GOSIP TERPANAS!‘HEBOH! Aktor Terkenal Arjuna Basupati Ketahuan Selingkuh dengan Sahabat Istrinya Sendiri, Begini Kronologinya!’Seorang laki-laki mengempaskan koran dengan gerakan kasar ke atas meja. Tadi pagi dia sudah membaca isi berita hangat tersebut. Sekarang, dia berkesempatan membacanya di hadapan narasumbernya langsung.Namun, belum sampai membaca isinya, laki-laki ini sudah naik pitam duluan saat membaca judulnya."Saya benar-benar kecewa sama kamu, Jun." Sambil menyandarkan tubuhnya pada punggung sofa, laki-laki ini, Adi menatap sengit Juna yang kini duduk di sofa seberang.Juna, seraya menangkupkan kedua tangan di antara pangkal hidung dan mulut—menopang siku di atas paha—tak berani membalas tatapan tajam kakak sepupunya yang diselimuti amarah.Percaya atau tidak, entah ini sungguhan atau hanya bagian dari akting saja, Juna terlihat frustrasi. Kacau. Wajahnya pucat pasi, dihiasi penyesalan. Benar-benar nyaris tak berdaya.Pagi tadi, Adi mengajak Juna bertemu di rumah Diana
Di kantor manajemen, Juna duduk di atas sofa yang berhadapan dengan meja berbahan kayu. Kelihatan kacau. Ditambah lagi, harus mendengar Jeno yang tak henti-hentinya mengoceh.Jeno tengah berdiri di dekat meja, sesekali menggelengkan kepala tanpa tahu harus mengatakan apa agar bisa mengungkapkan keterkejutannya atas perbuatan Juna—yang sekali pun tak pernah dia sangka bisa terjadi.Tadi malam, Jeno membaca artikel yang membahas soal perselingkuhan Juna dan Lea. Banyak sekali artikel yang memuat berita tersebut. Hanya saja, Jeno sudah muak duluan hingga memutuskan tidak membacanya satu per satu.Akibat dari menyebarkan gosip tersebut, ponsel Jeno terus-menerus berdering hampir setiap detik. Banyak panggilan masuk dari awak media yang pastinya ingin meminta konfirmasi atas keaktualan gosip panas tersebut. Tapi, Jeno memilih mengabaikannya, karena tidak mau pusing-pusing mencari penyangkalan."Gue kehilangan kata-kata, Bro." Jeno memijat pelipis, menatap Juna dengan sorot mata yang mengha
Airish duduk di tepi kasur. Mengusap wajah seiring dengan hembusan napas kasar yang keluar dari hidungnya. Berusaha melepas penat, berusaha melepas rasa sakit yang mengobrak-abrik ulu hatinya setelah mendengar pengakuan Lea yang cukup mengejutkan.Cklek!Seseorang membuka pintu kamar, membuat Airish terjaga dan menoleh. Di ambang pintu, tampak Juna sedang berdiri menatapnya. Laki-laki itu baru pulang—entah dari mana—Airish bahkan sudah tak peduli.Derap langkah Juna mengetuk lantai, mengusir keheningan dalam ruangan. Sedangkan, Airish menyambutnya dengan wajah cuek dan dingin. Sesaat melirik Juna, menghela napas, lalu melengos ke sembarang arah.Juna, dikawal wajah frustrasinya, menghampiri Airish. Duduk di sebelahnya. Berharap wanita itu tidak melempari wajahnya dengan barang-barang di sekitar.Juna menoleh, tapi tidak dengan Airish yang masih bersikap abai. "Aku ... minta maaf," ucapnya.Barulah kali ini Airish membalas tatapannya. Malas. "Mau sampai berapa banyak kamu bilang maaf,
Setelah menempuh jarak dalam waktu sekitar tiga puluh menit, Juna akhirnya sampai juga di rumah Demian dan Kiran. Sesaat dia ragu untuk mengetuk pintu, tapi titik kesadaran memaksa tangannya bergerak tanpa harus berpikir lagi. Ada rasa malu yang begitu besar. Namun, sebagai laki-laki, bukankah Juna harus berani menghadapi serta menyelesaikan masalahnya?Baru saja Kiran meletakkan dua cangkir kopi panas di atas meja—untuk Juna dan suaminya—membuat Juna tersenyum getir karena masih saja diperlakukan sebaik ini oleh wanita yang putri sambung satu-satunya telah dia sakiti.Padahal, sah-sah saja jika kedatangan Juna disambut dengan caci-maki, tatapan benci, atau bahkan diludahi tepat di garis wajahnya. Tapi Kiran dan Demian tidak melakukan itu. Mereka masih punya hati. Tidak seperti Juna yang hatinya entah digadaikan ke mana.Kiran duduk di sofa yang berhadapan dengan Juna, sedangkan di sebelah kanan sudah ada Demian yang sejak tadi menemani Juna di ruang tamu."Papa, Mama ...." Juna tak b
"Kamu yakin, bercerai dengan Juna adalah satu-satunya jalan yang harus kamu pilih?" Diana, dengan raut wajah yang tak tergambar, menatap ambigu Airish seraya mengajukan satu pertanyaan.Airish terdiam ditanya seperti itu oleh wanita yang masih menjadi ibu mertuanya—setidaknya sampai detik ini. Seraya menghela napas, ia memainkan jari-jemari di atas sofa empuk yang didudukinya.Apa pun yang terjadi, sekuat apa pun hati kecilnya meraung ingin dipersatukan dengan Juna seperti dulu. Namun, demi kecewa yang terlanjur merobek asa, serta demi luka yang terlanjur merengkuh jiwa, ia harus bergegas pergi untuk menyembuhkan patah hati terhebat yang dipersembahkan oleh Juna dan Lea.Semoga saja ... pedihnya cepat berlalu, pulihnya cepat bertemu."Maaf, Mommy. Keputusan ini ... sudah bulat," kata Airish. Parau suaranya membisikkan pilu dari relung hati yang paling dalam. "Aku memikirkan ini nggak cuma satu atau dua hari, tapi berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Orang bilang, nggak ada obat untu
"Minum dulu!"Airish mendongak, menatap sekaleng minuman soda yang baru saja disodorkan oleh Ray.Tadi, sekitar kurang dari satu menit yang lalu, Ray meminta izin kepada Airish untuk pergi sebentar—yang Airish tidak mau tahu ke mana perginya—dan sekarang laki-laki itu telah kembali membawa dua kaleng minuman soda untuk mereka berdua."Makasih." Dengan sekali gerakan, Airish menerima minuman pemberian Ray, lalu pria itu duduk di sebelah kanannya—di atas tembok berukuran rendah yang sengaja dibuat untuk membatasi jarak dengan toko sebelah.Diantar oleh Ray, kini Airish berada di toko fotokopi untuk mencetak dokumen-dokumen penting sebelum mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama. Saat memutuskan berpisah dengan Juna, Airish benar-benar sudah memikirkan hal tersebut dari jauh-jauh hari. Hingga dirinya yakin bahwa penyesalan tak akan menyusul di kemudian hari, maka detik itu juga ia mengutarakan keinginannya kepada orang-orang di sekitar.Sebelum berita ini meluncur ke awak media, Air
Juna yakin sekali bahwa wanita yang dilihatnya keluar dari dalam ruang dokter kandungan adalah Lea. Ia hafal betul raut wajah bahkan cara Lea berjalan sekalipun. Mata laki-laki ini juga masih normal, tidak mungkin salah orang."Lea?"Setelah berhasil mengikis jarak, Juna memberanikan diri untuk memanggil, membuat wanita itu berhenti melangkah lalu menoleh ke belakang. Tepat sekali dugaan Juna. Ternyata itu memang benar Lea, mantan kekasih gelapnya pada waktu itu.Sesaat Lea tertegun mendapati seseorang yang kini ada di hadapan matanya. Sama sekali tak menyangka akan bertemu Juna di sini. Namun, rasa terkejut itu segera ia hempaskan. Berganti ekspresi cuek seiring dengan hembusan napas kasar. Saat itu pula, ia melengos, memalingkan wajah dari Juna. Entah apa alasannya. Satu hal yang pasti, ia sudah malas berurusan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan Juna."Kamu ... kamu ngapain di sini, Le?" tanya Juna setengah ragu. "Tadi aku lihat kamu keluar dari ruang dokter kandungan."Le
Juna baru saja masuk ke dalam kamar rawat Diana saat Airish masih duduk di atas kursi bundar dekat ranjang pasien. Ia berjalan mendekat, setelah bola matanya bertemu pandang dengan tatapan dingin Airish yang ... sudah lama sekali, tak pernah sehangat dulu."Mom, maaf ya nggak bisa lama-lama di sini. Aku harus pulang sekarang," kata Airish. Wanita itu tahu, situasi akan berubah canggung kalau ia berada pada satu ruangan yang sama dengan Juna. Terlebih lagi, mereka tak mungkin bertengkar di hadapan Diana yang kondisinya saat ini sedang tidak baik-baik saja.Airish bangkit dari duduknya, lalu mengecup punggung tangan Diana dengan sopan. "Semoga Mommy cepet sembuh, ya. Makan yang banyak."Diana sersenyum, sedangkan Juna masih berdiam diri memperhatikan kedua manusia di hadapannya."Makasih udah meluangkan waktu buat jengukin Mommy," ujar wanita itu diiringi perasaan senang."Sama-sama, Mom." Airish berbalik badan, nyaris meninggalkan ruangan jika saja posisi Juna berdiri tidak berada tepa