Share

Suami Kaya Pilihan Bapak
Suami Kaya Pilihan Bapak
Penulis: Anfisor

1. Frustasi

"Papa tidak punya pilihan lagi, Ra. Toko roti lagi sepi, pabrik juga tidak berjalan karena kehabisan modal. Perusahaan juga diambang batas karena semua investor melarikan diri."

Namira menunduk, memikirkan lagi perihal perjodohan yang disebut oleh sang papa. Namira bukannya apa, hanya saja menikah atas dasar dijodohkan bukanlah keinginannya. Namira ingin menikah dengan laki-laki pilihannya atas dasar keinginannya dan rasa cinta yang dia miliki. Namun, papa tampak memohon karena pernikahan ini menentukan nasib keluarga mereka di masa yang akan datang.

"Mira bisa kerja, Pa. Mira bisa nyari uang buat balikin modal kita. Mira bisa promosiin toko roti kita biar bisa rame lagi--"

"Kamu tidak akan bisa, Namira. Jangan menyepelekan apa yang terjadi. Masih beruntung ada yang mau membantu papa." Basri menatap putrinya dengan sorot memohon.

"Tapi Mira nggak mau nikah, Pa. Mira nggak mau nikah sama orang yang nggak Mira kenal!" Tanpa sadar nada bicara Namira berubah.

Basri menatap Namira tajam. Dia juga terpaksa melakukan ini karena hanya Gamandi yang mau membantunya. Kalau ada jalan lain, Basri lebih memilih jalan itu dari pada harus menikahkan putrinya dengan putra Gamandi. "Kamu mau melihat papamu ini bunuh diri karena tidak bisa membayar gaji karyawan yang sebegitu banyak?"

"Tapi, Pa..."

Basri beranjak bangkit, tak peduli dengan Namira yang akan melontarkan kalimat penolakan. Mau Namira menolak, perjodohan ini akan tetap berlangsung. Gamandi hanya ingin membantu Basri jika Basri bersedia menikahkan Namira dengan putranya.

Namira menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan. Menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya secara kasar. Semuanya terasa berat. Pekerjaan yang belum di dapat, hampir menjadi korban pelecehan dan sekarang dia akan dijodohkan. Namira mendadak pusing, rasanya tak sanggup untuk hidup di esok harinya.

"Mira," Seorang perempuan paruh baya datang menghampiri Namira yang masih duduk di ruang tamu. Basri sendiri sudah berlalu pergi menuju kamarnya.

"Ma." Namira memeluk Renita, menumpahkan tangisnya di pelukan sang mama. "Mira nggak mau nikah, Ma. Mira masih mau nyari kerja."

Renita menghela nafas. Ikut prihatin dengan putrinya. Tapi mau bagaimana lagi, untuk kali ini Renita ada di pihak Basri. "Jangan persulit papa ya, nak. Papa sudah pusing memikirkan karyawan dan bagaimana kita akan hidup ke depannya. Dia tidak bisa membiarkan semua yang dia bangun dari nol lenyap begitu saja. Asal kamu tau, cuma Pak Gamandi yang mau membantu papamu. Selebihnya malah pura-pura buta dan tuli."

"Tapi Mira nggak kenal sama anaknya Pak Gamandi. Mira nggak cinta sama anaknya. Mira udah punya pacar, Ma," isak Namira kala teringat dengan Sky. Laki-laki yang teramat dia cintai.

"Kamu sanggup melihat papamu menghabiskan tiga sampai empat botol obat penenang agar tidak stres dengan masalah ini? Atau kamu sanggup jika penyakit papa kambuh karena terlalu keras berfikir? Kalau iya, silahkan, Mira. Kalau kamu sanggup, Mama tidak akan memaksa kamu menikah."

Namira menggelengkan kepalanya pelan. Dia tidak ingin melihat papanya terluka. Namira tidak ingin kehilangan papa hanya karena masalah ini. "Mira nggak mau papa sakit."

"Makanya, turuti apa mau papa."

"Tapi, Ma..."

Renita melepaskan pelukan. Dia tatap wajah berlinang air mata putrinya. "Semua bergantung pada kamu, Mira. Pilihan ada di kamu. Nasib perusahan, pabrik dan toko ada di tangan kamu."

Renita beranjak pergi, tak bisa melihat lebih lama Namira yang tampak begitu terluka. Renita tidak ingin ikut larut dalam kesedihan putrinya.

Namira mengusap wajahnya. Dia meraih ponselnya dari dalam tas. Membuka aplikasi chatting, lalu mengirim pesan pada Sky. Meminta laki-laki itu menjemputnya. Malam memang sudah larut, sekitaran pukul sepuluh lewat dan Namira tak seharusnya meninggalkan rumah. Tapi apa boleh buat, Namira ingin menenangkan dirinya.

***

Sky dengan senang hati menuruti keinginan kekasihnya. Bahkan di bangunkan di jam dua belas malampun, Sky sanggup asalkan yang mengganggu tidurnya adalah Namira. Wanita yang teramat dia sayangi dan cintai.

Malam ini Namira mengajak Sky ke sebuah club malam. Sky cukup terkejut dengan ajakan sang kekasih. Sebab Namira bukanlah anak yang suka mampir ke tempat-tempat seperti ini. Pak Basri punya peraturan ketat dan dia tidak akan membiarkan putrinya menjamahi tempat maksiat seperti ini.

Club malam tak pernah sepi. Selalu ramai, dipenuhi pemuda dan pemudi yang haus akan hiburan. Namira datang bukan untuk berbuat hal yang tidak-tidak. Hanya ingin minum sedikit, menenangkan pikiran yang kalut.

"Kamu yakin mau minum?" tanya Sky sangsi. Namira tak pernah menyentuh alkohol sebelumnya. Dia takut perempuan itu kenapa-kenapa.

Namira mengangguk mantap. Duduk di salah satu meja sembari menopang dagu, menatap ke arah lantai dansa yang dipenuhi perempuan berpakaian minim. Ah, Namira juga tidak memakai pakaian yang tertutup. Dia belum sempat ganti baju, hanya melepas jaket yang tadi digunakan menutup pahanya.

Sky menatap Namira prihatin. "Kamu ada masalah?"

Namira menoleh singkat, lalu membuang nafas. "Aku dijodohin sama anak temen papa."

Mata Sky praktis membulat, kaget. "Kamu nggak bilang kalau kamu udah punya pacar?"

"Papa nggak peduli. Dia mau aku tetap menikah meski aku punya pacar ataupun aku nggak mau," jelas Namira.

Sky tak menyangka ayah Namira akan melakukan hal seperti ini. Sky pikir jodoh-menjodohkan hanya ada di novel yang kerap di baca Skarion. Tapi ternyata kejadian itu nyata dan terjadi pada kekasihnya sendiri. Ah, malang sekali nasibnya.

"Kamu nggak mau kan menikah dengan anak teman papamu?" tanya Sky.

"Ya enggaklah! Tapi aku harus tetap nikah. Nyawa papa bisa terancam kalau aku nolak permintaan dia."

Sky dibuat terkejut, lagi. "Terus, aku gimana? Aku nggak mau putus dari kamu, Ra."

Namira menghela nafas panjang. Meraih botol alkohol yang baru saja diantar bretender, lalu meneguk langsung tanpa harus menuangkannya pada gelas. Sky yang melihatnya dibuat terperangah.

"Aku juga nggak mau putus dari kamu, Kai. Tapi aku juga nggak bisa ngeliat papa menderita. Sekarang, aku harapan satu-satunya." Namira meneguk minuman lagi dengan tak sabaran. Dua kali teguk, menyisakan setengah botol alkohol. Tenggorokannya terasa terbakar, tapi pikirannya berhasil kosong. Setidaknya Namira tenang untuk sementara.

Sky menggelengkan kepalanya tak percaya. "Emang masalahnya apa?"

"Kamu nggak akan bisa bantu, Kai. Rumit. Sulit."

Sky mengusap wajahnya bingung. "Kenapa nggak kita aja yang nikah? Ini pasti masalah keuangan kan? Aku bisa bantu, Ra."

"Nggak semudah itu, Kai. Kamu nggak akan bisa." Namira menjatuhkan kepalanya di atas meja karena sudah terlalu banyak minum. Namira lemah, tapi sok-sokan. Dan akhirnya dia malah tepar duluan.

Sky menatap perempuan itu lamat-lamat. Namira, gadis yang begitu sempurna di matanya. Namun sayang sekali, keluarga Namira tak pernah menyukainya. Hubungan merekapun ditentang keras oleh Papa Namira karena Sky tidak punya pekerjaan yang layak. Sky benci kala mengingat hal itu. Dia tidak suka diremehkan.

"Aku sayang kamu, Mir. Tapi keluargamu membenciku. Apa aku harus melakukan sesuatu agar kita bisa bersatu?"

***

Juna baru saja ingin beristirahat. Tapi ayahnya malah meminta Juna mencari seseorang yang katanya pergi dari rumah tapi belum kembali. Juna ingin menolak, tapi tak bisa karena yang memerintah adalah ayahnya. Jadi, dengan begitu terpaksa, Juna kembali berkeliaran di tengah malam. Mencari seorang perempuan berpatokan pada lacakan pada ponsel. Ah, yang hilang bukan dari kalangan keluarga tapi yang repot selalu saja ayahnya.

Mobil Juna terparkir di sebuah club malam. Dahi laki-laki itu berkerut, ada keperluan apa perempuan itu sampai mendatangi tempat seperti ini? Juna yang notabenya anak yang suka kelayapan tidak pernah mendatangi tempat ini. Ayahnya sering mewanti-wanti, mengatakan tempat ini haram. Tidak baik untuk dikunjungi.

Sebelum masuk, Juna menelvon salah satu bawahannya terlebih dahulu. Zuna yang memang sampai lebih dulu keluar dari mobilnya dan menghampiri Juna yang sibuk mengamati tempat ini.

"Gimana bos?"

"Kamu ikutin saya ke dalam."

Zuna menganggukkan kepalanya. Perempuan bertopi, memakai hoodie dan celana jeans sobek-sobek itu melangkah lebih dulu, disusul Juna di belakang.

Mereka mengintari seluruh area, mencari keberadaan si perempuan yang hilang. Zuna melihat ponselnya, lalu tiba-tiba berlari ke lantai atas. Juna mengerut heran dan ikut melihat ponselnya. Ternyata Zuna menemukan titik lokasi korban. Buru-buru dia menyusul, tidak akan membiarkan Zuna mengahandle ini sendirian.

"Dia ada di dalam kamar ini bos," ujar Zuna menunjuk kamar di hadapannya.

"Ngapain dia mesen kamar di tempat kayak begini? Kenapa nggak di hotel?" heran Juna yang masih belum mengerti.

Zuna mendengus. "Kita nggak punya banyak waktu bos. Korban kita dalam bahaya."

Juna merotasikan bola matanya. Saat ini dia seakan menjadi polisi yang melakukan penggerebekan. "Ya, ya, ya."

Bruk!

Pintu terbuka setelah di hantam tubuh Zuna. Juna terdiam, kagum dengan kekuatan perempuan itu. Memang ya, Zuna bukan kaleng-kaleng.

"Hebat kamu, Zu."

"Makasih atas pujiannya bos, tapi perempuan itu lebih penting sekarang."

Sky yang baru saja melepas bajunya terkejut dengan kedatangan Juna dan Zuna. Matanya menatap dua pengganggu itu dengan sorot murka.

"Woi! Kalian salah kamar!" teriaknya menghampiri dua tamu tak diundang yang telah merusak pintu. Kalau begini, rencana Sky gagal total.

Juna tak menghiraukan Sky. Dia malah melangkah masuk, menatap perempuan yang terlelap di atas ranjang. "Namira?"

"Bos kenal?" tanya Zuna.

Juna menggelengkan kepalanya. Baru beberapa jam yang lalu Juna mengantar gadis itu pulang dan sekarang dia malah ada di sini. Bahkan pakaiannya tidak di ganti. "Zuna, tolong saya. Bawa perempuan ini dan anterin dia pulang."

"Weh! Nggak bisa! Dia pacar gue, ngapain lo bawa seenaknya!" hardik Sky tak terima.

Juna tak menghiraukan. Dia meminta Zuna membawa perempuan itu dengan segera. Sementara dirinya menarik Sky keluar dari kamar. Lalu dengan begitu tiba-tiba, kepalan tangan Juna mendarat di wajah Sky.

"Kamu mau lecehin perempuan yang katanya pacar kamu?" Juna berdecih, lalu memukul wajah Sky sekali lagi. "Sebelum ngelakuin itu, kamu mikir nggak siapa ibu kamu?"

"Apaan lo! Nggak usah ikut campur!"

"Saya ikut campur karena yang baru saja ingin kamu tiduri adalah seorang perempuan!" teriak Juna emosi. Juna memang tak bisa diam jika sudah menyangkut pada perempuan. Dia selalu teringat dengan ibunya dan hal itu membuat Juna selalu ingin melindungi perempuan.

Sky menatap Juna nyalang. Bergerak hendak membalas perbuatan laki-laki itu, namun urung kala kedua tangannya sudah lebih dulu di kunci.

"Mau dibawa kemana bos?" tanya bawahan Juna yang baru saja datang.

"Anterin ke masjid. Suruh dia wudhu biar setannya hilang."

Setelah mengatakan hal itu, Juna berlalu pergi. Namira sudah di urus oleh Zuna. Dia sendiri ingin pulang ke rumah, menghabiskan malam untuk beristirahat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status