Melihat Juna dan Lea bergandengan tangan di hadapan matanya langsung, membuat hati Airish tak hanya merasakan sakit, namun juga benar-benar kesal. Bahkan kekesalannya itu kini memuncak dan menjadikannya hilang kendali atas emosinya.Persetan soal pura-pura tidak tahu dan mengikuti permainan mereka sampai selesai! Airish sudah terlanjur marah, yang ada sekarang hanyalah keinginan untuk melabrak kedua manusia itu secara langsung.Satu kali tepuk, dua nyamuk mati di telapak tangannya!Sementara Airish menahan emosinya yang menuntut ingin segera diluapkan, Juna dan Lea sepertinya masih belum menyadari kehadiran Airish dan Ray yang sedang berdiri di depan kafe dengan mata memandang lurus ke arah mereka.Sampai akhirnya ... laki-laki yang mengenakan hoodie dan topi itu pun mendongak ke depan hingga matanya bertemu pandang dengan wanita dan laki-laki di depan sana, membuatnya seketika kehilangan senyum di sudut bibirnya yang tadi sempat terlukis saat dia mengobrol dengan Lea.Selain kehilang
Segala sesuatu mengenai hubungan Juna dan Lea memang selalu terasa menyakitkan baginya. Selalu. Hanya saja ... rasa sakitnya menjadi berkali-kali lipat lebih besar setelah melihat pemandangan itu secara langsung.Selama ini Airish hanya bisa membayangkan seperti apa jadinya kalau Juna berkencan dengan Lea di belakangnya secara diam-diam. Saling menggenggam, saling berbagi senyum dan tawa, saling mendekap, mencium, atau bahkan lebih dari itu?Tadi, beberapa menit yang lalu—sebelum Airish memutuskan masuk ke mobil Ray untuk diantar pulang—dia menyaksikan langsung bagaimana Juna dan Lea akhirnya ketahuan berkencan di depan mata dan kepalanya sendiri.Airish hilang kesabaran dan tak memiliki kendali untuk menahan diri dari emosi yang meradang tanpa permisi—menyerang rongga dadanya tanpa memukul genderang perang.Sampai-sampai, tak ada pilihan baginya selain melabrak kedua manusia itu secara langsung.Airish menghela napas lelah, menghadapkan wajahnya ke jendela mobil yang menampilkan bang
Hampir saja Airish ingin membuka kunci pintu rumahnya, tapi niat itu segera diurungkan karena ternyata rumahnya tidak dikunci. Juna sepertinya sudah pulang lebih dulu darinya.Airish mengembuskan napas, melirik hampa kunci duplikat rumah di genggamannya yang sengaja diberi gantungan keroppi yang didapat dari Juna beberapa waktu lalu, membuat dadanya sesak seketika.Kata Juna, "Aku ngeliat gantungan keroppi ini lucu banget, jadi aku inget sama kamu. Soalnya sama-sama lucu."Cih! Apakah ucapan Juna terdengar meyakinkan?Pada saat itu, iya. Tapi sekarang tak lebih dari sekadar omong kosong di telinga Airish.Usai membuka pintu—dan tak lupa memasukkan kunci duplikat rumah ke dalam tasnya—Airish pun memasuki rumah, melangkah dengan tenang melewati beberapa ruangan, hingga menemukan Juna sedang duduk di sofa ruang tengah sambil menangkupkan kedua tangan di wajah. Di atas meja di depan Juna, ada sebotol vodka serta sebungkus rokok yang dilengkapi korek api.Tampaknya Juna benar-benar sedang
GOSIP TERPANAS!‘HEBOH! Aktor Terkenal Arjuna Basupati Ketahuan Selingkuh dengan Sahabat Istrinya Sendiri, Begini Kronologinya!’Seorang laki-laki mengempaskan koran dengan gerakan kasar ke atas meja. Tadi pagi dia sudah membaca isi berita hangat tersebut. Sekarang, dia berkesempatan membacanya di hadapan narasumbernya langsung.Namun, belum sampai membaca isinya, laki-laki ini sudah naik pitam duluan saat membaca judulnya."Saya benar-benar kecewa sama kamu, Jun." Sambil menyandarkan tubuhnya pada punggung sofa, laki-laki ini, Adi menatap sengit Juna yang kini duduk di sofa seberang.Juna, seraya menangkupkan kedua tangan di antara pangkal hidung dan mulut—menopang siku di atas paha—tak berani membalas tatapan tajam kakak sepupunya yang diselimuti amarah.Percaya atau tidak, entah ini sungguhan atau hanya bagian dari akting saja, Juna terlihat frustrasi. Kacau. Wajahnya pucat pasi, dihiasi penyesalan. Benar-benar nyaris tak berdaya.Pagi tadi, Adi mengajak Juna bertemu di rumah Diana
Di kantor manajemen, Juna duduk di atas sofa yang berhadapan dengan meja berbahan kayu. Kelihatan kacau. Ditambah lagi, harus mendengar Jeno yang tak henti-hentinya mengoceh.Jeno tengah berdiri di dekat meja, sesekali menggelengkan kepala tanpa tahu harus mengatakan apa agar bisa mengungkapkan keterkejutannya atas perbuatan Juna—yang sekali pun tak pernah dia sangka bisa terjadi.Tadi malam, Jeno membaca artikel yang membahas soal perselingkuhan Juna dan Lea. Banyak sekali artikel yang memuat berita tersebut. Hanya saja, Jeno sudah muak duluan hingga memutuskan tidak membacanya satu per satu.Akibat dari menyebarkan gosip tersebut, ponsel Jeno terus-menerus berdering hampir setiap detik. Banyak panggilan masuk dari awak media yang pastinya ingin meminta konfirmasi atas keaktualan gosip panas tersebut. Tapi, Jeno memilih mengabaikannya, karena tidak mau pusing-pusing mencari penyangkalan."Gue kehilangan kata-kata, Bro." Jeno memijat pelipis, menatap Juna dengan sorot mata yang mengha
Airish duduk di tepi kasur. Mengusap wajah seiring dengan hembusan napas kasar yang keluar dari hidungnya. Berusaha melepas penat, berusaha melepas rasa sakit yang mengobrak-abrik ulu hatinya setelah mendengar pengakuan Lea yang cukup mengejutkan.Cklek!Seseorang membuka pintu kamar, membuat Airish terjaga dan menoleh. Di ambang pintu, tampak Juna sedang berdiri menatapnya. Laki-laki itu baru pulang—entah dari mana—Airish bahkan sudah tak peduli.Derap langkah Juna mengetuk lantai, mengusir keheningan dalam ruangan. Sedangkan, Airish menyambutnya dengan wajah cuek dan dingin. Sesaat melirik Juna, menghela napas, lalu melengos ke sembarang arah.Juna, dikawal wajah frustrasinya, menghampiri Airish. Duduk di sebelahnya. Berharap wanita itu tidak melempari wajahnya dengan barang-barang di sekitar.Juna menoleh, tapi tidak dengan Airish yang masih bersikap abai. "Aku ... minta maaf," ucapnya.Barulah kali ini Airish membalas tatapannya. Malas. "Mau sampai berapa banyak kamu bilang maaf,
Setelah menempuh jarak dalam waktu sekitar tiga puluh menit, Juna akhirnya sampai juga di rumah Demian dan Kiran. Sesaat dia ragu untuk mengetuk pintu, tapi titik kesadaran memaksa tangannya bergerak tanpa harus berpikir lagi. Ada rasa malu yang begitu besar. Namun, sebagai laki-laki, bukankah Juna harus berani menghadapi serta menyelesaikan masalahnya?Baru saja Kiran meletakkan dua cangkir kopi panas di atas meja—untuk Juna dan suaminya—membuat Juna tersenyum getir karena masih saja diperlakukan sebaik ini oleh wanita yang putri sambung satu-satunya telah dia sakiti.Padahal, sah-sah saja jika kedatangan Juna disambut dengan caci-maki, tatapan benci, atau bahkan diludahi tepat di garis wajahnya. Tapi Kiran dan Demian tidak melakukan itu. Mereka masih punya hati. Tidak seperti Juna yang hatinya entah digadaikan ke mana.Kiran duduk di sofa yang berhadapan dengan Juna, sedangkan di sebelah kanan sudah ada Demian yang sejak tadi menemani Juna di ruang tamu."Papa, Mama ...." Juna tak b
"Kamu yakin, bercerai dengan Juna adalah satu-satunya jalan yang harus kamu pilih?" Diana, dengan raut wajah yang tak tergambar, menatap ambigu Airish seraya mengajukan satu pertanyaan.Airish terdiam ditanya seperti itu oleh wanita yang masih menjadi ibu mertuanya—setidaknya sampai detik ini. Seraya menghela napas, ia memainkan jari-jemari di atas sofa empuk yang didudukinya.Apa pun yang terjadi, sekuat apa pun hati kecilnya meraung ingin dipersatukan dengan Juna seperti dulu. Namun, demi kecewa yang terlanjur merobek asa, serta demi luka yang terlanjur merengkuh jiwa, ia harus bergegas pergi untuk menyembuhkan patah hati terhebat yang dipersembahkan oleh Juna dan Lea.Semoga saja ... pedihnya cepat berlalu, pulihnya cepat bertemu."Maaf, Mommy. Keputusan ini ... sudah bulat," kata Airish. Parau suaranya membisikkan pilu dari relung hati yang paling dalam. "Aku memikirkan ini nggak cuma satu atau dua hari, tapi berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Orang bilang, nggak ada obat untu