Pada akhirnya, Airish mengantar Lea pulang ke rumahnya. Walau bagaimanapun, Airish tetap tidak tega meninggalkan Lea seorang diri di jalanan dalam kondisi kram perut.Mereka telah sampai di area pelataran rumah Lea."Kamu ... bisa, Le?" tanya Airish ketika melihat wanita itu hendak turun dari mobil.Lea menghentikan pergerakan, menoleh pada Airish yang kelihatan masih mengkhawatirkan dirinya. Membuatnya semakin merasa bersalah, karena ternyata Airish masih menjadi orang yang paling peduli padanya.Setelah diam beberapa detik, Lea pun mengangguk. "Aku baik-baik aja, kok," katanya. Nada suaranya terdengar canggung dan dingin. Akan tetapi, siapa sangka, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Lea sangat menyesali segala perbuatan jahatnya terhadap Airish.Mendengar jawaban Lea, Airish menghela napas lega. Itu artinya, janin di dalam kandungan Lea baik-baik saja, bukan?"Rish ...?"Airish menatap Lea semakin dalam. Wanita itu baru saja mengeluarkan suara untuk memanggil namanya. Membuatny
Airish baru saja memasukkan ponsel ke dalam tas—setelah menghubungi Lea via telepon untuk menanyakan wanita itu berada di meja nomor berapa.Iya, mereka sudah membuat janji untuk bertemu di salah satu kafe di Jakarta.Walaupun Airish sudah berkali-kali menolak dan menghindari pertemuan dengan Lea, tetapi Lea bersikeras ingin mengajaknya bertemu. Wanita itu juga mengatakan bahwa ada sesuatu yang sangat penting untuk diberitahukan kepadanya. Jadi, Airish akhirnya menyerah atas penolakan yang tak kunjung menggoyahkan usaha Lea."Maaf lama," ucap Airish saat dirinya baru saja duduk di kursi yang berhadapan dengan Lea."Nggak masalah," balas Lea seraya menyelipkan senyuman tipis. "Kamu mau pesen apa?""Bebas."Lea pun memanggil waitress, menyebutkan makanan dan minuman yang ingin dia pesan, lalu waitress itu segera berlalu usai mencatat pesanan Lea.Airish meletakkan tas di sisi meja, sedangkan Lea tampak menggigit bibir bawahnya, mencoba bersikap tenang di hadapan Airish."Kamu mau ngomong
Sambil menggenggam map berisi surat cerai yang siap ditandatangani, Airish datang ke kafe yang telah dipilih oleh Juna. Ya, mereka sudah membuat janji untuk bertemu. Bukan karena ingin mengenang kisah lalu, melainkan untuk mengakhiri hubungan dan berhenti saling menyakiti.Airish tahu, hari ini akan tiba. Hari di mana dia harus melepas Juna sebagai suaminya.Dengan satu tarikan napas panjang yang kemudian dia hembuskan secara perlahan, Airish meyakini perasaannya kepada Juna sudah benar-benar mati."Maaf telat."Suara khas seorang pria yang sejak tadi dia tunggu-tunggu, membuat Airish mendongak dan mengalihkan perhatian dari layar ponsel yang menampilkan video reels Instagram.Akhirnya Juna tiba, setelah hampir setengah jam Airish menunggu. Bahkan dia sudah mulai bosan. Namun, mengingat ini akan menjadi hari terakhir baginya menjalani biduk rumah tangga dengan Juna, maka segala keterlambatan Juna akan dia maafkan.Airish menghela napas. Mencoba memperlihatkan senyum di sudut bibirnya—
Juna berada di kedai yang dulu pernah dia kunjungi bersama Airish. Sebuah kedai nasi goreng di tepi jalan. Meski tempatnya terlihat sederhana, tetapi rasanya sangat layak untuk direkomendasikan.Setiap sendok nasi goreng tersebut mengantarkan Juna kepada kenangan tentang Airish. Masih teringat jelas dalam memorinya, bagaimana cara Airish tertawa, bercerita, lalu mengunyah makanan dengan penuh syukur.Juna menoleh ke seberang jalan. Kehadiran wanita tua yang sedang duduk di depan rumah minimalis—sambil melihat buku di tangannya—sukses menarik perhatian Juna.Juna ingat, dulu ... Airish pernah mengatakan bahwa dia merasa penasaran dengan apa yang sedang dilakukan oleh wanita tua tersebut.Mengenai hal-hal yang terkadang membuat wanita tua itu tersenyum, atau bahkan tampak mengusap sudut-sudut matanya seperti tengah menangis. Airish ingin bertanya bagaimana kabar wanita tua itu, juga mengenai segala kesulitan yang mungkin ... hanya bisa ditanggung seorang diri olehnya.Usai menghabiskan
Malam ini, Airish mendatangi rumah yang dulu pernah menjadi saksi bisu atas segala manis dan pahitnya kenangan selama lebih dari dua tahun dia menikah dengan Juna.Bukan tanpa alasan dia menginjakkan kaki ke rumah ini. Bukan juga karena ingin bertemu dengan Juna, melainkan ... untuk mengemas pakaian yang masih tertinggal di sana.Airish mengeluarkan gantungan kunci lucu berbentuk keroppi. Hadiah kecil yang pernah diberikan oleh Juna kepadanya, sebelum Juna membanting kepercayaannya hingga hancur tak bersisa.Dengan sedikit ragu-ragu, Airish memasukkan kunci pada lubang pintu, memutarnya perlahan, lalu menarik handle ke bawah setelah kuncinya berhasil terbuka.Kalau dia masuk tanpa izin terlebih dahulu kepada Juna, tidak apa-apa, 'kan? Toh, mereka juga belum resmi bercerai. Jadi, tidak masalah jika Airish keluar-masuk rumah ini kapan saja.Sambil menyeret koper kosong di tangannya, wanita cantik itu melangkah ke dalam rumah.Airish baru saja masuk ke kamar yang tidak dikunci. Bola matan
Kejadian di malam itu—tepatnya sekitar nyaris satu bulan yang lalu—membawa Airish pada pilihan yang akhirnya membatalkan niat untuk menceraikan Juna. Karena, ia tak bisa menepis perasaan di hatinya bahwa ia masih mencintai Juna dengan amat sangat.Mereka memilih membuang ego masing-masing untuk saling mempertahankan tali pernikahan.Keputusan Airish jelas membuat Juna sangat senang. Begitu pun dengan Diana dan Aisyah, yang mana kedua perempuan itu memang sangat menyukai Airish sejak kali pertama pertemuan mereka beberapa tahun lalu.Airish juga memberitahu Kiran dan Demian. Tidak lupa Elena juga, tentunya. Sebab ketiga orang itu adalah orangtua Airish. Bahkan Kiran yang notabene hanya ibu sambung Airish saja, tetap mencintai Airish seperti anak kandungnya sendiri.Demian dan Kiran menghargai pilihan Airish untuk melanjutkan hubungan dengan Juna. Namun, tidak dengan Elena yang awalnya menentang keras keputusan Airish.Airish tidak menyerah. Bersama Juna di sampingnya, mereka berjuang be
"Sayang, aku hamil!" Di dalam kamar, saat mereka hanya berdua setelah acara makan malam itu selesai, Airish menunjukkan tespek yang memperlihatkan hasil dua garis merah kepada Juna.Setelah penantian selama bertahun-tahun, akhirnya Tuhan mempercayakan mereka untuk menjadi seorang ibu dan ayah.Mata Juna membulat sempurna. Tertegun. Ia mengambil alih tespek dengan tangan gemetar. Berulang kali ia mengucap syukur kepada Tuhan atas anugerah yang dititipkan-Nya di rahim sang istri."Akhirnya setelah sekian lama menunggu, sekarang kamu hamil juga." Juna mengangkat tubuh Airish, menggendongnya dan berputar dengan gerakan hati-hati.Melihat Juna bahagia, Airish tentu ikut bahagia. Sekarang tak ada lagi perasaan yang membuat dirinya merasa menjadi istri yang tak berguna, karena tidak bisa memberikan anak untuk Juna.Juna duduk di tepi kasur, membawa Airish ke atas pangkuan. Satu tangannya melingkar di pinggang wanita cantik itu. "Sekarang kamu nggak boleh capek-capek. Pokoknya semua pekerjaan
"Kamu yakin, tadi Airish pergi bilangnya cuma mau beli susu?" Sambil menggendong Shandy, Juna memandang serius pada wajah Kinan."Yakin, Mas." Wanita itu mengangguk pasti. "Soalnya tadi Shandy nangis terus. Kata Mbak Airish, asinya nggak keluar, makanya dia pergi beli susu formula."Dengan tubuh gemetar, Juna berusaha menopang bobotnya agar tetap seimbang. "Tapi udah berjam-jam, Nan. Kenapa dia belum pulang juga?" Raut panik mendominasi wajahnya. "Tadi pas aku ke minimarket buat beli susu, aku juga nggak ketemu sama Airish. Sebenernya dia ke mana, sih?"Kinan menggigit bibir bawah. Memainkan kuku-kukunya dengan perasaan cemas. "Aku juga nggak tau, Mas. Semoga aja Mbak Airish cepat pulang," ucapnya penuh harap.Juna menghela napas panjang. Ia meminta tolong sejenak pada Kinan untuk memegang Shandy, sementara dirinya akan membuatkan susu formula.“Ssstt .... Ssstt .... Ini susunya, Sayang.” Juna menyumpal mulut Shandy dengan botol susu. Kemudian, ia menatap Kinan. "Aku mau nyari Airish