Share

60 Teror

Aku berusaha melepaskan tubuh Rani dari bawah kakiku. "Rani, kembali duduk. Jangan seperti ini Mamah mohon," pintaku. Deraian air mata mengiringi kepedihan melihat Rani bersimpuh di kakiku memohon ampun.

"Tidak, Mah. Aku tak akan bangun sebelum Mamah memaafkan kesalahnku," lirih Rani seraya menangis terseguk-seguk.

"Bangun, Rani. Mamah sudah memaafkanmu," balasku yang berusaha meyakinkannya.

Rani langsung melonggarkan pelukannya pada kakiku. Ia masih duduk di atas lantai. Mendongak menatapku sendu seraya mengusap pipinya yang terus-terusan basah oleh air mata.

"Mah!" lirihnya memanggil masih dengan tatapan sendu dan genangan air mata di sudut kelopak matanya. Bibirnya tampak gemetar sementara kedua tangannya kini memeluk lututku.

"Apa yang harus aku lakukan agar Mamah bisa memaafkan aku?" Dia bertanya. Tatapan matanya mengandung harapan yang ia gantungkan.

Aku yang turut serta terbawa suasana kesedihan pagi ini, pun tak bisa membendung air mata yang terus saja menetes di pipi.

"Mamah
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status