Abimana bahagia karena Tania tampak kembali pada jati dirinya. "Sekarang juga saya minta kamu membuat video pernyataan kalau saya tidak menghamili kamu, bahkan saya tidak pernah menyentuh kamu." Kalimat lembutnya.Tania memandangi Abimana penuh duka. "Lalu bagaimana hidup bayi ini kelak karena Kafka tidak pernah berniat bertanggung jawab?""Jangan pikirkan tanggung jawab Kafka, saya yakin suatu saat nanti akan datang pria yang rela menggantikan Kafka sebagai ayah si bayi." Abimana mencoba meyakinkan Tania jika badai akan berlalu. Namun, Tania tidak menyahutnya, wanita ini hanya tertunduk lesu, Abimana melanjutkan, "jangan pikirkan biaya hidup, saya akan menanggungnya hingga sosok pria itu datang." Ini bukanlah sekedar rayuan atau iming-iming karena Abimana tulus melakukannya."Bagaimana dengan orangtua saya, mereka akan heran dan syok saat kita bertemu." sendu Tania sangat kental hingga menangkup wajah cantiknya."Kalian berpisah kota, kamu bisa beralasan selama mengandung, lalu bisa
Abimana baru saja masuk ke dalam kamar, di atas meja sudah tersedia segelas air dan camilan, baru saja Nadia membawanya dari dapur. "Tumben pulang cepat?""Kamu inginkan saya pulang cepat atau lambat?" goda Abimana seiring membuka kedua kancing kemeja yang mencekik pergelangan tangannya."Tidak keduanya." Nadia meraih segelas air kemudian disodorkan pada Abimana, "minum dulu, nenek sering menasihati saya supaya memberikan segelas air setelah kamu bekerja," jelasnya segera supaya Abimana tidak salah mengartikan perhatiannya.Senyuman kosong dilukis Abimana, kemudian menerima sodoran air dari Nadia. "Bagaimana kuliah kamu hari ini?""Biasa saja, tapi saya harus menunggu satu dosen lagi yang entah datang kapan," keluhnya kemudian memohon, "tolong jangan seperti ini terus ... saya bosan dan merasa harus selalu siaga menunggu dosen yang entah datang jam berapa, biarkan saya kuliah, saya mohon." Wajah memelas Nadia sangat kental, tapi tidak menyentuh hati Abimana sama sekali karena masalahn
Pada malam harinya Abimana mengunjungi Tania di kediaman wanita itu karena dia tidak kunjung membuat video klarivikasi. "Kenapa? tanya lembut Abimana supaya tidak terkesan memaksa.Tania menyeringai licik, "Saya baik-baik saja. Pasti tujuan kamu kesini karena mau menanyakan video itu kan," terka santainya dengan ekspresi berbeda tidak seperti siang tadi.Abimana memicingkan matanya mulai curiga. "Apa maksud kamu?""Maksud saya, saya tidak akan pernah membuat video itu sekarang karena saya belum siap." Masih santai Tania.Abimana sudah menghapus kepercayaannya. "Jangan permainkan saya.""Sungguh, bayi saya belum mengijinkannya.""Tania!" teguran Abimana yang mulai tidak tahan dengan prilaku licik Tania."Apa seperti ini sisi lain kamu, suka membentak?" Ekspresi wanita ini seakan ketakutan pada pria yang duduk di hadapannya."Bukan begitu, tapi kenapa kamu seperti ini, berubah pikiran!"Tania meninggalkan duduknya kemudian membukakan pintu untuk Abimana. "Saya sedang ingin sendiri, saya
Hari berganti, hari ini Nadia sangat patuh pada perintah Abimana. "Saya tidak akan pernah meninggalkan rumah, saya takut sama Tania."Abimana tersenyum kecil seiring mengelus puncak kepala Nadia, tapi tidak sepatah kata pun disampaikan hingga akhirnya masuk ke dalam mobil dan berlalu meninggalkan Nadia yang masih mematung di teras. "Kenapa sih, apa dia punya masalah? Raut wajahnya seperti mumet, acak-acakan. Itu aneh sih karena Abimana adalah pria dingin!" Gadis ini asyik bermonolog hingga Mila menghampiri."Hari ini masih ada jadwal kuliah?""Kata dosen kemarin sih, tidak ada, Nadia sedang tidak ada kelas," riangnya karena hari ini dia tidak perlu menunggu kedatangan dosen yang entah kapan."Nadia akan melakukan apa hari ini?" Belaian sayang Mila menguraikan perhatian bercampur iba pada permasalahan yang sedang menimpa Abimana yang akan sangat berpengaruh pada rumah tangganya bersama Nadia."Hm ... apa ya, Nadia bingung ma," kekeh manisnya."Bagaimana kalau kita berkarya, kebetulan m
"Baiklah, saya akan membuat pengakuan jika kamu tidak pernah mengjhamili saya." Keputusan Tania karena dirinya tidak sanggup jika harus menghadapi pemeriksaan polisi sendirian, apalagi jika sampai dijebloskan karena anaknya tidak akan memiliki masa depan.Abimana tersenyum lebar, tapi tidak semudah itu percaya pada ucapan Tania karena wanita itu pernah menipunya. "Saya beri waktu dua puluh menit untuk kamu melakukannya. Ingat, papa juga sedang bergerak, mencoba menjebloskan kamu." Seringai jahatnya sebelum memutus sambungan. Gagang telepon disimpan rapih bersama perasaan lega. "Akhirnya, dengan ini saya bisa hidup tenang."Tania menepati pilihannya, sekarang media internet telah mengabarkan jika Abimana tidak pernah menyentuh Tania apalagi menghamilinya. Alasannya membuat berita palsu karena sakit hati telah ditinggalkan menikah oleh Abimana. Berita ini kembali booming dan dengan cepat menjadi trending topik hingga Wira melihatnya dengan hati puas. "Bagus, dengan ini perusahaan akan k
Kini, Nadia duduk bersisian dengan Tania di taman kota. "Saya yakin kamu sudah mendengar atau bahkan melihat sendiri berita tentang Abimana." Tatapan lirih Tania selaras dengan kalimatnya."Saya baru saja mendengarnya dari Amira. Apa itu ulah Anda?" selidik Nadia penuh kecurigaan."Iya, saya yang membuat berita itu!" aku Tania dengan tegas."Apa alasannya? Kan kasihan Abi, sepertinya dia frustrasi, pantas saja sering pulang malam," ocehan kecil Nadia dengan volume terjaga hingga membuat Tania tersenyum getir."Apa kamu tidak cemburu mendengar berita itu?""Mana mungkin sih Abimana menghamili, siapa yang dia hamili?" Santai Nadia yang tampak tidak peduli karena selama ini yang dilihatnya dari Abimana adalah pria dingin walau dia memang mesum, tapi rasanya Abimana tidak akan melakukan hal kotor seperti itu. Dia pernah melihat tangan suaminya sedikit gemetar kala menyentuh bagian sensitif di tubuhnya."Saya yang Abi hamili!" tegas Tania dengan tatapan sengit ke arah Nadia yang selalu dia
Abimana terpaku sesaat seiring menatap sendu ke arah Nadia. "Jadi kamu tidak percaya pada saya?""Bagaimana saya bisa percaya sama kamu, karena semua yang dikatakan Tania masuk akal dan sekarang kamu menjadi pria yang berbeda, sangat jelas kalau kamu sedang berusaha membujuk saya supaya memercayai kamu." Tatapan dingin nan penuh selidik Nadia."Saya mohon, percayalah, saya tidak menghamili Tania, bahkan menyentuhnya saja tidak pernah!" Abimana mulai menekan kalimatnya. Namun, alih-alih mendapatkan sambutan positif justru Nadia terkesan sangat dingin seiring membaringkan tubuhnya."Saya mau tidur, besok saya harus kuliah, saya tidak mau membolos lagi." Tubuh indah Nadia sudah memunggungi Abimana bersama tatapan campur aduk. Bingung dan sedih bercampur, entah siapa yang harus didengarkan, Abimana atau Tania? Andai benar Abimana menghamili mantan kekasihnya itu. Maka hati Nadia sangat hancur, pria itu sukses menghancurkan masa depannya.Ingin sekali memeluk Nadia atau hanya sekedar menga
Nadia keluar dari toilet, segera dirinya menemui Amira yang menunggu di depan. "Kamu tahu tidak rumah Pak Kafka atau mungkin Pak Kafka pindah mengajar?""Mana saya tahu. Lagian kenapa mencari Pak Kafka, ada tugas yang belum selesai? Kan bisa diberikan ke dosen yang lain," kelakar Amira dengan tawa anggun."Tidak, ada perlu saja. Iya sudah deh, saya tanya saja ke bagian informasi siapa tahu memberikan nomornya Pak Kafka.""Jangan harap deh, kampus kita ini ketat kalau soal informasi sensitif begitu.""Terus, bagaimana saya menemukan Pak kafka?""Kalau tidak salah ada akun media sosialnya deh." Amira segera membuka salah satu aplikasi, kemudian menunjukan akun milik si dosen ganteng yang tidak memposting apapun setelah resign.Nadia segera memeriksa lewat handphonenya. "Terakhir aktifnya lumayan lama, tapi semoga saja masih dipakai."Amira mulai menyelidik, "Ada urusan apa sih sama Pak Kafka, sepertinya penting sekali. Apa ada hubungannya sama Tania juga?" Tatapannya menantikan jawaban