“You serius? Jangan bercanda ah, Kaira! Kenapa you mau resign, sih!? Sayang-sayang gaji di sini tuh gede tahu!” cerocos Vito yang tak terima jika Kaira harus resign. Yang otomatis pekerjaan dirinya akan semakin menumpuk banyak.Kaira tak bisa menjelaskan alasan yang sebenarnya kepada Vito. Alhasil ia hanya tersenyum saja, bahkan ketika Vito terus mendesak ingin tahu pun, Kaira tetap diam.Sebelum masuk ke dalam ruang kerja milik Bagas, Kaira memberikan oleh-oleh kepada Vito terlebih dahulu. Tentu saja pria gemulai itu langsung girang bahagia mendapat oleh-oleh. Dan, langsung berhenti kepo soal alasan dirinya resign.Hati Kaira merasa sangat deg-degan luar biasa ketika ketukan pintunya disahut oleh Bagas dari dalam ruangan. Ia pun mendorong pintu dan masuk, yang membuat Bagas terkejut kaget.“Kaira, bukannya kamu izin tak masuk hari ini?” tanya Bagas yang langsung menghentikan kesibukan mengetiknya di atas keyboard laptop.Kaira tak menjawab, melainkan terus berjalan sampai berdiri tep
“Melodi, kamu tumben sekali malam-malam ke sini, ada apa?” tanya Widya, kaget saat Melodi datang berkunjung ke rumahnya malam-malam.“Maaf sebelumnya, Tante, kalau kedatanganku sedikit mengganggu. Aku ke sini karena merasa jiwaku terancam, Tante,” adu Melodi dengan nada sedih, bahkan menunjukkan ekspresi ketakutannya.Widya yang tidak paham hanya menunjukkan ekspresi bingungnya, wanita paruh baya itu lantas menyuruh Melodi masuk ke dalam, mempersilakan duduk.Melihat gelagat ketakutan dari Melodi membuat Widya penasaran apa yang sudah terjadi. Tidak biasanya Melodi seperti ini.“Kamu kenapa, Melodi?” tanya Widya penasaran.“Aku mau dibunuh, Tante,” ujar Melodi dengan suara yang dibuat bergetar agar Widya iba kepadanya. Dan, benar saja respon dari wanita paruh baya itu sangat kaget sekaligus cemas.“Dibunuh? Siapa yang mau membunuhmu? Kenapa tidak lapor polisi saja?”Widya yang tadinya duduk di sofa single menghadap ke arah Melodi sampai berpindah tempat menjadi duduk di sampingnya. Me
“Mas, kamu kok diem aja?” tanya Kaira heran saat suaminya tampak duduk diam tanpa bersuara seperti biasa. Padahal semalam sudah dikasih enak-enak, tapi kenapa murung gitu, ya?“Sakit, Kai,” keluh Dipta jujur saat juniornya justru diremes-remes kuat oleh tangan milik Kaira. Dipta pikir, Kaira akan meminta bercinta tadi malam, tapi ternyata tidak sama sekali! Wanita itu justru meremas juniornya sangat kencang sampai Dipta menjerit kesakitan.Katanya itu pelampiasan rasa kesalnya kepada Bayu karena sudah menyeret namanya ke perbuatan tidak baik. Tapi kenapa juniornya yang menjadi korban. Benar-benar di luar nurul, nggak habis fikri istri satu ini.“Maaf, Mas, soalnya gregetan.”“Tapi ini aset masa depan lho, Kai. Enggak ada ini nanti kamu nggak bisa merem melek lagi kayak waktu di Paris.”“Ihhh, Mas Dipta apaan, sih, jangan ingetin hal itu!” rajuk Kaira mengambek.Dipta yang awalnya kesal karena perbuatan Kaira semalam, namun melihat ekspresi mengambek istrinya seperti itu mendadak jadi
“Emm … sepertinya nanti saja, Kai. Kamu sebaiknya ke dalam dulu saja. Lihat suami kamu udah nggak sabaran tuh.”Kaira menghela napas panjang dengan kasar saat Melodi tampak tidak ingin memberitahukannya. Apalagi sikap Mas Dipta saat ini sangat berbeda sekali. Tampak emosi melihat Melodi. Memangnya mereka berdua kenal? Bukannya baru bertemu dua kali, itupun dulu saat ia membatalkan pernikahan dan hari ini.Melodi yang tahu kalau Kaira kecewa dari gesturenya langsung menepuk bahu milik wanita itu. Memberikan senyuman hangat seolah-olah tidak pernah terjadi perselisihan sebelum ini.“Aku akan tunggu kamu sampai selesai penyelidikan kok. Aku tunggu kamu di kantin.” Melodi tersenyum manis yang membuat Kaira merasa tenang. Ternyata Melodi masih mau memahami perasaannya meski kemarin terjadi perselisihan karena sudah menjadi selingkuhan dari Mas Bayu.“Janji nggak bakalan pulang dulu.”“Iya, Kai.”Kaira kini mencoba bersikap legowo, menerima masa lalunya yang buruk. Mencoba berdamai dengan r
“Jangan bercanda di saat seperti ini, Mas,” lirih Kaira sambil terus memberontak minta dilepaskan pelukannya.Dipta menggeleng tidak mau, pria itu semakin mengeratkan pelukan di perut Kaira. Selama ini Dipta selalu kuat menghadapi apapun. Tapi entah kenapa ia mendadak lemah saat melihat Kaira menangis histeris seperti ini. Apalagi menuduh dirinya berselingkuh dengan Melodi. Sungguh Dipta ikut merasakan hatinya sakit.“Aku enggak bercanda. Aku serius, Kaira.”Jika sejak tadi Kaira menangis karena merasa dikhianati atas hubungan Dipta dengan Melodi, kini ia terdiam—mencoba mencerna ucapan dari Dipta yang mengatakan jika pria itu adalah anak kandung dari Pak Wisnu.Sungguh Kaira tidak mengerti kenapa Dipta melakukan ini semua kepadanya. Jadi selama ini kecurigaannya benar jika Dipta ini sedang menyamar sebagai orang miskin? Memang tujuannya untuk apa?“Kenapa? Kenapa lakukan ini!?” tanya Kaira yang masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi ke dalam kehidupannya ini. Sungguh Kaira pusi
"Sayang … apa--""Stop panggil aku sayang!" potong Kaira dengan cepat. Air matanya masih terus mengalir. Menatap Dipta penuh kecewa.Melihat istrinya terus menangis membuat Dipta tak tega sendiri. Pria itu berjalan melangkah ke depan, mendekati Kaira, namun wanita itu berjalan mundur, enggan didekati suaminya."Kaira, aku tahu kalau perbuatanku itu sulit dimaafkan. Tapi aku mohon, jangan pernah berkata seperti itu. Bukankah kita sudah berjanji untuk terus bersama apapun masalahnya?" lirih Dipta menatap sayu istrinya.Kaira yang malas mendengarkan ucapan Dipta memilih untuk menutup kedua telinganya dengan telapak tangan.Hatinya antara sedih, kecewa, bercampur jadi satu. Kaira bingung harus bagaimana setelah ini. Uang di rekening ATM-nya ludes untuk membeli oleh-oleh ketika di Paris. Ia juga sudah resign dari Golden Grup. Hal ini membuat Kaira merasa bingung sendiri memikirkan cara bertahan hidup. Sedangkan ia tak mau menumpang hidup kepada Dipta, pria yang sudah membohonginya dengan h
"Kondisinya baik-baik aja. Hanya saja perut Ibu Kaira belum terisi makanan apapun jadi asam lambungnya naik yang ngebuat jadi mual-mual. Untuk sakit demam, ini karena kurang istirahat saja," jelas seorang Dokter yang habis memeriksa kondisi Kaira."Jadi bukan karena dia sedang hamil, Dok?" tanya Dipta yang masih berharap jika mualnya Kaira disebabkan karena ada isinya alias hamil."Tidak, Pak. Tapi kita lihat saja ke depan. Untuk saat ini belum terdeteksi."Dipta mengangguk lesu, ia mengantarkan dokter pribadi keluarganya menuju ke luar rumah setelah memberikan resep obat yang harus Dipta tebus.Mendengar penjelasan dokter yang mengatakan jika perut Kaira belum terisi apapun, akhirnya Dipta berinisiatif untuk menyuapi Kaira."Tuhkan bener! Aku tuh nggak hamil!" seru Kaira saat Dipta masuk ke dalam kamar sambil membawa selembar kertas yang berisi resep obat."Iya, mungkin belum terdeteksi. Kamu mau makan apa?" tawar Dipta penuh perhatian."Aku nggak mau makan!" tolak Kaira sambil manyu
“Istri gue di mana?” tanya Dipta saat baru sampai di kelab malam, menghampiri meja yang terdapat Bagas juga beberapa wanita bayaran yang menemani pria matang itu.“Tadi pergi ke sono sama temennya.” Bagas menunjuk dengan telunjuknya menuju ke arah lantai dua yang mana biasanya tempat itu sering digunakan untuk transaksi lendir.Dipta mendongak menatap ke arah tangga, hatinya mendadak panas tak karuan saat Kaira mendatangi tempat yang tak pernah Dipta bayangkan sebelumnya. Kenapa bisa Kaira datang ke tempat hiburan seperti ini.Seakan paham apa yang Dipta rasakan, Bagas yang sudah setengah mabuk menepuk bahu sahabatnya itu.“Lo ada masalah apa, huh? Soalnya tadi ekspresi Kaira datang ke sini kayak banyak beban gitu,” ujar Bagas menebak asal.Dipta menyingkirkan tangan milik Bagas dari pundaknya. Ia kini berjalan pergi meninggalkan Bagas dan lainnya, melangkah naik ke arah tangga untuk memastikan jika ucapan sahabatnya ini benar.“Kalau susah nyari di kamar mana, coba lacak pakai hape!”