Share

Bab 6. Menikahlah Denganku!

“Menikahlah denganku!” potong Echa.

Prang!

Niko tersentak mendengarnya. Apakah Echa mabuk? Tapi wanita itu terlihat segar dan sadar. Atau mungkin dia sendiri yang masih dalam pengaruh alkohol sehingga salah pendengaran?

“Nona bilang apa?” Niko ingin memastikan.

Echa tidak menjawab. Dia menoleh ke arah sang bartender, “Berapa harga yang dia minum?”

“3 gelas, totalnya 150 ribu,” jawab sang bartender.

Echa mengambil uang 150 ribu dari dompetnya dan memberikan kepada sang bartender. 

Echa lalu menoleh kembali ke arah Niko, “Nggak baik jika kita bahas di sini,” ucapnya lalu berdiri sambil menarik tangan Niko untuk keluar dari bar tersebut.

Niko kesal dengan sikap Echa yang keras kepala, tetapi rasa penasaran di hati membuatnya terpaksa mengikuti kemauan wanita itu.

Berapa lama kemudian, mereka sudah duduk berhadapan di sebuah hotel yang Echa pesan.

Niko merasa bingung, Echa yang duduk di hadapannya terus menatapnya dengan datar.

“Niko, aku ingin kamu menikahiku!” kata Echa tiba-tiba. 

Niko menatap Echa tidak percaya sebelum akhirnya dia tertawa awkward, “Selera humor Nona sangat baik.”

“Niko aku nggak bercanda! Aku mau kita menikah!” Echa menjawab tegas dengan tatapan yang serius. 

Niko sangat mengenal lama Echa. Dia melihat wanita itu sama sekali tidak sedang bercanda. 

Niko bersandar pada sofa sambil terus menatap lekat lawan bicaranya. Dia yakin ada masalah yang menimpa Echa sehingga terpaksa memintanya untuk menikah. Itu terlihat jelas dari aura kesedihan yang mulai tampak di wajah wanita itu.

Namun, Niko berpura-pura tertawa awkward, “Malam ini Nona lucu sekali. Aku–”

“Hanya cara ini satu-satunya untuk menyelamatkan Papaku,” potong Echa. “Tessa mau memberiku pinjaman 1 miliar dengan syarat aku harus menikah denganmu”

Niko terdiam. Kini dia tahu kenapa Echa memintanya untuk menikah dengannya.

“Aku terpaksa melakukan ini.” Echa menghembus napas dengan raut ketidakberdayaan di wajah.

Niko menghembus napas kecil dengan senyum di wajahnya, membuat wanita itu mengernyit bingung.

“Aku rasa Nona tidak bisa mengorbankanku dalam masalah ini. Lagipula statusku bukan lagi seorang yang harus mematuhi setiap perintah Nona.” 

Echa menggeleng-geleng kepala, “Apakah kamu nggak mau balas budi terhadap keluargaku? Dan kamu pikir aku nggak mengorbankan hidupku? Masa depanku hancur, tapi aku terpaksa demi menyelamatkan Papaku.” Matanya mulai berkunang. 

Niko bukan tanpa sebab mencintai Echa. Majikannya itu memang wanita keras kepala dan terkadang ceplas-ceplos, tetapi sebenarnya memiliki hati yang lembut.

“Maaf, Nona. Aku tidak–”

“Aku akan memberimu imbalan,” potong Echa. “hutang gelas yang kamu pecahkan juga dianggap lunas. Aku juga nggak akan melarangmu berpacaran dengan wanita lain di luar sana.”

‘Tanpa kamu beri imbalan, aku sudah memiliki banyak harta.’ Niko membatin sambil menelisik wanita itu dari raut muka dan gesturnya. ‘Aku bisa membantumu tanpa harus menikah, tapi ….’ Niko tersenyum penuh arti.

Echa sendiri mengartikan senyuman Niko adalah pertanda setuju. Mustahil pria miskin sepertinya menolak penawaran menggiurkan ini.

Akan tetapi Niko tiba-tiba memicingkan mata, “Bukankah Nona pernah bilang tidak ingin bertemu denganku lagi?” singgungnya.

“Lupakan itu. Lebih baik kamu persiapkan dirimu,” balas wanita itu dengan segera. “jalankan tugasmu, setelahnya kamu bisa mendapatkan imbalanmu.”

Niko menyandarkan tubuhnya di sofa. Dia tersenyum kecil dengan sikap Echa yang enggan meminta maaf sedikitpun atas kesalahannya.

“Oke, deal.” Niko menegakkan punggungnya sambil menatap Echa penuh arti. “kapan pernikahan kita diberlangsungkan?”

“Lusa,” jawab Echa datar.

Niko tersenyum kecil dan bangkit dari tempat duduknya, “Jangan menyesali keputusanmu ini, Nona. Karena aku  … tidak akan pernah melepaskanmu dari hidupku,” ucapnya lalu berjalan keluar dari kamar hotel.

Sejujurnya Echa merasa sedikit merinding mendengar ucapan Niko, tetapi dia yakin selalu bisa mengendalikan pria itu.

***

Dua hari kemudian, Echa tengah berada di sebuah gedung untuk memberlangsungkan pernikahan. Dia terlihat sangat cantik dengan mengenakan gaun putih elegan. Namun, bukan kebahagiaan yang dirasakan, karena pernikahan itu bukanlah pernikahan impian.

“Hanya untuk memastikan. Setelah aku melakukan ini, apakah kamu akan memberikan uangnya?” tanya Echa dengan raut wajah tanpa ekspresi.

Tessa tertawa puas mendengarnya, “Jangan khawatir, Echa.”

“Ya, Echa,” sambung Sarah sambil melihat jam tangannya. “Selesaikan pernikahanmu, dan kamu akan mendapatkan uangnya. Oke?”

“Semoga kalian menepati janjinya.” Echa merespon dengan suara berat.

Di titik ini para tamu berdatangan. Mereka sengaja diundang oleh Tessa untuk hadir. Sesuai dengan rencana, mereka mulai mengomentari pernikahan ini.

“Aku nggak percaya Echa mau menikah dengan pembantunya sendiri? Harga dirinya ditaruh dimana?”

“Bahkan Mamanya sendiri nggak hadir. Pasti malu.”

“Atau jangan-jangan dia dihamili seseorang. Terus buat nutupin aibnya dia minta pembantunya untuk menikahinya.”

“Hush jangan keras-keras, nanti orangnya dengar.”

Tentu Echa mendengar tuduhan-tuduhan itu, juga ucapan negatif lain yang ditujukan padanya. Dia rasanya ingin berteriak dan menangis sejadi-jadinya, harga dirinya benar-benar sudah tidak ada lagi.

Sarah dan Tessa yang ada di sana tersenyum puas menyaksikan hari kehancuran wanita itu.

“Wah kamu tampak bersemangat sekali.” Tessa sengaja memperkeras suaranya. “sabar dong. Suami sampahmu bentar lagi pasti datang.”

Pancingan Tessa berhasil, para tamu saling menyahut dengan cemoohan-cemoohan.

Echa mencoba menahan rasa pedihnya sekuat tenaga, “Bisakah kalian diam? Setidaknya tunjukkan rasa hormat.” suaranya menunjukkan kemarahan.

“Kalian dengar ‘kan? Dia marah loh calon suaminya dihina,” ucap Tessa dengan senyuman mengejek. “tapi emang sih kamu dan suaminya serasi. Sama-sama pecundang, sama-sama miskinnya, sama-sama memalukan.”

Kali ini Echa tak dapat lagi membendung air matanya, tetapi di saat bersamaan semua mata tertuju pada seorang pria yang baru memasuki gedung. Mereka berdecak kagum melihat pria itu terlihat tampan nan gagah, dengan mengenakan pakaian putih hitam beserta tuksedo.

Echa pun seolah-olah melupakan kesedihannya. Dia terpana menatap penampilan Niko. Aura pria itu seperti bukan seorang pembantu, melainkan seperti orang kaya yang berwibawa.

Niko menghampiri Echa dan berdiri di hadapannya, “Maaf, aku datang terlambat.” 

Echa tidak merespon, karena masih terhipnotis dengan ketampanan Niko.

Tessa pun demikian, karena sebenarnya dia tidak pernah melihat wajah Niko Pram. Dia menelisik penampilan pria itu dari bawah ke atas, pakaian yang dikenakan sepertinya pakaian bermerk.

“Nggak mungkin.” Tessa menggeleng tak percaya. “kamu pasti bukan pembantunya Echa.”

Niko menunjukkan kartu tanda pengenalnya, “Aku Niko Pram, calon suami Echa Armetta Ruby!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status