Alby merasa sangat kesal. Dia sampai memutuskan untuk tidur di ruang tengah. Shafa takut untuk membangunkan Alby. Tapi, Mbok Dewi memberikan saran agar Shafa berani. Dia membuat teh tawar hangat yang setiap pagi Alby minum."Mbok Dewi aja, deh, yang bangunin. Saya takut.""Kalau kayak gitu gimana Mbak Shafa sama Mas Alby bisa baikan? Mending Mbak Shafa bangunin dan langsung minta maaf. Mungkin pikirannya Mas Alby udah enakan sekarang." Saran Mbok Dewi dapat Shafa terima, namun sulit dilakukan.Setelah beberapa menit melihat Alby dari dapur, Shafa memberanikan diri membawa teh yang dia buat dan duduk disamping sang suami."Mas Alby, bangun. Kamu harus ke sekolah, 'kan?"Alby bukan tipe orang yang sulit dibangunkan. Dia mudah bangun saat mendengar bunyi yang mengganggunya. Matanya setengah terbuka. Dia duduk sambil melihat Shafa dihadapannya."Aku bikin teh buat kamu, nih."Sudah kembali sadar akan kejadian semalam, Alby m
Lagi-lagi kembali ke tempat yang selama ini ingin sekali di hindari. Tapi Alby selalu datang karena masalah serius. Dokter mengatakan Shafa mengidap anemia sejak beberapa tahun lalu.Wajahnya sangat pucat dan tubuhnya lebih panas dari suhu normal. Tangan Alby terus menggenggam jemari Shafa yang putih bersih. Sesekali dia menciumnya sambil berdoa."Shafa?"Memang dokter sudah mengatakan sebelumnya kalau Shafa akan sadar dengan cepat. Mata sayupnya terbuka dan langsung melihat ke suaminya yang duduk disampingnya."Mas, aku mau pulang.""Mamu harus dirawat di sini sampai sembuh.""Aku enggak suka di sini, Mas."Tidak lama dokter datang dengan seorang perawat. Dia kembali mengecek kondisi Shafa setelah sadar. "Apa yang Mbak rasakan sekarang? Apa masih pusing?""Udah mendingan, Dok. Apa saya harus di rawat inap?""Kondisi Mbak Shafa sudah membaik dari sebelumnya. Saya perbolehkan untuk rawat jalan. Tapi, leb
Baru saja menyelesaikan kelasnya, Alby dengan cepat pergi ke ruang guru dan bersiap untuk pulang. Sambil berjalan dan membalas sapaan murid-muridnya, Alby memainkan ponsel untuk menghubungi Shafa lagi."Kebiasaan banget kalau ditelepon enggak langsung diangkat," gumam Alby.Entah sejak kapan, seorang wanita sudah menunggu di depan mobil Alby. Saat Alby mendekatinya, "Dateng, ya? Sebentarrr aja.""Siska, saya harus cepet-cepet pulang.""Gini, deh. Kalau kamu dateng, aku janji setelah ini enggak akan ganggu kamu lagi."Masa bodo dengan apa yang Siska ucapkan, Alby langsung masuk ke dalam mobilnya dan wanita itu pergi dengan ojek online yang dia pesan.Bukannya pergi, Alby terus berusaha menghubungi Shafa walau tidak diangkat juga. Tiba-tiba pikirannya putar balik pada Siska. Dia tidak ingin ada masalah lagi di dalam rumah tangganya. Jika kali itu dia menuruti mau Siska, apa wanita itu benar tidak akan mengganggunya lagi?M
Setelah bertengkar hebat untuk yang pertama kalinya, mereka jadi lebih banyak diam tapi saling berdekatan. Bahkan, mereka saling berpelukan di kasur sejak pertengkaran itu berakhir. Berkali-kali Alby mencium pucuk kepala Shafa dengan rasa bersalah yang masih dia rasakan."Maafin aku, ya, Shaf?""Iya, Mas. Udah, enggak usah minta maaf terus. Aku capek jawabnya.""Sebagai permintaan maaf aku yang terakhir, gimana kalau malam ini kita jalan-jalan?""Aku mau di rumah aja, Mas.""Katanya kamu mau jalan-jalan?""Enggak sekarang.""Terus kamu mau apa?"Tiba-tiba Shafa menangis. Tentu saja Alby terkejut. "Kenapa nangis? Tangan kamu sakit, ya?""Maafin aku, ya, Mas? Aku belum bisa kasih kamu anak lagi."Anak adalah karunia terbesar yang Tuhan berikan. Tuhan pasti memberikannya. Hanya saja kita tidak tau kapan waktunya, waktu terbaik menurut Tuhan. Sejujurnya, Alby memang sangat menantikan seorang anak s
"Shafa!"Suara itu asalnya dari luar rumah. Saat berdiri, Shafa melihat seorang pria di depan pagar rumahnya dengan mengendarai sepeda. "Kevin?""Aku pikir, aku salah orang. Ternyata kamu beneran tinggal di sini?"Shafa mendekati pria itu. "Kamu ngapain di sini?""Rumah aku di komplek sebelah. Baru pindah beberapa hari lalu.""Oh, gitu. Yaudah, aku masuk dulu." Dengan spontan, Shafa menepis tangan Kevin yang mencoba menariknya. "Kevin, aku minta maaf sebelumnya. Aku udah menikah dan sekarang tinggal di sini bareng suami aku. Aku enggak bermaksud apa-apa, kok. Maaf, ya?""Iya, aku udah tau dari Jihan. Tapi kamu mau, 'kan, jadi teman aku? Setidaknya kita berteman, Shaf.""Iya, boleh.""Awalnya, aku seneng karena bisa ketemu kamu lagi. Tau-tau, Jihan bilang kamu udah nikah. Jadi pupus lagi harapan aku. Tapi, aku seneng bisa kenalan sama kamu secara langsung. Enggak diam-diam kayak dulu.""Maaf, k-kamu udah
Perempuan cantik yang dia kenal, terlihat sangat lusuh dan penuh luka di wajah dan tubuhnya. Kevin tidak bisa melihat Shafa lebih dekat karena ada Alby disamping wanita itu. Padahal dalam hati, dia ingin sekali memeluk Shafa. Iya, sebenarnya dia masih mencintai Shafa, cinta pertamanya."Kalau ada yang sakit, kasih tau aku, ya? Biar aku panggil dokter," seru Alby dengan tangan yang terus menggenggam jari Shafa penuh kelembutan."Mas, mama kamu gimana sekarang?" Suara Shafa terdengar sangat serak karena terus berteriak semalaman."Udah ditangani polisi. Dia pasti bakal dipenjara karena apa yang dia lakukan itu udah kriminal banget. Dia juga terancam pidana percobaan pembunuhan karena memaksa kamu untuk aborsi.""Sejahat apapun, dia tetap mama kamu. Dia udah dapat balasan dari apa yang dia lakukan. Jadi, kamu harus bisa maafin dia, ya?"Apa yang Shafa katakan, membuat Kevin semakin jatuh cinta. Dia tidak pernah mengenal Shafa lebih dekat, ha
Rendi langsung pergi ke Jakarta setelah mendapat kabar tentang Shafa. Setelah kehilangan Sonya, Rendi jadi sangat sensitif pada keadaan Shafa. Dia tidak mau kehilangan sahabatnya lagi."Aku bener-bener panik banget, Shaf. Tapi syukurlah kamu baik-baik aja.""Kamu enggak ajak Jasmin ke sini?""Nanti aku ceritain semuanya kalau kamu udah sembuh.""Ada apa, Ren? Rumah tangga kalian baik-baik aja, 'kan?""Makannya kamu cepet sembuh. Biar aku bisa ceritain semuanya."Mereka akhirnya dapat mengobrol lagi setelah sekian lama. Hanya membicarakan hal yang tidak membuat Shafa drop. Tapi, Shafa malah memulainya disaat mereka tidak ada lagi bahan obrolan."Kak Galih mana?" tanya Shafa."Tadi pas aku dateng, dia lagi di luar. Terus bilang katanya mau pulang dulu. Kenapa?""Aku mau ceritain soal Mas Alby. Tapi, jangan ada yang tau selain kamu, ya?""Kenapa lagi? Dia nyakitin kamu lagi?!" Benar, 'kan? Rendi jadi lebih sensitif tentang hal yang berkemungkinan membuat Shafa tersakiti. "Ren, tenang dul
Kevin adalah mahasiswa semester 3 Fakultas Teknik di salah satu universitas swasta. Setelah lulus SMA, dia langsung bekerja agar dapat kuliah. Dia bekerja sebagai barista sampai saat itu.Hari itu tidak ada jam kuliah pagi. Jadi, Kevin memutuskan untuk menjenguk Shafa dengan membawa buah-buahan yang dia beli semalam. Berkat Jihan, dia jadi tau banyak hal tentang Shafa.Sebenarnya, dari luar ruangan tidak terdengar suara siapapun. Namun saat membuka pintu, ada seorang pria yang menemani Shafa. "Permisi? Aku boleh masuk, Shaf?""Iya, masuk aja. Ada apa kamu pagi-pagi banget udah ke sini?" tanya Shafa yang bersandar di ranjangnya."Kevin?""Loh, Rendi?"Ternyata, Kevin dan Rendi adalah teman satu tongkrongan sewaktu SMA. Mereka sangat akrab saat itu dan mulai hilang komunikasi setelah lulus SMA karena Rendi pindah ke Malang."Kamu kenal sama Kevin, Shaf?" tanya Rendi."Iya, dikenalin sama Jihan. Baru beberapa hari