Misha tertidur karena kelelahan. Gadis itu terbaring meringkuk di lantai marmer ruangan bekas kamar ibu Andreas yang sedang dibersihkannya.Andreas berjalan mendekat lalu berjongkok di dekat gadis itu. Dia lalu mengamati Misha yang terlihat lelap seolah lupa tempatnya berada. Keringat lembab terlihat di kening dan rambut kemerahan gadis itu. Tanpa sadar, Andreas mengulurkan tangannya mengusap kening Misha."Harusnya kau tidak bekerja berlebihan," gumam Andreas pelan. Mata biru kelam pria itu menyorot lembut menatap gadis yang berniat dihancurkan nya. Sekelumit perasaan sesal disertai cubitan rasa bersalah membuat Andreas mematung dengan tangan masih mengusap rambut gadis itu yang terasa basah."Kenapa harus kau, Misha? Rasanya jadi begitu sulit," gumam pria itu lirih.Misha menggeliat, lalu membuka matanya perlahan. Sepasang mata sebiru samudra menatap Andreas dengan linglung."Andre," ucap Misha dengan suara mengantuk.Andreas menarik napas tajam mendengar namanya dari bibir Misha.
"Ada cemilan manis di kamarmu," bisik Louis Soute saat Andreas pamit istirahat di malam pestanya yang hedonis dan ramai itu."Kau tidak berubah. Sudah kubilang, kalau aku tidak suka perempuan." Andreas tersenyum miring ke arah partner bisnis keluarganya itu.Louis tertawa terbahak-bahak seraya menepuk pundak anak tunggal kawan lamanya itu."Yah, kau tidak berharap aku percaya kan? Kurasa tidak dengan beritamu akhir-akhir ini," ujar pria paruh baya berdarah Perancis itu dengan senyum mengejek.Andreas tergelak, lalu menunduk dengam sedikit salah tingkah. Ya, beritanya dengan Cinderella berambut merah sedang santer di kalangan bisnisnya. Dan jelas, Andreas tidak terlalu keberatan dengan gosip yang memang sengaja dibuat itu.Andreas pergi meninggalkan pesta beberapa menit setelahnya. Rasa bosan pada hingar bingar pesta hedon itu membuatnya lelah bahkan tanpa melakukan apapun. Jadi wajah tampannya terlihat lega saat akhirnya sampai di depan pintu kamar untuknya.110Dia membuka pintu dan
Misha memucat melihat kakak perempuan yang ingin dia lupakan malah muncul di apartemennya kali ini."Bagaimana kau menemukanku?" desis Misha dengan marah. Miranda tersenyum sinis tanpa menjawab, lalu membuka jaket jeans yang dikenakannya dengan santai. Di baliknya dia mengenakan tank top putih ketat yang jelas menunjukkan bentuk dadanya yang tidak memakai bra."Mira, pakaianmu membuatku malu," gerutu Misha sambil melirik tak nyaman kepada Andreas.Miranda terbahak dan memandang adiknya dengan mengejek."Tak usah malu. Lagipula Andreas sudah melihatku telanjang, oh bahkan menyentuhku juga." sinis Miranda dengan kedipan licik ke arah Andreas.Misha tersentak ke arah Andreas dengan wajah pucat. Mata birunya langsung menunjukkan sorot terluka yang membuat Andreas serasa ingin mencekik Miranda yang berbicara seenaknya."Kau sudah selesai?" tanya Andreas dengan nada begitu dingin ke arah Miranda.Pria itu terlihat sedang menahan emosinya saat ini.Kakak kandung Misha itu terkikik dengan ta
"Cari informasi lengkap mengenai Miranda Doner. Aku ingin tahu di mana dia tinggal, siapa mucikari hingga lingkungannya!" Andreas memberikan sebuah perintah tegas pada seseorang yang dihubunginya."Anak Stevan bukan cuma Misha. Aku akan melakukan hal yang sama pada keduanya," Andreas nyaris berbisik pada lawan bicara di ponselnya.Misha yang melihat pria itu menjauh dan terlihat sibuk dengan ponselnya mengernyit penasaran.'Harusnya dia tak di sini jika banyak pekerjaan,' Misha membatin dengan tak enak.Tak lama, Andreas terlihat menyimpan ponselnya dan kembali membantu Misha yang masih mengemasi sisa barang yang akan dibawanya ke rumah pria itu esok hari. Misha diam-diam melirik Andreas yang sedang membantunya sejak beberapa jam lalu hingga tak terasa sekarang sudah hampir malam hari . Untung barangnya tak banyak perabot yang besar dan sulit dibereskan, hingga tidak membuatnya harus repot menyewa truk.Dalam keheningan, Misha menyelami perasaannya untuk laki-laki itu. Ada debaran y
Sesuatu yang mirip rasa takut membuat Andreas nyaris mencengkram kemudinya sekencang mungkin. Dia sudah berkeliling di sekitaran perkakas 24 jam yang dikunjungi Misha awal malam kemarin. Dan tidak ada apapun yang ditemukannya."Maxwell! Aku berhasil mendapat rekaman cctv dari sebuah kedai pizza yang berada di sebrang tempat Misha berada sebelumnya." Alan datang dengan wajah serius dan napas terengah-engah.Andreas bergegas keluar dari mobilnya."Apa yang kau lihat di rekamannya?" tanya Andreas dengan gusar.Alan terdiam. Bukannya menjawab, dia malah memandang sepupunya dengan gelisah."Andre, kau tidak..." Alan menghentikan ucapannya saat melihar sorot murka di mata sepupunya."Tidak! Aku tidak melakukan apapun yang bisa membuatnya celaka, Xavier!" desis Andreas dengan kesal. Alan mengangguk lega tanpa berkomentar. Ya, dia akan berusaha percaya pada sepupunya itu. Bagaimana pun Andre tidak akan sejahat itu pada Misha."Ada 2 orang yang membawa Misha dari cctv yang kulihat," Alan seol
Andreas berlari menuju rumah sakit dengan hati yang berat. Setiap detik terasa sangat lama baginya. Apalagi melihat Misha malah terlihat semakin pucat selama perjalanan tadi.Saat dia tiba di rumah sakit, dia segera menuju ruangan baru tempat Misha dirawat. Wanita itu sempat dalam kondisi kritis akibat racun yang dikonsumsinya. Setelah mendapat penanganan serius beberapa jam, akhirnya dokter memindahkannya ke sebuah ruang ICU yang justru menambah kecemasan Andreas pada kondisi gadis itu."Aku akan masuk," ujar Andreas pada perawat perempuan yang berjaga."Tidak bisa, Mr. Maxwell. Kondisinya tidak baik saat ini," jawab si perawat dengan tegas."Tunggu selama 1 jam. Jika dia stabil, aku akan meminta izin khusus agar kau bisa masuk ke sana," lanjut perawat itu dengan senyum ramah.Andreas mengalah dan duduk di depan ruangan itu tanpa mengeluh lagi.Sekitar 2 jam setelahnya, setelah mendapat izin khusus Andreas diizinkan masuk dengan didampingi seorang petugas medis. Akhirnya dia bisa meli
"Apa yang kau lakukan?" Eddie menerobos apartemen Miranda yang beberapa bulan ini jadi simpanannya.Miranda yang tengah tertidur seketika tersentak bangun dan menatap pria paruh baya yang menjadi sumber uangnya dengan bingung."Apa maksudmu?" tanya perempuan itu."Maxwell akan menendangku dalam rapat akhir direksi. Dia bilang itu bayaran karena kau menyentuh pacarnya!" Hardik pria itu dengan kesal.Mata Miranda melebar kaget, dia tentu tidak akan menyangka jika perbuatannya akan terlacak dengan cepat."Aku tidak melakukan apapun, Ed," kilah perempuan itu dengan gugup.Eddie Morgan berkacak pinggang dengan kesal ke arah wanita itu."Kau benar-benar bodoh. Aku harus keluar banyak uang untuk lolos dari kasusku dengan si brengsek Maxwell. Dan sekarang kau malah menjerumuskanku lagi pada bajingan itu!" Bentak Eddie dengan marah.Miranda menelan ludah dengan sedikit takut. Jadi dengan manja perempuan itu bangun dan menghampiri pria separuh tua yang menjadi sumber materi pentingnya akhir-akh
"Putuskan kontrak kerja Misha Aileen! Usahakan dia tidak bisa melamar pekerjaan di manapun lagi di kota ini!" Andreas menutup panggilannya setelah memberi perintah terakhir pada salah satu orang yang selalu mengerjakan tugas darinya secara diam-diam.Pria itu lalu termenung sendiri di ruang kerjanya di sebuah stasiun televisi berita ternama. Rencananya masih berlanjut pada Misha. Bedanya kini setiap kali dia bertindak, rasa tak nyaman selalu mengganggunya."Kau sudah mendapatkan gadis itu. Bukankah tindakanmu tadi berlebihan?" Andreas tersentak kaget melihat sepupunya yang tiba-tiba masuk dengan wajah kesal. "Berhentilah ikut campur, Xavier!" desis Andreas tak suka."Apa lagi yang kau butuhkan? Misha sudah ada di rumahmu, dia bahkan sudah mulai menggantungkan hidupnya darimu. Apa itu tidak cukup?" Sinis Alan sambil duduk di kursi di depan meja kerja saudaranya itu.Andreas termenung. Dia merasa masih ada yang kurang. Misha harus sepenuhnya jadi miliknya dan ada di bawah kendalinya