"Joan maunya lauk apa?"Lama Joan menatap berbagai macam lauk, terlalu banyak yang Dania masak. Wajarlah wanita itu sangat hobi mencoba menu-menu baru."Hm, ayam goreng dan sayur sup saja.""Jona juga mau makan ya?" Joan berusaha menghibur Jona yang masih memasang ekspresi lesu, mungkin bayi kecil itu masih mengumpulkan nyawa.Dania tersenyum tipis menatap Joan yang bahkan sudah memancarkan aura seorang ayah yang baik di matanya."Kamu anggap Jona apa?"tanya Dania dengan suara pelan membuat Kiana langsung menoleh dengan memgeriyitkan keningnya."Anak adopsi,"jawab Joan singkat."Kau menganggapnya sebagai adik?"tanya Dania sekali lagi kini memasang ekspresi datar.Mendengar itu Joan tersenyum tipis lalu mencium lembut kepala Jona."Joan lebih suka memanggilnya putri kecil daripada adik kecil," ucapnya lalu kembali menoleh menatap Dania."Joan … ayo ke KUA sekarang, mama mau kamu jadi menantu mama! Ayo cepat, atau mama bawakan penghulunya kesini. Nanti resepsinya habis wisuda saja,"ucap Da
Alen : bagaimana hubungan mu dengan Joan? Semakin Baik-baik saja, kan?Sebenarnya maksud dari pertanyaan Alen itu adalah sebaliknya, Alen berharap hubungan Kiana dan Joan masih buruk. agar Kiana tidak datang bersamaan dengan Joan, setidaknya ia bisa langsung menuntun Kiana ke area belakang dengan lancar tanpa hambatan. Kiana : Iya sangat baik-baik saja, kami baru belanja dress code untuk di pakai ke pesta ulang tahunmu nanti. Ekspresi Alen berubah drastis, rahangnya mengeras berusaha menahan emosi."Sialan! Bagaimana caranya menghancurkan setan itu!" Alen memecahkan cermin yang ada di kamarnya dengan satu tinjuan, tangannya berubah merah dengan serpihan cermin yang melukai tangan kekarnya.Ia langsung membuang ponselnya dengan kasar, setelah itu melonggarkan kerah bajunya.Beberapa pekerja di rumah Alen hanya bisa menatap penuh ketakutan, tak ada satupun yang berani mendekati lelaki tampan itu yang dalam keadaan emosi meledak-ledak seper
"Mama takut tidur sendirian di rumah kamu,"ucap Kiana memasang ekspresi memelas agar Joan mengasihaninya.Joan menghela nafas dalam-dalam, sebenarnya ia tak mau lagi ada adegan tubuhnya dan Kiana berjarak sangat dekat."Jona belum tidur, mama bisa bawa dia ke kamar Kiana,"tegas Joan penuh harapan, tolong jangan suruh dirinya untuk menggendong tubuh Kiana bak seorang pasutri baru."...."Dania tak merespon, ia berusaha memikirkan sesuatu."jadi Joan tetap pindahkan Kiana?"tanya Joan sekali lagi, jika menunggu Dania selesai berpikir. Malah memakan waktu yang cukup lama dan pasti jawaban wanita paruh baya itu akan tetap sama."Iya, tolong ya?"pinta Dania dengan suara lembut.Joan akhirnya mengalah, hal begitu saja menjadi pikiran berat untuk Dania. Wanita paruh baya itu memang tak berniat untuk mengubah keputusannya jika sudah tepat.Dengan perasaan resah dan detak jantung yang semakin kencang, Joan perla
Joan semakin melebarkan senyumnya, rasa senangnya tak dapat ia utarakan lagi."Baik, bunda bagiamana? Joan lihat bunda sepertinya sangat lelah," Joan memandangi wajah Vera dengan seksama, mata wanita paruh baya itu sedikit berkantung serta tatapannya yang terlihat lesu."Ah tidak, bunda baik-baik saja. Hanya beberapa hari ini ada orang yang seperti mengintai rumah, bunda jadi tidak bisa tidur dengan nyeyak," jelas Vera, ia memang lebih sering tidur sendirian karena ayah Joan yang sering begadang di kantor.Kening Joan berkerut, kini ada rasa tak tenang berada jauh dari kedua orang tuanya."Orang asing? Sudah berapa hari?" Tanya Joan keheranan setelah berita palsu kini teror apa lagi yang di berikan pada kedua orang tuanya. teror yang mungkin mulai membahayakan nyawa. "Sudah 2 harian ini, beberapa orang juga sering iseng memencet bel rumah."tatapan Joan perlahan sayu, kedua alisnya berkerut menatap wajah Vera dari layar ponselnya."Bunda jaga diri ya? Kalau perlu tempatkan pengawalan di
Vera kembali melakukan panggilan telepon, berulang kali wanita itu berusaha agar Joan kembali mengangkat telepon itu."Astaga … sekarang aku harus bagaimana?" Joan menggaruk-garuk kepalanya berusaha berpikir keras.Vera kembali mengirim pesan pada Joan, wanita itu memaksa Joan untuk menjelaskan semuanya dengan sejujur-jujurnya.Vera : Joan, tolong jelaskan pada bunda dengan jujur kamu di mana!? Joan : Joan jelaskan besok ya? Tolong jangan khawatir, Joan tahu batasannya. Tenang saja.Joan menyandarkan tubuhnya ke dinding membayangkan bagaimana bisa anak tunggal seorang konglomerat tiba-tiba menggendong seorang bayi perempuan tanpa seorang istri."Argg!! Bagaimana kalau ayah sampai tahu! Tapi tak apalah, tabungan dari Eyang masih banyak. Tunggu … tabungan dari Eyang sisa berapa ya? Apa itu cukup membeli sebuah rumah besar? Atau beberapa biji mobil sport?" Pikiran Joan kemana-mana, apa anak ini buta? T
Tepat saat tangan Joan di genggam oleh Kiana, lelaki tampan itu segera menarik tubuh Kiana hingga akhirnya jatuh ke dalam kolam.Byurr!"JOAN!!!" Teriak Kiana, ia berusaha menggerakkan tangan dan kakinya agar tak tenggelam."Sini, sini … makanya belajar berenang," Joan tertawa menatap Kiana seperti anak kucing yang tercebur ke dalam air. Dengan cepat Kiana memeluk tubuh Joan dengan tubuhnya yang menggigil kedinginan."Bodoh! Bodoh, maksud kamu apa? Mau aku mati?"Kiana memukul-mukul dada bidang milik Joan, ia mulai menangis sesenggukan. sudah tahu dirinya pendek, malah di cempukngkan ke kolam sedalam 2 meter."Heh! Heh, ini kenapa?" Dania berlari tergesa-gesa masih memegangi spatula menghampiri Joan dan Kiana. suara teriakan Kiana terdengar sampai dapur, mengejutkan Dania yang tengah asyik memasak."Joan …! Mau bunuh Kiana …,"tangis Kiana pecah, ia berusaha mencari perhatian dari Dania agar menghukum
"Ayolah Kiana! Angkat, apa kedua tanganmu itu sulit sekali untuk mengangkat telfon dariku!?"gerutu Joan, sudah puluhan kali ia menelpon gadis itu namun satu panggilan pun tak di jawab olehnya.Tiba-tiba pandangan sang dosen tertuju pada Joan, memang sedari tadi lelaki tampan itu terlihat sibuk sendiri."Joan? Sedari tadi saya lihat kamu sepertinya sibuk sekali dengan ponselmu, kenapa?"tanyanya dengan ekspresi datar."Tidak Pak, beberapa hari ini nomor asing sering muncul di notifikasi layar handphone saya,"ucap Joan malu-malu, kini pandangan semua mahasiswa tertuju padanya."Penggemar kamu itu! Makanya jangan punya wajah tampan," ucap Pak dosen lalu tertawa terbahak-bahak, apa yang lucu? Beberapa mahasiswa pun tertawa keheranan."Haha … terdengar garing," Joan ikut tertawa kecil mendengar itu, tidak ada yang lucu namun dosen itu tertawa, Aneh sekali."Oke, baik. Maaf, kita lanjutkan materinya lagi."K
Alen menepuk-nepuk dada bidang Joan."Santai, sabar … apa maksudmu berita palsu? Saya menyebarkan berita tentang apa?" Tanya Alen dengan raut wajah memelas."Jangan pura-pura bodoh! Alen sang anak konglomerat merat yang memiliki penyakit kejiwaan!"teriak Joan dengan suara berat, namun ekspresi Alen kini benar-benar datar, Tak ada rasa takut atau amarah yang menguasainya.Alen lalu menyeringai."Oh, berita itu. Kenapa? Kau tak menyukainya? Uh … saya hanya bermain-main, santailah," ia lalu tertawa kecil tepat di depan wajah Joan.Emosi Joan semakin meledak-ledak mendengar ucapan Alen, mulutnya enteng sekali berucap seperti itu."Sebagai seorang lelaki, cara bermainmu seharusnya tak seperti ini! Pecundang gila!" Ia lalu menghempas genggamanny dari kerah baju Alen, menatap lelaki tampan itu dengan tajam berusaha mengatur nafasnya yang terengah-engah.Alen mendekatkan wajahnya pada Joan, ia berucap."Lalu harus bagaimana? Coba jelaskan