Sebuah email pemberitahuan bahwa gadis itu diterima bekerja sebagai sekretaris di Victory Eternal Shipping membuatnya menjerit kegirangan di dalam kamarnya.
"Yess! Aku diterima kerja!" Maharani Meirasty meloncat-loncat sembari mengangkat kedua tangannya berjoget gembira.
Pasalnya dia baru sebulan lalu lulus dari akademi sekretaris yang terbilang cukup bonafid di Jakarta. Dia mahasiswa dengan program beasiswa penuh yang lulus cum laude.
Bu Indah, ibunya pun mengetok pintu kamarnya karena mendengar jeritan puteri bungsunya itu. "Mey, kamu nggakpapa 'kan?" tanyanya dari balik pintu kamar Meirasty yang terkunci dari dalam.
Dengan segera gadis itu membukakan pintu kamarnya lalu langsung memeluk Bu Indah. "Bu, Mey senang banget, barusan ada email yang menyatakan Meirasty diterima kerja jadi sekretaris di VES!"
"Syukur kalau begitu, Mey! Selamat ya, Nduk. Mulai berangkat kerja kapan? Ibu siapkan sarapan lebih pagi kalau perlu biar kamu nggak telat berangkat kerja," ujar Bu Indah sambil membelai rambut panjang Meirasty yang tebal bergelombang.
"Besok pagi, Bu. Maaf merepotkan Ibu ya ... Meirasty berangkat ke kantor naik motor kok, seharusnya nggak telat masuk kerja," jawab Meirasty lalu membuka lemari bajunya untuk mencari setelan yang sopan dan bagus sebagai baju kantornya besok.
"Yang setelan blazer dan rok selutut warna putih gading itu bagus juga, Mey. Kamu cantik dan elegan kalau pakai setelan itu," saran Bu Indah yang dituruti oleh puteri bungsunya itu.
Meirasty mengeluarkan gantungan baju setelan putih gading itu dari lemari. Ia mengamatinya dan mengangguk setuju. "Iya Bu, ini hadiah ulang tahun dari Mas Mario dan Mbak Inez tahun lalu. Bahannya enak dipakai!" ujarnya sambil tersenyum di cermin menempelkan gantungan baju itu ke depan tubuhnya
Karena hari sudah larut malam, Bu Indah pun berpamitan keluar kamar tidur Meirasty dan menyuruhnya beristirahat agar besok tidak bangun kesiangan. Ia pun menutup pintu kembali dari luar.
Hari itu adalah hari yang telah dinanti-nantikan oleh Edward Lincoln Sinaga. Sebuah hari dimana segala rencana balas dendamnya untuk Mario Chandra dimulai. Ketika ia tahu bahwa Mario memiliki seorang adik perempuan yang cantik, Edward merasa sangat senang, rencananya untuk mengusik kedamaian hidup Mario dan Inez akan berjalan mulus.
Indra Suryadi, Kepala HRD kantornya masuk ke ruangan CEO di lantai teratas Gedung Pusat VIctory Eternal Shipping. Setelah ia sampai di hadapan bosnya, Indra berkata, "Selamat pagi, Pak Edward. Sekretarisnya sudah menghadap ke kantor saya barusan, apa Bapak juga ingin menemuinya?"
"Tentu saja, Pak Indra. Suruh gadis itu masuk ke ruangan ini. Saya ingin melihatnya!" jawab Edward antusias. Ketika ia melihat Meirasty di pas foto lamaran kerja, pria itu menilai adik Mario itu cukup menarik, kini ia ingin melihat langsung seperti apa raut wajahnya.
"Baik, Pak. Mbak Meirasty ada di depan ruangan ini, akan saya suruh masuk sekarang. Permisi!" ujar Pak Indra Suryadi lalu membungkukkan punggungnya sebelum keluar ruangan CEO.
Edward merapikan pakaiannya dan merasa sedikit gugup akan bertemu gadis itu. Seharusnya wajahnya bisa memikat gadis itu dengan cepat. Dia telah menjalani operasi rekonstruksi wajah di Korea Selatan setahun lalu. Selain itu ia juga telah menjalani sesi terapi kejiwaan yang cukup panjang untuk menghilangkan insomnia dan trauma psikis akibat kecelakaan mobilnya di Paris.
Pintu itu pun terbuka dan ditutup kembali dengan rapat oleh seorang gadis yang mengenakan setelan kantor warna putih gading. Dia berjalan tenang dan anggun hingga berhenti dengan jarak 3 meter di hadapan Edward.
Mulut pria itu melongo menatap penampilan gadis di hadapannya. Ternyata jauh lebih menarik dibanding fotonya. Dan sepasang matanya begitu mengesankan, berbinar seperti bintang paling terang di langit.
"Selamat pagi, Pak Edward! Perkenalkan nama saya Meirasty, apa ada yang bisa saya kerjakan hari ini?" sapa Meirasty dengan suaranya yang lembut dan tenang.
Pria itu pun berdehem, kerongkongannya mendadak kering. Dia pun bersandar di kursi besarnya yang terbungkus kulit warna hitam mengkilap. "Ehm ... selamat pagi, Meirasty. Apa Pak Indra sudah memberitahukan tugas-tugas kamu tadi?" balas Edward dengan suaranya yang terdengar berwibawa.
"Sudah, Pak. Saya harus mengatur agenda Pak Edward dengan teratur seperti rapat klien dan juga rapat managemen perusahaan selain tugas-tugas khusus yang diberikan langsung oleh Anda," jawab Meirasty dengan tenang sembari mengamati penampilan atasan barunya itu.
Edward tersenyum penuh arti. 'Tugas-tugas khusus? Ohh, tentu saja Cantik, aku akan memastikanmu mengerjakan tugas yang penting ... termasuk membuatku bersenang-senang denganmu nanti. Jangan sampai aku kecewa!'
'Wah, bosku ganteng sekali seperti bintang drakor yang biasa diputar di TV itu!' batin Meirasty diam-diam terkagum.
Mereka berdua saling bertukar pandang dengan dua pemikiran yang berbeda tujuan.
"Oya, pagi ini temani aku menghadiri meeting klien secara online di sini. Kita pindah duduk di sofa. Ambil buku catatanmu, Meirasty!" ujar Edward seraya bangkit berdiri dan berjalan menuju ke sofa, sedangkan sekretaris barunya bergegas keluar ruangan itu untuk mengambil buku catatannya di meja sekretaris depan ruangan Edward.
Sambil duduk di sofa, Edward menatap kedatangan Meirasty yang melangkahkan kakinya di atas high heels cepat-cepat menuju ke arahnya. Dan sesuai dugaannya kaki Meirasty terkilir dan kehilangan keseimbangannya lalu gadis itu jatuh menimpanya di sofa.
"Aaaarrhh!" pekik Meirasty seraya memejamkan matanya saat tubuhnya terjatuh tepat di pelukan bos barunya.
Sejenak Edward mematung terdiam, mendadak pikirannya kosong saat menangkap tubuh sekretarisnya. Sedangkan, Meirasty panik karena dia melakukan kecerobohan di hari pertamanya masuk kerja.
'Jangan sampai dipecat!' jerit Meirasty dalam hatinya.
Namun, di luar dugaannya, Edward malah berkata, "Kamu nggakpapa 'kan?"
"Ma–maafkan saya, Pak Edward. Jangan pecat saya—" Gadis itu duduk tertunduk tak berani menatap wajah bosnya.
"Tenang, nggak ada yang akan dipecat. Kaki kamu sakit nggak?" balas Edward lalu mengangkat pergelangan kaki Meirasty ke pangkuannya. Dia melepaskan sepatu yang patah bagian tumitnya itu lalu memijat kaki gadis itu, "sakit?" tanyanya.
"Iya—"
"Tahan ya!" ucapnya sebelum terdengar bunyi 'krekk' di pergelangan kaki Meirasty disertai raungan tangis yang langsung diredam oleh telapak tangan gadis itu sendiri.
Edward pun menurunkan kembali kaki sekretaris barunya itu lalu berjalan ke meja kerjanya mengangkat gagang telepon. "Halo, John suruh OB mengantar ice pack ke ruanganku segera! Aku butuh untuk mengompres kaki yang terkilir," ucap Edward di telepon kepada pengawalnya John Whitmann.
Dia menghela napas sembari memeriksa jam tangannya lalu duduk kembali ke sofa di samping Meirasty, menghadap laptop kerjanya. "Rapatnya akan segera dimulai, Meirasty. Kuharap kau masih bisa bekerja dengan normal. Kita akan rapat dengan klien dari Perancis," ujar Edward menoleh ke sebelahnya.
"Saya baik-baik saja, Pak Edward. Silakan dimulai rapatnya!" jawab Meirasty menganggukkan kepalanya lalu membuka buku catatan dengan pulpen siap di tangannya.
Sebuah lukisan yang masih terbungkus rapi dan tertutup sangat rapat tiba di Gedung Pusat Victory Eternal Shipping Jakarta. "Nona, mohon tanda tangani resi penerimaan barang ini. Dan dimana lukisan ini harus kami letakkan? Harganya ratusan juta rupiah, jangan sampai rusak!" tutur kurir pengirim paket itu dengan nada cemas.Dengan segera Meirasty menanda tangani resi penerimaan barang itu karena nama tujuan dan alamatnya memang untuk bosnya dengan alamat perusahaan ini. "Tolong ikuti saya masuk ke ruangan CEO, Pak. Ini dikirim untuk bos saya, ruangannya yang itu," jawab Meirasty seraya menunjuk ke sebuah pintu lebar yang tertutup.Dua pria petugas pengiriman barang itu mengangkat lukisan itu di sebelah kanan dan kiri dengan hati-hati. Mereka mengikuti langkah Meirasty masuk ke ruangan CEO."Selamat siang, Pak Edward. Ada kiriman lukisan dari Belanda, apa benar Bapak yang memesannya?" ujar Meirasty di seberang meja kerja Edward.Pria itu pun bangkit berdiri dan berjalan mendekati lukisa
Sepucuk surat beramplop putih dari John Whitmann diterima oleh tangan Inez, bibir wanita cantik itu bergetar menatap tulisan tangan yang tak asing di ingatannya. 'Edward masih hidup? Apa yang ia inginkan dariku?' batin Inez dengan rasa galau menguasai hatinya.Dia membuka surat itu dan membaca isi tulisan di dalamnya. "Hello, My Love! Lama sekali kau pergi meninggalkanku, Inez. Apa kau berpikir aku sudah mati? Memang tubuhku hancur berantakan usai ledakan mobil di Paris, tapi cintaku masih utuh hanya untukmu. Waktunya menjemput kembali wanita yang kucintai. Milikmu selamanya~ Edward Lincoln Sinaga."Telapak tangan Inez terangkat menutupi mulutnya, antara sebuah penyesalan dan sebuah ketakutan akan teror pria dari masa lalunya. Semua kata-kata seolah sirna dari bibirnya, hanya air mata yang terus berderai bagai hujan di tengah badai.Melihat reaksi Inez, pengawal pribadi kepercayaan Edward itu memerintahkan kedua pria petugas kurir pengiriman barang membukakan kertas karton tebal dan
Hernandes Perez masih menjadi kepala pengawal pribadi Mario setelah sekian lama. Dia membawahi selusin anak buah yang melindungi Mario ketika bekerja maupun berkunjung ke tempat-tempat umum. Penggemar Mario saat ini sangat banyak karena pria muda itu membintangi banyak iklan brand terkenal. Wajahnya sudah tak asing lagi baik di layar kaca maupun poster iklan produk di mall.Sore itu Mario harus mengikuti pertandingan pro MMA di Madison Square Garden, New York. Dia akan memperebutkan gelar prestigious juara Welter Fighter tahunan yang diadakan oleh Federasi Seni Bela Diri Campuran Internasional (IMMAF). Ultimate Fighting Championship itu tahun lalu dimenangkan oleh Mario juga dan hari ini dia harus mempertahankan gelar yang sama."Mario, silakan turun dari mobil. Semuanya sudah siap mengamankan perimeter!" ujar Hernandes Perez lalu membukakan pintu mobil untuk Mario."Thanks, Hernandes!" ucap Mario lalu melangkah cepat di antara pengawal berbadan tegap yang berjaga di kanan kiri jalan
Nama kedua petarung itu dielu-elukan di Madison Square Garden seiring memanasnya pertarungan di atas ring octagon. Penampilan terbaik yang diberikan untuk sebuah pertandingan final perebutan sabuk juara Pro Fighter Welter World MMA.Mario tak mau menyerah sedikit pun, dia menangkis serangan brutal tinju dan kombinasi Muaythai sikutan, dengkulan, serta tendangan ganas dari Roderick Van Niessen. Sebuah flying smashing elbow dilancarkan ke arah wajah Mario, tetapi dengan gesit Mario menghindar serta membalas dengan sebuah hook tinju kanannya ke rahang petarung asal Belanda itu.Serangan itu mengenai Roderick dengan telak dan membuat kepalanya pening. Saat yang ditunggu-tunggu oleh Mario ketika lawan hilang fokus. Dengan sebuah awalan hentakan kaki kiri yang kuat dia melompat lalu melancarkan tendangan memutar kaki kanannya yang keras."BUUKKK!" Tendangan memutar kaki kanan itu mengenai sisi samping kiri kepala Roderick Van Niessen. Tubuh petarung asal Belanda itu ambruk di tengah arena
Jelang subuh Mario sampai di rumahnya bersama Inez yang ada di Jakarta. Sedikit jet lag dan lelah akibat penerbangan yang jauh dari New York. Namun, rasa rindunya kepada istrinya begitu menggebu-gebu.Mario membuka pintu kamar tidur Inez yang tidak dikunci, mungkin karena Inez tahu suaminya akan pulang hari ini. Pria muda itu masuk lalu mengunci pintu dari dalam. Dia memilih untuk mandi sebentar di bawah shower sebelum menyergap wanita tercintanya dengan sebuah serangan fajar. Sambil mengendap-endap tanpa suara, Mario menghampiri Inez yang berbaring miring di atas ranjang luas itu sendirian. Lekuk tubuh sexy itu tak dapat tertutupi oleh selimut. Sepasang bulatan ranum kesukaan Mario menyembul dari tepi bagian dada gaun tidur Inez. Indah dan menggoda indera penglihatanya seperti biasa. Membuat naluri lelakinya memberontak di dalam dirinya. Mario memang hanya mengenakan handuk setengah basah yang meliliti pinggulnya, ia duduk di tepi ranjang di samping Inez berbaring. Kemudian ia meru
Usai menyusui Reyvan hingga kenyang dan tertidur, Inez mengembalikan puteranya itu ke kotak tempat tidur bayi serta memasang kelabu anti nyamuknya yang berwarna biru muda. Jam dinding masih menunjukkan pukul 04.25 WIB, terlalu pagi untuk beraktivitas. Jadi Inez pun naik kembali ke ranjangnya lalu membaringkan dirinya di sisi Mario yang masih memejamkan matanya. Dia membelai dengan lembut rambut hitam tebal di kepala suaminya itu.Banyak hal yang belum sempat Inez sampaikan kepada Mario terkait masalah Edward yang mengiriminya lukisan replika Rembrandt disertai sepucuk surat yang menyiratkan bahwa pria itu ingin merebutnya kembali dari Mario dan juga kasus konsumen yang keracunan produk herbal buatan perusahaannya PT. Jansen Pharma. Bertubi-tubi masalah mulai bermunculan seperti tunas-tunas tumbuhan beracun dalam hidupnya. Inez merasakan kelopak matanya berembun di ujung pagi itu. Dia tidak ingin membebani pikiran Mario yang sangat sibuk kegiatannya setiap hari. Bahkan, baru beberapa
Pagi itu Meirasty dijemput di trotoar ujung gang menuju rumah keluarganya yang ada di dalam gang sempit di Jakarta Selatan. Sebuah mobil sedan Maybach hitam mengkilap berhenti tepat di hadapan Meirasty. Dia pun tak membuang waktu segera naik ke dalam mobil mewah itu dengan membawa tas jinjing sederhananya yang berisi pakaian ganti selama field trip dengan kapal pesiar sesuai instruksi bosnya kemarin. Meirasty duduk dengan anggun dan meletakkan tas jinjing itu di depan kakinya. "Ehm ... selamat pagi, Pak Edward," sapa Meirasty kikuk sembari menoleh ke samping bangkunya.Posisi duduk Edward begitu santai selonjor sambil membaca koran pagi di dalam mobil sedan yang melaju dengan kecepatan stabil itu. Dia menjawab sapaan hangat Meirasty dari balik lembaran lebar koran, "Pagi juga, Mey. Oya, maaf ya, kita nggak jadi berangkat berlayar pagi ini. Soalnya nanti malam ada undangan pesta dadakan, nikahan teman saya. Kamu temani saya kondangan ya!" (Kondangan=menghadiri pesta pernikahan)"Sia
Pukul 18.30 WIB Edward berangkat dari rumahnya di Jakarta menuju ke tempat resepsi pernikahan sahabatnya di ballroom sebuah hotel bintang 5 di tengah kota. Di samping tempat duduknya di dalam mobil itu sekretaris cantiknya menemaninya dalam balutan gaun sutra sepanjang mata kakinya warna gold. Diam-diam pria itu terpesona dengan kemolekan Meirasty. Dia sejenak memandanginya hingga Meirasty menoleh ke arahnya karena merasa diperhatikan."Apa Pak Edward butuh sesuatu?" tanya Meirasty dengan sopan."Nggak kok, hanya senang aja melihatmu dalam gaun pesta. Kamu cantik, Mey!" jawab Edward dengan jujur yang membuat pipi gadis itu merona merah muda.Meirasty pun berkata, "Terima kasih pujiannya, Pak. Anda juga tampan sekali dengan tuxedo hitam itu.""Kamu naksir nggak sama saya, Mey?" tembak Edward dengan spontan sembari melemparkan tatapannya yang memabukkan itu.Tentu saja Meirasty sontak salah tingkah lalu terbata-bata menjawab, "S–sa–saya ... bukan begitu, Pak. Maafkan kelancangan saya!"