🍀Happy Reading 🍀 Dengan langkah cepat Sellandra berjalan keluar menuju halaman depan perusahaan. Dia yang saat itu tengah menunggu kabar baik dari Bima dan juga Kintan merasa sangat kaget saat security memberitahunya kalau ada seorang pria kumuh datang mencarinya. Dan pikiran Sellandra langsung tertuju pada Ero karena memang suaminya itu bukan berasal dari kalangan orang kaya. Jadi wajar saja kalau security tadi menyebut Ero sebagai pria berpenampilan kumuh. Tunggu-tunggu. Apa kalian sedang berpikir kalau Sellandra akan memarahi Ero karena malu dia datang menemuinya di kantor? Jika kalian berpikir seperti itu maka artinya kalian salah besar. Tak pernah sedikitpun Sellandra merasa malu akan keadaan suaminya yang sangat sederhana itu. Dia selalu berusaha menghargai Ero meski dia sendiri belum bisa menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. "Dimana orang yang mencariku?" tanya Sellandra pada seorang security yang berjaga di depan pintu masuk. "Orang itu ada di sana, Nona Sel
Walaupun tengah kecewa, Sellandra masih bisa tersenyum manis setelah pertemuannya dengan Ero di perusahaan tadi. Sikap Ero yang sederhana dan juga perhatian lambat laun mulai menyita perhatiannya. Mungkin penampilan Ero boleh saja tak sebanding dengan Sellandra. Akan tetapi effort pria itu dalam memperhatikannya seolah tidak ada lawan. Sellandra kemudian terkenang dengan perlakuan manis Ero dimana suaminya itu tak ragu mengelap kursi menggunakan bajunya hanya untuk memastikan kalau pakaian Sellandra tidak kotor terkena debu. "Kakek, apakah ini alasan mengapa Kakek memilih Ero sebagai suamiku? Dia ... benar-benar memperlakukan aku dengan sangat baik, Kek. Aku salut," gumam Sellandra sambil tersenyum kecil. Dugghhh Hampir saja Sellandra jatuh terjerembab saat ada yang menjegal kakinya. Dia yang memang tengah melamun sama sekali tidak menyadari kalau kakinya Kintan sengaja menghalang di tengah jalan. "Ck, sebegitu tergila-gilanya kau memikirkan gembel miskin itu, Sellandra. Menjiji
Tok tok tok Seulas senyum samar langsung muncul di bibir Sellandra saat dia mendengar suara ketukan di jendela kamarnya. Dia yang baru saja selesai berendam segera berjalan cepat menuju jendela hanya dengan memakai baju kimono mandi dan rambut basahnya yang tergerai bebas. "Sell, pipimu kenapa?" tanya Ero kaget begitu jendela di buka. Tak peduli apakah Sellandra akan marah atau tidak, dengan cepat Ero mengelus luka lebam yang ada di wajah cantiknya. Marah, itu sudah pasti. Bahkan otot-otot di tangan Ero sampai bermunculan karena dia yang tengah berusaha menahan emosinya. "Apa ini ulah Nenek Kasturi? Atau ada anggota keluarga lain yang menyakitimu? Beritahu aku, Sellandra. Aku tidak suka ada yang bersikap kasar padamu seperti ini!" "Hanya kesalah-pahaman saja, Ero. Tadi Kintan mencoba memfitnahku di hadapan Nenek, makanya beliau marah kemudian tak sengaja menamparku. Sudah ya jangan panik. Aku baik-baik saja," jawab Sellandra sambil tersenyum kecil. Kesedihan di hatinya serasa mengh
"Sayang, apa semua berkasnya sudah tidak ada yang tertinggal?" tanya Nadia sambil memperhatikan Sellandra yang baru saja keluar dari dalam kamar. "Tidak ada, Bu. Semua berkasnya sudah aku masukkan ke dalam tas," jawab Sellandra seraya tersenyum hangat. Dia berjalan ke arah sang ibu kemudian memeluknya dengan sangat erat. "Tolong do'akan agar kerjasama ini berjalan lancar ya, Bu. Karena hanya inilah jalan satu-satunya untuk mempertahankan perusahaan milik almarhum Kakek." "Pasti sayang. Ibu pasti akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu dan juga untuk perusahaan!" Nadia dengan penuh sayang mengelus punggung Sellandra yang sebentar lagi akan segera pergi memperjuangkan kelangsungan dari perusahaan milik mendiang ayah mertuanya. Jujur, sebenarnya tadi saat semua orang sedang sarapan, Nadia di kejutkan oleh sebuah luka lebam yang ada di sudut bibir Sellandra. Namun setelah dia tahu kalau Sellandra akan segera pergi melakukan tugas yang sangat penting, Nadia berusaha menahan diri untu
"Eh, kenapa mobilnya jadi seperti ini? Apa yang terjadi?" ucap Sellandra bingung saat mobilnya bergerak tersendat-sendat. Ekor matanya lalu tak sengaja melihat kalau bahan bakar di mobilnya telah habis. "Kenapa bisa habis. Bukankah sopir selalu memeriksa mobil ini setiap pagi ya. Aneh!" Belum hilang keheranan di diri Sellandra, dia langsung teringat akan keberadaan dua sepupunya di ruang tamu rumah mereka tadi. Akhirnya Sellandra sadar penyebab kenapa mobilnya bisa sampai kehabisan bahan bakar seperti ini. Dia di kerjai. "Bima, Kintan. Aku sungguh tidak mengerti kenapa kalian bisa setega ini padaku. Apa kalian lupa kalau aku ini sedang berjuang untuk mempertahankan perusahaan milik Kakek? Tega sekali kalian menghambat perjalananku menuju Aeron Group," ujar Sellandra lirih. Tak mau membuang waktu, Sellandra segera membuka tasnya hendak mengambil ponsel. Namun di detik selanjutnya Sellandra langsung membenturkan kepalanya ke stir mobil begitu dia ingat kalau ponselnya tertinggal di r
Dengan terburu-buru Sellandra membayar uang taxi lalu bergegas masuk ke Aeron Group. Sambil terus melihat ke arah jam di tangannya, Sellandra meramalkan doa berharap kalau dia masih belum terlambat untuk menemui Komisaris dari perusahaan raksasa ini. "Nona Sellandra?" Langkah kaki Sellandra terhenti. Dia lalu menoleh ke arah samping saat ada seseorang yang memanggilnya. "Oh, sekertaris Fang. Selamat pagi," "Selamat pagi kembali. Bagaimana kabar anda?" tanya sekertaris Fang membalas sapaan Nona Sellandra dengan ramah. Dia lalu berjalan mendekat, tersenyum samar ketika melihat butiran keringat bermunculan di kening wanita hebat ini. "Kabar saya sangat baik," jawab Sellandra seraya menarik nafas perlahan. Dia lalu mengelap keningnya saat tak sengaja melihat sekertaris Fang tersenyum aneh. Ya Tuhan, semoga saja sekertaris Fang menemuiku bukan untuk mengatakan sesuatu yang buruk. Semuanya bisa kacau nanti, batin Sellandra penuh harap. "Ekhmm, sepertinya anda baru saja melewati pag
Sellandra duduk dengan tegang begitu dia sampai di dalam ruangan pemilik Aeron Group. Pandangannya lurus ke depan, dia bingung harus bagaimana sekarang. "Selamat datang di perusahaanku, Nona Sellandra. Aku merasa sangat tersanjung telah di pilih untuk menjadi investor di perusahaanmu!" Kai melirik ke arah Nona Sellandra yang hanya diam tak menanggapi perkataan Komisaris. Tak ingin membuat Komisaris marah, Kai pun berniat untuk menyadarkan Nona Sellandra dari lamunannya. Akan tetapi baru saja Kai ingin membuka mulut, Komisaris sudah lebih dulu menggerakkan jari telunjuknya, memberi kode agar Kai tetap diam di tempat. "Jaga sikapmu, Kai. Mungkin Nona Sellandra sedang bingung menebak-nebak kenapa aku bicara tanpa bertatapan muka dengannya. Benar begitu kan, Nona Sellandra?" Mata Sellandra mengerjap-ngerjap saat dia merasakan hawa yang tak biasa di ruangan ini. Segera dia tersadar kalau dia baru saja mengabaikan seseorang yang duduk dengan membelakanginya. Ya, yang kalian pikirkan be
Raut wajah Bima terlihat sangat buruk setelah dia menerima kabar dari Kintan kalau Sellandra berhasil pergi ke Aeron Group. Entah bagaimana caranya wanita itu bisa keluar dari komplek perumahan mereka setelah apa yang Bima lakukan. Padahal jelas-jelas Bima telah membayar seluruh perusahaan taxi agar mereka tidak menerima panggilan dari nomor telepon milik Sellandra, tapi kenapa sepupunya itu masih bisa lolos juga. Benar-benar menjengkelkan. “Kalaupun Sellandra di jemput oleh asistennya, harusnya mereka tidak bisa sampai tepat waktu di Aeron Group. Apa yang sebenarnya terjadi?” gumam Bima bertanya-tanya. Saking kesalnya Bima pada masalah ini, dia sampai tidak bisa duduk dengan tenang. “Jika Sellandra sampai berhasil membawa pulang kontrak kerjasama itu posisiku bisa sangat terancam nanti. Nenek pasti akan langsung membuat pengumuman tentang keberhasilan Sellandra di hadapan semua orang. Dan buruknya lagi Nenek akan menaikkan lagi posisinya di perusahaan. Gawat, ini semua tidak boleh sa