Juna menggenggam erat telapak tangan putri tercintanya. Mencoba menyunggingkan senyuman kecil, walau sebenarnya ia tahu itu tidak berarti apa-apa untuk membuat Shandy terbangun dari koma.“Alasan kenapa Ayah harus tetap berkerja, itu karena kamu. Ayah nggak tahu harus melakukan apa tanpa kamu. Jadi, untuk itu … kamu harus bangun! Kamu adalah putri kecil Ayah yang sangat manis dan pintar. Jangan pernah tinggalin Ayah seperti yang dilakukan Bunda terhadap kita. Sekarang Ayah sudah mulai terbiasa meskipun tanpa Bunda. Jadi, Shandy ...”—sejenak Juna menunda ucapannya untuk mengambil napas—“bangun dan tataplah Ayah! Tersenyumlah bersama Ayah. Kita lewati kesulitan ini dengan canda tawa yang tersisa. Karena Ayah … nggak butuh yang lainnya saat ada di dekatmu.”Juna menangis. Sedih, khawatir, cemas, takut, panik dan masih banyak perasaan lain untuk menggambarkan suasana hati Juna saat ini. Air matanya meluncur bersama isakan-isakan kecil yang semakin tak tertahankan. Ia menunduk lemah seraya
Airish membaca lirik lagu yang diberikan oleh seorang produser musik padanya. Sebuah lagu dengan judul, ‘Untukmu Aku Bertahan’. Airish diminta untuk mempopulerkan lagu tersebut. Lalu ia menatap sang produser sesaat. “Gimana nadanya?”Laki-laki itu, Reno menyodorkan recorder kepada Airish. Meminta wanita itu untuk memutar rekaman yang sudah diabadikan olehnya, saat sang pencipta lagu, Juna menyanyikannya di café.Airish memutar rekaman tersebut. Mendengarkan suara lembut dengan iringan musik yang begitu menghanyutkan. Tiba-tiba saja … satu hal yang Airish tidak mengerti, yaitu saat kedua matanya terpejam seraya menikmati musik yang mengalun dari recorder tersebut, lalu kepalanya terasa sedikit berat. Pusing.Samar-samar Airish melihat seorang pria yang sedang memainkan gitar sambil menyanyikan lagu dengan penuh perasaan. Seakan-akan lagu itu sengaja dipersembahkan untuknya.Airish meringis. Siapa laki-laki itu?Mata Airish masih tertutup rapat. Ia sudah mencoba mengingat baik-baik siap
“Halo, apa kabar?” Host laki-laki itu tersenyum menjabat tangan Juna.Juna balas tersenyum seraya menyahut, “Kabar baik.” Setelah itu, atas permintaan host, Juna diperkenankan duduk di sebelah Airish.“Nama lengkap Anda Arjuna Basupati, benar?” tanya host memastikan. “Anda adalah mantan aktor beberapa tahun yang lalu, 'kan?”Juna mengangguk dengan kedua tangan saling bertautan di antara lututnya. “Benar.”Sedangkan, wanita yang ada di samping Juna tampak memasang ekspresi tidak percaya. Rupanya pencipta lagu itu adalah Juna. Dan sekarang ada beberapa hal yang membuatnya tidak tenang.Pertama, Alan pasti akan sangat marah jika tahu kalau tamu kejutan untuknya adalah Juna.Kedua, ini tayang secara live, pasti banyak masyarakat yang tak asing lagi melihat paras tampan Juna. Gosip itu … ah, kalangan publik pasti berpikir yang bukan-bukan tentang mereka. Mungkin mengira kalau Juna benar-benar suaminya. Atau bahkan mulai percaya bahwa Reina sebenarnya adalah Airish.“Reina, apa yang ingin A
"Oh, iya, aku punya satu lagu yang aku ciptain khusus buat kamu. Mau denger gak?""Lagu apa, Sayang? Sejak kapan kamu bisa bikin lagu?""Ini lagu hasil kegabutan aku di saat kamu memutuskan untuk cerai dari aku.""Kamu bikin lagu itu untuk aku?""Iya. Gimana? Kamu suka gak? Tapi kamu kenapa malah nangis, sih? Lagunya bikin sedih, ya?""Aku cuma terharu aja. Ternyata selama kita berada pada jalan masing-masing, kamu masih mikirin aku ya?""Pastinya aku sangat memikirkan kamu. Kamu sendiri, gimana? Apa kamu masih mikirin aku selama memilih tinggal di rumah Mama Elena sejak kejadian itu?""Tentu. Meskipun aku bersikeras mau menggugat cerai kamu, nyatanya hati aku sakit banget setiap kali ingat tentang kamu.""Uluh, uluh .... Ternyata ada yang masih cinta sama aku meskipun mau minta cerai.""Enggak lucu! Pokoknya kamu jangan pernah ngulangin kesalahan yang sama, ya. Janji?""Janji, Sayang."......Airish membuka mata. Mengatur napasnya yang berantakan. Tatapannya mengarah pada Juna dengan
Shandy menautkan kedua telapak tangannya sambil memejamkan mata. Seulas senyuman tipis menghiasi pipinya ketika dirinya membuka mata dan selesai memanjatkan do’a sekaligus harapan di hari ulang tahunnya yang ketujuh.Ia sedikit memajukan kepala, meniup api kecil yang membakar ujung lilin. Terakhir, ia menatap kedua orang di hadapannya. Tersenyum riang.“Apa harapan kamu, Shandy?” tanya Kinan. Ikut bahagia melihat bola mata berbinar Shandy.Gadis manis itu menatap Kinan dengan ekspresi yang tidak bisa digambarkan. “Aku mau melihat Ayah tersenyum tulus. Bukan cuma senyuman yang dipaksakan. Berharap Ayah menemukan cinta sejatinya.” Lalu ia beralih sejenak melirik laki-laki yang ada di samping Kinan.Jawaban Shandy membuat suasana tiba-tiba hening. Juna sempat meringis. Kenapa do’a Shandy seperti itu? Apakah Shandy berharap Juna jatuh cinta pada orang lain?Sekedar menghilangkan rasa canggung, Kinan pun terkekeh. Merasa do’a Shandy lucu, padahal tidak sama sekali. “Kenapa kamu enggak mint
Airish membuka lebar kedua matanya. Sudah tidak lagi membungkam telinga. Napasnya tersengal. Ia merasa kalau pipinya dibasahi oleh cairan yang keluar dari pelupuk mata. Sambil menahan isakan, Airish memeluk lututnya dengan sekelumit perasaan yang bercampur aduk.“Juna .…” Lirihan itu terlontar dari bibir Airish. Memaksanya untuk merasakan kesesakan yang lebih dalam.Kenangan yang pernah hilang dan terlupakan kini sudah terkumpul kembali di dalam memori. Membuatnya mengingat sekumpulan masa lalu termanis selama mengenal Juna.Betapa bodohnya dia karena sudah melupakan keping-keping kenangan itu bertahun-tahun lamanya. Membuatnya terpenjara dalam sebuah kedustaan dari laki-laki yang mengaku sebagai orang terdekat di hidupnya.“Alan … kamu benar-benar jahat!” Airish memperlihatkan ekspresi benci saat membayangkan wajah Alan—sosok pria yang selama ini telah membohonginya dan menutupi kebenaran darinya.***Ketiga orang ini terlihat sedang bahagia dengan gelak tawa yang keluar dari mulutny
Airish bermain-main dengan Shandy setelah mengganti pakaian yang basah kuyup akibat terguyur hujan tadi—saat ia berjalan menuju rumah ini tanpa payung ataupun mantel.Mereka menciptakan beberapa obrolan menarik untuk dibahas. Mulai dari kegiatan Shandy sehari-hari, hal apa yang disukai dan dibenci Shandy, makanan favorit Shandy, dan tak terkecuali cerita Shandy selama bersekolah.Dari cara penyampaian Shandy, Airish bisa menyimpulkan kalau buah hatinya itu memang merupakan anak yang sangat pintar.Bola mata Airish merangkak ke arah tembok tatkala Shandy memintanya untuk melihat sebuah kertas yang menempel di tembok. Anak itu berkata bahwa ia telah membuatkan puisi untuk ayahnya—yang tak lain adalah Juna. Dan ia juga mengatakan bahwa Juna menangis setelah membaca puisi buatannya.Airish merasa tidak asing lagi saat membaca puisi yang berjudul ‘Untukmu Ayah’ tersebut. Lalu sepenggal ingatan melintas di otaknya, membawanya pergi menghampiri percakapan singkat antara dirinya dengan Alan.
Alan mulai merenggangkan pelukan. Hingga akhirnya, ia benar-benar membebaskan Airish dari pelukan yang menjeratnya dengan cukup erat. Ia melangkah mundur, terlihat menjauhi kamar tersebut.Sambil mengusap air mata menggunakan punggung tangan, Alan berkata kepada Airish. “Kalau begitu, silahkan pergi! Aku nggak akan melarang kamu untuk meninggalkanku. Jika memang ini akhir dari semua yang telah kita lewati bersama, maka biarkan aku mengakhiri hidupku juga. Kamu boleh meninggalkan aku, dan aku akan meninggalkan duniaku. Karena bagiku … dunia ini sudah berakhir saat kamu memutuskan untuk nggak lagi berada di sisiku.”“Alan, apa yang mau kamu lakukan?” Airish mulai panik. Perasaannya tidak tenang ketika mendengar ucapan terakhir Alan.Alan menghentikan langkah di dekat balkon kamar. Kepalanya menunduk. Membiarkan air mata terus mengalir, lalu ia mulai menaiki balkon. Mungkin yang ada di pikirannya saat ini adalah; semuanya akan selesai setelah ia mati.“Jangan pedulikan aku lagi. Sekarang