Setelah pertarungan selesai, Vania bergegas menghampiri Aditama. Tiba di hadapan sang suami, ia langsung memeluknya dengan sangat erat yang langsung dibalas oleh Aditama. Dalam dekapan sang suami, Vania menghembus-hembuskan napas lega. Akhirnya, suaminya benar-benar bisa menang melawan para bodyguardnya Kevin. Suaminya tidak kenapa-kenapa. Tidak terluka sama sekali. Walau ia bersikap tenang dan santai tadi, begitu yakin jika sang suami akan menang, tapi tetap saja ia merasakan senam jantung. Bukan apa-apa, walau sang suami adalah pewaris kaya raya, tapi ia menghadapi para bodyguard profesional seorang diri. Bisa saja, dia terluka! Tapi kini Vania benar-benar telah lega. Semua orang pun berdecak kagum dengan kehebatan Aditama yang bisa mengalahkan bodyguardnya Kevin seorang diri. Di mata mereka, Aditama adalah pria tangguh, seorang suami yang bisa melindungi istrinya dari mara bahaya. Lalu, terdengar lontaran pujian dari mulut-mulut mereka kepada Aditama. Mendapati hal it
Tiba-tiba perhatian semua orang teralihkan oleh kedatangan seorang pria bertubuh besar, tinggi, serta bertampang sangar. Pria itu mengedar pandangan ke sekeliling—mencari keberadaan seseorang selagi berjalan diantara orang-orang diikuti beberapa anak buah di belakangnya. Melihat hal itu, semua orang menjadi kasak kusuk dan bertanya-tanya. Begitu pula dengan Aditama dan Vania. Sementara Kevin langsung sumringah. Baginya, kedatangan pria itu seperti malaikat yang akan menyelamatkan muka dan harga dirinya di depan banyak orang. Begitu melihat sosok Kevin, pria itu segera berjalan mendekat. Akan tetapi, senyum di bibir Kevin mendadak pudar dan tergantikan dengan kedua alisnya yang bertaut. Di mana Ayahnya? Kenapa tidak datang bersama Johnny? "Kau ... datang sendiri?" tanya Kevin sembari melongok ke arah belakang pria tersebut—mencari keberadaan sang Ayah. Kemudian, ia kembali menatap Johnny. "Di mana Papa? Kenapa ... kau tidak datang bersama Papa?" "Tuan Hardi
Johnny adalah salah satu pengusaha sekaligus mafia yang lumayan disegani di kota Ferandia. Bisa dibilang, pengaruhnya sama dengan Theo. Hanya saja berbeda bidang dan tabiat. Johnny sudah lama bekerja dikeluarga Hardi. Ia diperintahkan oleh Kevin dan keluarganya untuk mengurusi, menyelesaikan masalah dengan menggunakan cara-cara kotor, licik, serta yang berhubungan dengan adu kekuatan fisik. Saat ini, Kevin sedang mencoba membuat nyali Aditama menciut dengan memberitahu siapa Johnny. Akan tetapi, Aditama menunjukan respon biasa saja. Malahan, seolah tidak peduli. Justru yang takut dan ketar ketir malahan para pendukungnya. Beberapa dari mereka ada yang mengetahui reputasi Johnny yang bukan kaleng-kaleng. Di sisi lain, mereka tidak menyangka jika Kevin akan meminta bantuan kepada Johnny untuk menghabisi Aditama. Walau mereka tahu jika Aditama jago berkelahi, terlebih dia yang telah menunjukan kemampuanya di depan mereka semua dengan menghabisi ke lima bodyguardnya Kevin ta
Mendengar ucapan Vania, Kevin menautkan alis. Terdiam untuk beberapa saat sebelum kemudian langsung tertawa. Setelah tertawa agak lama, Kevin berkata. "Memangnya ... suami tidak bergunamu itu siapa, Van? Kenapa pula aku akan menyesal?" tanya Kevin sambil berkacak pinggang.Kemudian, ia memicingkan pandangan. "Kau mau bilang kalau sebenarnya Aditama itu adalah orang miskin yang menyamar sebagai orang kaya? Seperti yang ada di video-video di media sosial itu?!" Lanjut Kevin. Masih tertawa mengejek. Vania mendengus dingin mendengar respon Kevin. Akan tetapi, ia buru-buru menguasai diri selagi melipat tangan di depan dada. Perlahan, sudut bibirnya terangkat dan membentuk senyuman penuh arti.Ia tidak peduli dengan ejekan Kevin. Pasalnya, dugaan Kevin seratus persen benar. Vania lalu mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi. Dia kemudian berkata. "Tunggu saja karena kau yang nantinya akan tunduk pada Aditama, Kevin!" Ucapan Vania tak elak membuat tawa Kevin semakin keras, begitu
Aditama menatap Vania serius. "Aku akan menghubungi Panji saja, Van ... aku akan menyuruhnya untuk segera melakukan sesuatu kepada pengecut itu supaya dia cepat berakhir." Ujar Aditama penuh penekanan pada kalimatnya. Sontak, mata Vania melebar. Detik berikutnya, ia langsung mengangguk setuju. "Iya, Tam. Sebaiknya kamu segera hubungi Panji saja, suruh dia untuk melakukan sesuatu kepada Kevin." Usai mengatakan itu, Vania menutup mata seiring helaan napas berat berhembus keluar dari mulutnya. Akhirnya, setelah beberapa saat terdiam, Vania membuka mata. Dia kemudian melanjutkan kalimatnya. "Soalnya ... aku benar-benar sudah muak denganya! Aku ingin segera melihatnya berakhir supaya dia tidak semakin menjadi-jadi!" Wajah Vania tampak tegas. Mendengar ucapan sang istri, Aditama mengangguk cepat, kemudian merogoh saku celana, mengeluarkan ponsel dari dalam sana dan menghubungi Panji. **Saat ini, Aditama dan Johnny tengah saling tatap dengan tajam, saling bersitegang satu sama
BUGH! Satu jab-nya berhasil menghantam tubuh Johnny. BUGH! Disusul tinju yang lain. Itu telak mengenai wajahnya. Membuat Johnny mundur beberapa langkah. Pertarungan berhenti sejenak. Suara napas tersenggal terdengar. "Cukup menarik." ucap Johnny sambil tersenyum miring. "Tidak kusangka jika ternyata kau bisa berkelahi. Seharusnya aku tidak meremehkanmu tadi. Pantas saja ... kau masih baik-baik saja dan tetap merasa percaya diri setelah menghajar lima orang ditambah para bodyguardnya Kevin." Aditama melemaskan tangan, mengatur napas. Kemudian, dia tersenyum kecut. "Sekarang masih meremehkan kemampuanku? Masih meragukan kemampuanku?" Balas Aditama dengan kedua alis terangkat tinggi. Nada suaranya terdengar sarkas. Johnny tersenyum penuh arti. "Aku rasa sudah cukup bermain-mainya. Saatnya serius. Mari ... kita ke level pertarungan yang sesungguhnya."Sontak, semua orang lagsung berseru, sorak-sorai pun terdengar, memenuhi ruangan VVIP tersebut. Kepercayaan diri seketika muncul
Kevin menggeleng. "Aku tidak mau, Pa." Jawab Kevin tegas setelah terdiam sebentar tanpa menoleh ke arah Ayahnya. Tatapan matanya masih lurus, menatap Aditama dengan tajam. Meminta maaf kepada seseorang yang derajatnya lebih rendah darinya? Jelas ia tidak sudi!Mau ditaruh di mana mukanya jika ia melakukan hal demikian? Hardi melotot mendengar hal itu. Langsung gelagapan untuk beberapa saat sebelum kemudian menggeram marah. Sampai urat-urat di pelipis dan leher terlihat menyembul keluar. Namun tiba-tiba wajahnya mengernyit, kemudian ia berpikir dengan cepat. Lalu, ia buru-buru menguasai diri, menghembus-hembuskan napas untuk meredakan emosinya. Setelah agak mulai tenang, ia bergegas menghampiri Aditama dan Vania. Tiba di hadapan mereka berdua, dia membungkukan badan dengan hormat lebih dulu. Selagi Hardi tengah melakukan hal itu, semua mata seketika melebar. Lalu, kompak tercengang. Kenapa orang sekaya dan berpengaruh seperti Hardi bersikap hormat kepada Aditama?
"Aa ... aku minta maaf atas apa yang aku lakukan kepadamu tadi, Van ... maafkan aku karena aku telah memfitnah dan mengata-ngataimu." ucap Kevin dengan suara dan bibir bergetar. Kepalanya tertunduk. Tidak berani melakukan kontak mata dengan Vania. Melihat pemandangan itu, membuat semua orang jelas terkejut bukan main. Padahal, beberapa saat yang lalu, Kevin masih bersikap sombong—bersikeras tidak mau meminta maaf. Tapi ... kenapa sekarang ia mendadak berubah pikiran? Sekembalinya dari berbicara dengan Ayahnya? Kala memikirkan hal itu, mereka pun menjadi penasaran dengan apa yang tadi Kevin dan Ayahnya itu bicarakan. Tapi satu hal, Kevin melakukan hal demikian karena pasti atas perintah dari Ayahnya. Kevin lanjut berkata. "Aku melakukan hal itu karena aku sedang dipenuhi emosi tinggi tadi, Van ... tapi sekarang ... aku benar-benar telah menyesal ... tolong maafkan aku, Van." Vania mengulas senyum puas mendapati hal itu dengan tangan terlipat di depan dada. Ia memicingk