Yuda sedang kesal dengan Dinar karena perbedaan pendapat mereka. Apalagi Dinar kuekeh dengan keinginannya bertemu dengan pacar Daneen yang pernah bertemu dengannya. Walau Daneen tidak mengaku, tapi ia yakin itu adalah pacar Daneen.Ia tidak suka.Putrinya tidak mungkin bersama laki-laki seperti itu. Culun, lemah, dan cuma tukang ngepel di sekolah. Mau jadi apa anaknya di nikahkan dengan laki-laki tanpa masa depan begitu. Apalagi mengingat laki-laki itulah yang memukul Daneen di malamsepi itu.Meski sih dalam tekanan dan ancaman. Tapi masa di ancam begitu langsung memukuli perempuan. Di lawan dulu atau gimana lah. Masa diam aja. Pengecut.Tapi biarpun sudah 1001 cerita ketidak sukaan dirinya dengan lelaki itu, masih saja Dinar memberikan pembelaan. Dari yang masuk akal, sampai yang penting di bela, masa bodo gak masuk logika.Dinar bilang seorang laki-laki memang mengutamakan ibunya. Dan salah bila menyudutkan pacar Daneen itu hanya karena ia tak berani melawan. Semua orang punya level
“Jaga diri kamu,” ujar Daneen. “Jangan sampai kenapa-napa di sana.”Fahrian tersenyum lebar sembari mengangguk. Dirinya mendapat restu setelah bicara baik-baik dengan Yuda. Jika ia akan kembali setelah bertaruh nasib di negri orang. Bahwa dirinya, akan mengusahakan kehidupan yang lebih baik untuk Daneen.“Ini memang tidak berharga. Tapi hanya ini yang aku punya untuk mengikat kamu.”Fahrian memberikan sebuah cincin perak putih. Namun tak berani menyematkannya di jemari Daneen. Takut jika mungkin Daneen tidak suka dengan pemberiannya.Tapi mengerti dengan ketakutan Fahrian, Daneen mengambil cincin itu dan menyematkannya di jemarinya. “Aku janji ini tidak akan hilang sampai kamu pulang.”****Sementara di lantai atas, sepasang suami istri memandangi dua insan yang akan berpisah itu. “Aku sedih, Mas. Kenapa gak di kasih kerjaan di sini aja? Mas punya banyak cabang usaha.”“Itu Namanya perjuangan. Biarkan dia memandang anak kit aitu mahal dan berharga. Agar dia tidak menyia-nyiakannya. B
"Aku hamil anak Mas Danu!"Seruan itu tiba-tiba menghentikan perbincangan anggota besar keluarga.Keluarga yang terlibat dalam acara pernikahan Dinar dan Danu seketika terkejut dengan penuturan adik mempelai h apa-apa."Aku harus nikah sama mas Danu, Mbak," ujarnya berkata dalam linangan air mata. Danu yang tiba-tiba datang membuat orang-orang makin memfokuskan tatapan pada mereka. Bak sudah tau apa permasalahan mereka, Danu mendekat dengan ekspresi marah."Sudah kubilang jangan bicara!" bentaknya pada Sania tak peduli keluarga besar di sana."Mas?" panggil Dinar menatap calon suaminya itu mencari kejujuran dari matanya."Mas Danu! Aku hamil," jerit Sania lagi pada lelaki yang kini terlihat pucat.Danu memalingkan wajah acuh pada Sania. Ia menghadap Dinar dengan tatapan memohon."Ini semua gak sepenuhnya salahku, Dinar. Pernikahan kita akan tetap berlanjut," ucap Danu berusaha mempertahankan pernikahan mereka."Gak bisa! Aku hamil, Mas! Kamu yang hamilin aku!" jerit Sania lagi makin h
"Iya gitu, Bu. Kami sih dari pihak keluarga bisa apa? Untung saja Sania mau membantu kami untuk mempertahankan nama baik keluarga."Bu Halimah yang pagi itu masih berada di rumah keluarga Dinar, tiba-tiba membeberkan alasan kenapa mempelai wanita di ganti di hari resepsi dan akad."Wah. Gak bersyukur banget sih itu si Dinar. Udah dapet laki-laki yang bermasa depan bagus kayak Danu, eh malah selingkuh."Satu persatu ibu-ibu yang tengah menunggu tukang sayur termakan cerita itu."Iya. Untung ada Sania."Skenario yang di bangun Bu Halimah berjalan mulus. Tak ada warga yang tidak percaya dengan congornya."Emang cocok Sania sama Danu. Sama-sama kerja di pemerintahan terus sama-sama kuliah juga. Cocok deh pokoknya.""Jadi itu si Dinar kepincut sama kakaknya Danu yang kerja jadi tukang parkir?""Bodoh banget ya jadi perempuan."Dinar menatap orang-orang yang membicarakan dirinya dari celah kaca dalam rumah. Dengan cukup jelas ucapan mereka terdengar di telinganya.Ia sudah tidak sanggup lag
cuplikan:Dinar berbaring di atas tempat tidur. Hatinya masih sakit dan kini hadir pula perasaan risau setelah mengambil keputusan menikah dengan Yuda. Lelaki yang tidak ia kenal.Betapa bodoh ia. Kenapa kemarin menerima begitu saja tawaran Yuda tanpa berfikir ulang lagi.Dinar baru menyadari kegilaannya ini setelah semua sudah terjadi.Mungkinkah rasa sakit yang ia terima membuat otaknya jadi berfikiran pendek?Tapi kalau tidak menikah dengan Yuda, mungkin ia sudah di usir dari rumah ini sekarang."Belum tidur?"Yuda muncul di balik pintu kamar. Ia sudah bertukar pakaian dengan kaos lusuh dan celana pendek. "Belum," balas Dinar pendek.Lelaki itu kemudian mengambil tempat di lantai samping ranjang lalu menggelar sarung yang ia gunakan untuk sholat tadi.Tanpa banyak bicara ia berbaring menghadap ke atas."Kok gak pakai bantal?" tanya Dinar yang tadi sudah menyiapkan tikar dan bantal untuk Yuda."Gak apa. Saya biasa kayak gini," balas Yuda.Dinar menggeleng. Ia mengambil bantal dan s
Apa Yuda memang sengaja?Mungkin itu suruhan dari Bu Halimah. Dan Yuda menikahinya lagi-lagi karena untuk membuat orang-orang percaya kalau Dinar telah berselingkuh. Jadi orang-orang akan percaya kalau Danu dan Sania tidak salah menikah. Pikiran buruk demi pikiran buruk melintas di kepala Dinar. Rasa sakit kian menumpuk di hatinya.Pintu kamar terbuka setelah lebih dari dua jam ia terdiam setelah puas menangis."Kenapa kamu nangis, Nak?" tanya Bu Tiara."Gak apa-apa, Bu," balas Dinar lemah Tanpa banyak bertanya lagi, sang ibu memperlihatkan sesuatu padanya."Ini daftar belanjaan yang habis di dapur. Kasih tahu suami kamu ya? Usahakan biar bisa di beli."Dinar melihat list bahan dapur itu."Banyak sekali, Bu? Ini mas Yuda semua yang harus beli?" Gila sih ini. Mana mungkin Yuda punya uang sebanyak ini, pikir Dinar."Iya. Usahakan ya."Sang ibu beranjak pergi tanpa perduli perasaan putrinya itu.Kekalutan makin kental ia rasakan. Dinar rasanya mau pingsan saja.****"Assalamualaikum"
"Wih, belanjaan banyak nih," komentar Dinar saat melihat sang ibu masuk membawa begitu banyak belanjaan untuk dapur. Pertama kalinya sang ibu terlihat sangat senang karena kebutuhan dapur lebih melimpah sekarang."Iya. Makasih ya sama Yuda udah kasih uang buat belanja bulanan. Uang dari bapak bisa ibu tabung jadinya," balas Bu Tiara dengan wajah sumberingah.Jujur sebenarnya Dinar tidak suka dengan sikap keduanya orang tuanya. Apa ia dan Yuda hanya di jadikan alat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga? Tapi, memang pada awalnya ia dan Yuda juga yang ingin tinggal di rumah ini."Bu. Minta uang dong. Sania ngidam pengen makan pizza nih." Tiba-tiba Sania pulang. Tampak pakaian dinas yang sangat di agung-agungkannya itu masih melekat."Kamu ngidam ya?" tanya Bu Tiara."Iya nih, Bu. Kepengen makan pizza."Sok banget ngidamnya. Dinar mencelos dalam hati mendengar pengutaraan sang adik. Masih terasa di hatinya sakit akibat tikaman tak kasat mata dari Sania.Apalagi masih banyak suara sumb
Dinar menatap uang yang kemarin di berikan Yuda padanya. Cukup lama ia terdiam dengan pikiran berkecamuk."Orang sekarang tidak melihat benar atau tidak perbuatan seseorang. Kebanyakan orang melihat kekayaan yang dimiliki orang tersebut, melalui apa yang ia punya saat ini." Begitulah kata Yuda kemarin. Dinar dalam keadaan bimbang. Apa ia pakai saja uang ini untuk membeli pakaian baru?Tapi, apa halal uang yang Yuda berikan padanya? Pria itu bahkan enggan mengakui dari mana ia dapat uang sebanyak itu. Ia terus bilang kalau itu hasil ia markir. Orang bodoh mana yang mau percaya?Dinar memasukkan uang itu ke dalam dompet lagi. Sepertinya ia perlu berfikir panjang sebelum menggunakan uang itu.Setelahnya ia pergi ke dapur saja untuk memasak."Kalian serasi banget.""Iya. Semoga masa depan kalian cerah."Netra Dinar menangkap kedatangan orang tua Danu. Mereka sedang memuji pasangan yang dianggap serasi itu.Keduanya sama-sama menggunakan baju dinas, sepertinya baru pulang kerja. Bu Halim