku bukan Sean. Tapi," Zha tiba-tiba meremas rambutnya sendiri, seperti sedang berusaha mengingat-ingat sesuatu.Halilintar merasa aneh, "Kamu tidak bisa mengingat nama ayahmu sendiri? Bahkan kamu masih bisa mengingat wajahnya?" tanya Halilintar yang sekarang bisa melihat ekspresinya bingung di wajah Zha."Ya, aku mengingat wajahnya. Aku mengingatnya dengan baik. Argh..!" Zha kembali meremas rambutnya. Dia benar-benar dibuat terkejut dengan kondisi dirinya sendiri sekarang.'Kenapa aku tidak bisa mengetahui nama ayahku sendiri? Aku tidak pernah mendengar ibuku memanggil nama ayahku selain hanya sebutan Ayah saja." Zha berkeluh."Sepertinya, seseorang sengaja mencuci memorimu beberapa tahun sebelum ayahmu me
Saat Zha memaksa keluar dari mobil, Halilintar terus mencegahnya."Untuk kali ini saja Zha, kumohon menurutlah denganku dulu. Keselamatanmu saat ini adalah tanggung jawabku." ucap Halilintar."Tanggung jawab dari siapa hah? Sudahlah Hall, pulanglah sendiri. Aku mampu menjaga diriku sendiri. Toh selama ini aku sudah terbiasa sendirian." bantah Zha."Zha, untuk kali ini saja. Kumohon bersabarlah. Kita bisa kembali mengatur rencana nanti." Halilintar menarik paksa tangan Zha dan memposisikan tubuh Zha seperti semula."Jalan pak!" Halilintar segera memberi perintah pada sang sopir taksi yang langsung patuh dan menjalankan mobilnya.Zha yang kesal karena Halilintar terus menggenggam lengannya itu membanting pintu mobil sambil terus mengumpat."Aku tidak habis pikir Hall, kenapa kamu bisa percaya begitu saja dengan ucapan tua bangka sialan itu sih? Bagaimana jika dia hanya ingin mempermainkan kita?""Bukankah kamu sendiri yang awalnya mempercayai ucapannya? Kenapa sekarang kita tidak mencoba
"Zha.. Aku harus menemuinya, siapa tau aku bisa mendapat sedikit petunjuk. Kamu di sini saja. Lakukan apapun yang kamu mau asal jangan keluar dari zona aman. Kamu mengerti?" ucap Halilintar, dia memeluk sejenak kekasihnya itu."Aku mencintaimu Zha, aku akan menemanimu melewati semua ini. Kamu harus percaya padaku." bisik Halilintar, mampu membuat Zha tertegun.Zha hanya bisa menatap langkah pria itu dengan perasaan kacau, hingga dia memutuskan untuk masuk ke dalam kamar saja.Sampai sore menjelang malam, Zha terlihat gelisah menanti kepulangan Halilintar yang tak kunjung datang. Ia melangkah keluar kamar sekedar hanya untuk menghilangkan rasa gelisahnya menuju dapur.Entah apa yang ingin ia lakukan, Zha sendiri terlihat bingung ketika sudah berada di dapur yang terlihat sepi itu. Hingga sebuah tepukan di bahunya mengagetkannya.Sesaat, Zha hampir tidak bisa menahan diri ketika sebuah moncong pistol sudah menempel di pelipisnya, beruntung ia bisa cepat menatap wajah seseorang yang mem
Zha yang masih melesatkan mobil itu kini memutar haluan, ia menuju Apartemen miliknya dan segera meloncat turun ketika ia sudah sampai di depan Apartemen miliknya, membuat Elang sempat terkejut melihat perilaku Zha yang tidak seperti biasanya itu."Nona, apa yang terjadi?""Mafia Vargas membawa Tuan Aaron, kita harus segera mendapatkannya sebelum terlambat." sahut Zha terus melangkah menuju kamarnya di susul Elang.Zha cepat membuka Laptop andalannya untuk kembali mengandalkan kemampuan ITnya meretas sistem."Apa kamu punya pikiran lain?" tanya Zha menoleh ke arah Elang."Ya. Edoardo Vargas tidak mungkin mau terlibat langsung. Jadi ada baiknya kamu mencurigai keberadaan Alex sekarang." jawab Elang mendapatkan senyuman puas dari bibir Zha."Otakmu mendadak encer ketika dalam keadaan mendesak." balas Zha langsung mengulik tombol keyboardnya.Hanya butuh sekitar lima menit Zha sudah menghentikan aktivitas jarinya."Aku menemukannya. Ayo!" ucap Zha kembali melangkah keluar sesaat setelah