"Halo, Pak Edward. Ada sebuah kiriman lukisan dari Nyonya Inez Jansen di kantor VES Jakarta," ujar David Sutomo, sekretaris pribadi Edward yang mengurusi kantornya yang ada di Jakarta Pusat.Pria itu mengerutkan keningnya, dia menduga itu pasti lukisan replika karya Rembrandt berjudul The Storm on The Sea of Galilee yang dulu pernah ia kirimkan untuk mengancam Inez. Kemudian ia pun bertanya, "Apa ada surat yang dikirimkan untukku juga, David?""Ada, Pak Edward. Saya belum membukanya, apa perlu saya fotokan isinya atau bacakan di telepon?" jawab David yang memang sedang memegangi sepucuk surat beramplop putih dengan tulisan tangan di alamat tujuan penerima."Bacakan saja, tapi nanti fotokan juga dan kirim ke nomorku, oke?" balas Edward lalu diam menunggu sekretarisnya membacakan surat dari Inez.David pun membacakan isi surat dari Inez itu, "Hai, Mas Edward. Semoga kabarmu baik-baik saja di sana. Inez ingin mengembalikan lukisan ini, aku harap Mas sudah mengakhiri dendam yang ada di an
Tepat pukul 18.00 WIB, pesawat private jet membawa Edward dan Meirasty yang tetap dikawal oleh John Whitman beserta 2 rekan pengawal lainnya terbang menuju ke Amsterdam. Sekitar 16 jam durasi perjalanan itu tanpa mendarat transit sama sekali. Pukul 04.00 waktu Amsterdam mereka tiba di bandara, memang ada perbedaan waktu kedua negara yang lebih cepat 6 jam di Indonesia bagian barat dengan Amsterdam."Mey, kita check in hotel dulu saja buat istirahat, nanti pukul 11.00 baru mulai jalan-jalan ke kota," ujar Edward menggandeng tangan Meirasty menuruni undakan pesawat private jet itu."Aku ngikut rencana Kak Edu aja," sahut Meirasty mengikuti langkah-langkah lebar kaki suaminya yang bertubuh jangkung itu melintasi lobi bandara internasional Amsterdam. Mereka dijemput karyawan kantor VES dengan mobil SUV hitam merk buatan Belanda.Hotel yang dipilih Edward sengaja sama seperti saat dia menginap di kota itu bersama Inez, Inntel Hotels Amsterdam Zaandam. Saat memasuki kamar yang sama, dia t
"Sialan, jangan harap bisa membawa kabur Inez dariku, Mario!" rutuk Edward seraya memukul gagang setir mobil Audi A6 yang ia kendarai untuk mengejar istrinya yang dibawa kabur Mario.Dengan akselerasi tinggi mobil Audi A6 itu berhasil melewati mobil sedan BMW hitam yang dinaiki Mario dan Inez. Edward bermaksud mencegat jalan mobil itu. Namun, sebuah truk kontainer melintas di hadapannya dan ia pun tak sanggup mengelak dan terlambat mengerem mobilnya."Ciiiiiiiiiitttt!" Bunyi suara ban berdecit menggasak aspal jalan raya Paris.Disusul suara benturan keras mobil Audi A6 yang dikemudikan Edward dengan truk kontainer yang melintas di perempatan jalan itu. "BRAAAKKK!" Mobil itu terpelanting keras dan terguling-guling dengan mendarat dalam kondisi terbalik atap mobilnya.Sejenak kesadaran Edward hilang, dia pingsan dengan kepala terkulai di gagang setir mobil sport mewah itu wajahnya berlumuran darah karena kulitnya robek di bagian wajahnya akibat pecahan kaca depan dan benturan dengan gag
Perawat jaga yang mengetahui kondisi Edward telah siuman di ruang ICU segera memanggil dokter untuk memeriksa pasien itu. Kali ini Dokter Sigmund Olsen yang mendapat giliran jaga malam hingga pagi, dia melakukan pengecekan kondisi vital tubuh Edward."Apa yang terasa nyeri? Bagaimana pandangan mata Anda, apa fokus atau blur?" tanya Dokter Sigmund Olsen.Edward merasa nyeri di seluruh tubuhnya karena obat pereda nyeri yang diberikan pasca operasi telah mulai memudar efeknya. Dia berbicara dengan suara serak kering terdengar seperti kertas disobek perlahan, "Seluruh tubuhku nyeri, terlalu sakit ... mataku baik-baik saja ... sekalipun kepalaku pusing, Dok! Dan aku haus sekali.""Baik, kami akan berikan lagi pain killer injection sesegera mungkin! Silakan beristirahat lagi, Sir," jawab Dokter Sigmund Olsen lalu ia memerintahkan kepada perawat untuk memberikan suntikan pereda nyeri serta air minum untuk Edward.Setelah itu pria yang tubuhnya luluh lantak itu kembali tertidur berjam-jam dan
Lengan kekar Mario yang biasa membuat lawan tandingnya K.O di ring arena MMA itu kini melingkari perut istrinya yang ramping. Meskipun pagi sudah tiba dan sinar mentari mulai menerobos tirai putih jendela kamar tidur mereka, tetapi Mario seolah enggan untuk beranjak dari ranjangnya yang hangat sehangat tubuh molek istrinya yang terbaring di sisinya.Inez terkikik mencubit hidung mancung suaminya itu lalu berkata, "Nggak usah pura-pura belum bangun, Mas!""Hmm ... memang sudah pagi ya, Nez?" sahut Mario bergeming dari posisinya yang menempel erat di tubuh Inez, dia membuka matanya sedikit mengintip wajah istrinya."Bangun, Mas! Reyvan butuh diurusin juga, tumben belum nangis jam segini!" sahut Inez berusaha melepaskan lengan kekar suaminya yang berat di tubuhnya."Si Reyvan pengertian banget sama papanya yang butuh jamahan mamanya di pagi hari. Hahaha!" Mario merubah posisinya, menahan tubuh Inez di bawahnya. "Astaga Mas, semalam udah bolak-balik. Apa pagi ini masih mau—" Tatap Inez n
Sebuah email pemberitahuan bahwa gadis itu diterima bekerja sebagai sekretaris di Victory Eternal Shipping membuatnya menjerit kegirangan di dalam kamarnya. "Yess! Aku diterima kerja!" Maharani Meirasty meloncat-loncat sembari mengangkat kedua tangannya berjoget gembira. Pasalnya dia baru sebulan lalu lulus dari akademi sekretaris yang terbilang cukup bonafid di Jakarta. Dia mahasiswa dengan program beasiswa penuh yang lulus cum laude. Bu Indah, ibunya pun mengetok pintu kamarnya karena mendengar jeritan puteri bungsunya itu. "Mey, kamu nggakpapa 'kan?" tanyanya dari balik pintu kamar Meirasty yang terkunci dari dalam.Dengan segera gadis itu membukakan pintu kamarnya lalu langsung memeluk Bu Indah. "Bu, Mey senang banget, barusan ada email yang menyatakan Meirasty diterima kerja jadi sekretaris di VES!""Syukur kalau begitu, Mey! Selamat ya, Nduk. Mulai berangkat kerja kapan? Ibu siapkan sarapan lebih pagi kalau perlu biar kamu nggak telat berangkat kerja," ujar Bu Indah sambil me
Sebuah lukisan yang masih terbungkus rapi dan tertutup sangat rapat tiba di Gedung Pusat Victory Eternal Shipping Jakarta. "Nona, mohon tanda tangani resi penerimaan barang ini. Dan dimana lukisan ini harus kami letakkan? Harganya ratusan juta rupiah, jangan sampai rusak!" tutur kurir pengirim paket itu dengan nada cemas.Dengan segera Meirasty menanda tangani resi penerimaan barang itu karena nama tujuan dan alamatnya memang untuk bosnya dengan alamat perusahaan ini. "Tolong ikuti saya masuk ke ruangan CEO, Pak. Ini dikirim untuk bos saya, ruangannya yang itu," jawab Meirasty seraya menunjuk ke sebuah pintu lebar yang tertutup.Dua pria petugas pengiriman barang itu mengangkat lukisan itu di sebelah kanan dan kiri dengan hati-hati. Mereka mengikuti langkah Meirasty masuk ke ruangan CEO."Selamat siang, Pak Edward. Ada kiriman lukisan dari Belanda, apa benar Bapak yang memesannya?" ujar Meirasty di seberang meja kerja Edward.Pria itu pun bangkit berdiri dan berjalan mendekati lukisa
Sepucuk surat beramplop putih dari John Whitmann diterima oleh tangan Inez, bibir wanita cantik itu bergetar menatap tulisan tangan yang tak asing di ingatannya. 'Edward masih hidup? Apa yang ia inginkan dariku?' batin Inez dengan rasa galau menguasai hatinya.Dia membuka surat itu dan membaca isi tulisan di dalamnya. "Hello, My Love! Lama sekali kau pergi meninggalkanku, Inez. Apa kau berpikir aku sudah mati? Memang tubuhku hancur berantakan usai ledakan mobil di Paris, tapi cintaku masih utuh hanya untukmu. Waktunya menjemput kembali wanita yang kucintai. Milikmu selamanya~ Edward Lincoln Sinaga."Telapak tangan Inez terangkat menutupi mulutnya, antara sebuah penyesalan dan sebuah ketakutan akan teror pria dari masa lalunya. Semua kata-kata seolah sirna dari bibirnya, hanya air mata yang terus berderai bagai hujan di tengah badai.Melihat reaksi Inez, pengawal pribadi kepercayaan Edward itu memerintahkan kedua pria petugas kurir pengiriman barang membukakan kertas karton tebal dan