Suamiku PolisiPart 24Ternyata jadi anggota bhayangkari itu harus ikut menjaga marwah suami. Kalau ada acara kita harus rapi dan berpakaian khusus. Ada grup WA untuk istri para polisi di kesatuan Bang Raja, aku memang ikut, akan tetapi tak pernah ikut kirim apapun. Hanya membaca pesan orang. Benar kata Kak Mila dulu, istri polisi itu kalau gak dokter, bidan, guru. Begitu juga di grup WA itu, hanya aku sendiri yang bukan wanita karir. Jadi minder rasanya bergaul dengan mereka. Ada acara syukuran kenaikan pangkat salah satu teman Bang Raja suami mengajak aku pergi ke sana, sebagai istri yang baik, aku nurut saja, biar pun rasanya tak nyaman. Benar saja, semua yang datang rata-rata istri polisi, ketika berkumpul masing-masing menceritakan kegiatan masing-masing. "Tiap jum'at sore kita senam, datang ya," kata seorang Ibu padaku."Iya, Bu, di mana tempatnya?" tanyaku kemudian. "Itu, di lapangan asrama polisi," "Oh, Iya, Bu, kalau ada waktu saya datang," kataku kemudian. Aku lebih b
Suamiku PolisiPart 25Ibuku buat malu lagi, beliau langsung meminjam uang ke Ibu mertuaku, padahal aku sudah tak mau disuruh Ibu. Ketika Ibu datang ke rumah ambil oleh-oleh itu ... "Bu, begini, Bu, kami lagi dapat musibah, kakaknya si Dina dipenjara, sementara adiknya si Dina mau nikah pula, berat memang cobaan untuk kami tahun ini, kalau boleh, kami mau pinjam dulu, Bu," kata Ibuku, seraya wajahnya menunduk. "Oh, berapa, Bu?" kata Ibu Mertua. "Kalau ada ya, Bu, aku kan kerja di rumah makan, jadi ada niat mau buka rumah makan sendiri, kalau ada dua puluh lima juta, Bu," kata Ibuku. Aku terkejut dengan perkataan Ibuku ini, mudah sekali Ibuku mau pinjam dua puluh lima juta, dari mana pula nanti ibuku bisa bayar. Duh, malunya aku. "Ada sih uang kami, Bu, tapi rencananya mau kami pakai untuk pesta orang ini, tapi hamil pula di Dina, tunda dulu lah, jadi kalau mau Ibu pake, boleh, asal janji, jika kami nanti mau gelar pesta, Ibu harus menggantinya," kata Ibu mertua. "Bisa, Bu, bisa,
Suamiku PolisiPart 26"Dek, buka pintunya, Abang minta maaf," kata suami seraya mengetuk pintu. Aku diam saja, sedih rasanya kehamilanku tak disambut dengan bahagia, justru urusan adat yang tak kumengerti yang diterangkan. Aku tak habis pikir, sepenting itukah adat ini, sehingga aku hamil pun tak ada ucapan selamat dari suami dan ibu mertua. Pagi harinya sudah biasa lagi, Bang Raja tetap kuurus segala keperluannya berangkat kerja. Tetap salim melepas dia pergi. Dia juga tetap mengecup keningku. "Dek, jaga anak kita ya, jangan kerja keras," kata Bang Raja. "Iya, Bang," sahutku seraya tersenyum. Padahal pertama aku bilang terlambat datang bulan, Bang Raja sudah tampak bahagia. Sejak kedatangan Ibu mertua dia seperti tak suka aku hamil. (Bagaimana, Dina? Positif kah?) Pesan WA dari Ibu mertua, saat itu aku rebahan di kamar, kehamilan ini memang membuat aku malas dan cepat emosi. (Positif, Bu, sudah sepuluh minggu) Balasku, aku tadinya mau ketik Alhamdulillah, tapi aku ragu apak
Suamiku PolisiPart 27Aku terharu dengan Bang Raja, tanpa kuceritakan, tanpa kuminta dia bayar utang itu, sehingga membuat aku terhindar dari rasa malu. "Terima kasih, Bang," kataku lagi. "Iya, Dek, jangan banyak pikiran lagi ya, fokus ke acara," kata Bang Raja. Rombongan kami sudah berkumpul, tapi belum berangkat juga, entah apa yang ditunggu Ayah sebagai ketua rombongan"Kok belum berangkat, Yah?" tanyaku kemudian. "Mamakmu belum datang,"Duh, belum kubilang memang sama Ibu, akan tetapi mustahil rasanya Ibu tidak tahu. Aku masih kesal dengan ibu sendiri, memang berharap supaya Ibu tak ikut saja, aku takut bila Ibu ikut akan buat malu lagi. "Memang tak kubilang sama mamak, Yah," kataku akhirnya. "Gak boleh gitu, Dina, apapun yang terjadi dia tetap Ibumu," kata Ayah. "Tapi Ayah tahu sendiri bagaimana Mamak," "Udah, sana jemput mamakmu, gak boleh gitu," kata Ayah lagi Akhirnya dengan motor matic aku jemput ibu, Ibu tak ada di rumah nenek, coba kutelepon. "Mak, Mamak di mana?
Suamiku PolisiPart 28Banyak tamu yang merekam aksi Ibu, entah setan apa yang merasuki Ibu sampai begini, dia datang dari Medan hanya untuk merusuh di tempat pestaku. Aku malu, kesal. "Dua puluh lima juta, hanya karena dua puluh lima juta, anakku sendiri tak mengundang Ibu kandungnya di pesta pernikahannya." teriak Ibu seraya menunjuk ke arahku. Para tamu bisik-bisik, aku sudah menduga apa yang dibisikkan para tamu, aku pasti dicap anak durhaka. Yang durhaka pada Ibu hanya karena utang, para tamu pasti tak tahu bagaimana kronologisnya, ataukah aku harus menjelaskan semua? "Sakit di sini, sakit," kata ibu seraya menampar dadanya. Dua orang keluargaku coba menenangkan Ibu, beberapa tamu jadi wartawan dadakan, menanyai Ibu sambil merekam. Sepertinya ini akan viral. "Ada apa ini?" Ibu mertua datang. Pada ibu mertua aku jelaskan semua, tentang utang, kuajak Ibu tapi Ibu tak mau karena malu punya utang. "Jadi yang bayar dua puluh lima juta itu si Raja?" tanya ibu mertua. "Iya, Bu,
Suamiku PolisiPart 29Ibuku ternyata menggunakan uang dua puluh lima juta itu untuk membuka kafe bersama pacar brondongnya. Dan belum selesai karena kekurangan dana. Ibu masih mengincar emas maskawinku, jadi pengen cepat-cepat pergi dari sini. Kupeluk Ayah sambil menangis, aku akan pergi jauh ke Palembang, sedih rasanya meninggalkan Ayah sendiri di rumah ini, anaknya semua sudah pergi, istrinya juga sudah minggat kasihan Ayahku. "Ada hikmah dibalik semua ini, Dina, Ayah bisa sembuh dan kerja lagi, ini keajaiban," kata Ayah ketika kuutarakan tentang Ayah yang tinggal sendiri. Aku berangkat, Ayah mengantar sampai ke Kualanamu. Ketika tiba di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Ibu dan Ayah mertua sudah menunggu di situ, kami langsung berangkat ke rumah mereka. Rumah yang merangkap klinik bersalin itu tampak megah. Rumah besar itu terbagi dua, satu untuk klinik, satu lagi rumah pribadi. Dua adik iparku langsung menyambut dan menunjukkan kamarku. Adik iparku ini masih kuliah, yang p
Suamiku PolisiPart 30"Bagaimana keadaanmu, Dek? Anak kita sehat kan, sudah diketahui jenis kelaminnya?" Bang Raja memberondongku dengan berbagai pertanyaan, saat itu dia menelepon, sudah dua minggu terakhir dia tak menelepon, sudah jadi perjanjian kami, harus dia yang menelepon lebih dulu. "Sehat, Bang, Alhamdulillah, anak kita juga sehat, laki-laki, Bang, sudah USG kemarin," jawabku. "Alhamdulillah, sabar ya, Dek, tidak lama lagi, maafkan Abang, Dek, belum bisa mendampingimu," "Iya, Bang," Ingin rasanya aku mengadu pada Bang Raja, banyak yang ingin kuceritakan, akan tetapi aku khawatir jadi beban pikiran untuknya. Ingin kuceritakan kalau saja aku merasa asing di rumah ini. Ingin kukatakan tentang rinduku yang sudah membuncah."Baik-baik di sana ya, Dek, sabar, si Ratu itu agak gimana gitu, tapi pada dasarnya dia baik," kata Bang Raja lagi, seakan tahu apa yang ada dalam hatiku. "Iya, Bang.""Udah dulu ya, Dek, jaga kesehatan," kata Bang Raja seraya mematikan telepon. Air mat
Suamiku PolisiPartai 31Sakit hati karena disangka pembantu, akhirnya aku kalap, uang pemberian Ayah mertua kubelikan baju yang banyak, perawatan ke salon, padahal aku lagi hamil. Rada-adik iparku yang bungsu dengan setia menemaniku. Lima juta pemberian Ayah mertua hampir ludes, baru setelah itu kami pulang. "Waw!" Ratu yang melihat kedatangan kami hanya bilang waw, dia melihat aku dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Biar gak disangka pembantu," kataku sebelum dia sempat bertanya. "Kok gak dari kemarin-kemarin? Setelah pacarku putus gara-gara kakak?" kata Ratu. "Lo, kok gara-garaku?" "Gara-gara kakaklah, apa susahnya perkenalkan diri duluan, jadi orang tidak salah sangka," kata Ratu lagi. Dia tetap saja menyalahkanku, entah dia benar putus dari pacarnya aku juga tidak tahu, akan tetapi aku tetap merasa bersalah juga. Mungkin aku perlu minta maaf ke Randy ini."Baik, Ratu, aku akan minta maaf ke Randy, telepon dia sekarang," kataku akhirnya. "Percuma, kami sudah putus, Aya