"Kau masih belum mengibarkan bendera perdamaian di antara kita?" Joan menoleh sesaat, memandang Kiana yang hanya diam membisu, Ia seperti baru saja membawa pulang sebuah manekin.Kiana tak menjawab, ia langsung memalingkan pandangannya ke luar jendela. Pertanyaan yang sama terus saja di lontarkan oleh Joan, menanyakan perasaannya yang tak berubah sama sekali."Kiana Agung Triwahyuni, aku sedang berbicara denganmu. apa suaraku terlalu kecil, hm?" Joan berbicara dengan suara lembut yang ia paksakan, memasang senyum lebar bak joker."sok tidak tahu, ah! aku tidak mau meladeninya, enak sekali menjadi laki-laki. tidak bisa diberikan maaf begitu saja," Kiana bergumam, mencibirkan bibirnya dengan bola mata yang memutar setelah mendengar cemoohan Joan.Karena merasa kesal, Joan langsung berhenti di pinggir jalan. Ia lalu Menarik dagu Kiana agar mata gadis itu menatapnya kearahnya." jangan buang muka jika aku sedang berbicara, Aku baru saja bertanya padamu!" Tatapan Joan terlihat mengintimida
Bersamaan dengan langkah Alen menuju kamar Alexa, gadis itu malah sudah bersiap dengan pakaian tertutup, masker dan kacamata hitam. Niatnya untuk pergi dari Alen benar-benar gigih, apa yang membuat pendiriannya seteguh itu untuk pergi?"Semoga saja tak ada yang melihatku pergi, aku merasa sangat bodoh karena kejadian itu,," ucap Alexa dengan perlahan menarik kopernya menuju keluar kamar, tangannya dan Joan bersamaan meraih gagang pintu.Click!"Alexa? Ingin kemana dengan koper besar itu?" Suara Alen membuat Alexa terbelalak, gadis itu bagai tertangkap basah baru saja mencuri sesuatu.keringat dingin mulai mengucur keseluruh tubuhnya, ia refleks menjatuhkan kopernya ke lantai."A-alen? Jangan lihat aku! Aku malu …," Alexa segera menutupi dirinya, tak ingin Alen menatap wajahnya walau hanya secuil saja terlihat oleh lelaki tampan itu."sialan! sekarang rencana apa lagi yang harus aku buat."Alen langsung memegang kedua bahu Alexa, membuat gadis itu terkejut, kedua mata mereka saling ber
"Alen … aku ingin naik ayunan itu juga, aku ingin mengunjungi tempat yang tak kau perbolehkan untukku," Alexa tiba-tiba melontarkan permintaan aneh, apa ayunan yang dimaksud Alexa yang khusus Alen buatkan untuk Kiana?Lama Alen diam untuk berpikir, itu bukanlah tempat sembarangan. Tempat itu memang ia khususkan saat Kiana telah menjadi miliknya, menjadikan tempat date pertama mereka."Boleh, tapi nanti …," ucapan Alen membuat Alexa terkejut, padahal ia hanya bermain-main meminta itu.permintaan konyol itu terlintas begitu saja dalam benaknya, ada rasa penasaran mengapa tempat itu tak boleh ia kunjungi sebelumnya."Nanti, kapan? besok? lusa? Minggu depan? atau mungkin bulan depan?" Alexa mendongak dengan tatapan berbinar, mencerca Alen dengan penantian. ia mulai memainkan peran sebagai gadis lugu nan lemah lembut yang manja dan haus perhatian.Ketahuilah ini hanya tipu muslihat untuk mengait Alen, gadis itu tak benar-benar menaruh hati sama sekali, Tujuan utamanya menjadikan Alen sebaga
"Tidak perlu, kami orang miskin! Tidak mampu membiayai itu semua, kembalikan saja cucu saya. kalian orang-orang berada begitu serakah, hak kamu rakyat miskin pun kalian ambil!" wanita tua itu tetap kekeh ingin mengambil Jona, meneriaki Joan bak orang paling buruk dan serakah di dunia. kesabaran Joan rasanya sudah hampir habis mendengar cemoohan tak jelas lansia itu."baik, sudah selesai memaki tanpa fakta? tenangkan dulu diri anda, anak gadis di sebelah anda yang akan menjelaskannya," Joan melembutkan suaranya berusaha menenangkan amarah wanita tua itu.matanya melirik pada gadis dengan raut wajah lesu yang langsung tertunduk mendapati lirikan tajam mengarah padanya."Saya yang akan membiayai semuanya, dan jika benar itu cucu dari rahim anak ibu. Saya bisa bawa ini ke jalur hukum atas dasar pencemaran nama baik dan penelantaran bayi sehingga anda bisa di pidana penjara," gertakan Joan membuat keduanya tersentak, ketakutan besar tak bisa mereka sembunyikan.tatapan keduanya tampak men
Joan segera berlari kecil menuju Kiana yang tampak sudah keberatan menggendong Jona. gadis itu sudah seperti seorang ibu muda.keduanya mendapati pintu dalam keadaan terkunci, dalam pikiran mereka harusnya ada Alexa di dalam."Pintunya di kunci? Apa gadis itu sedang tak ada di rumah?" Joan kembali mengambil ponselnya bertujuan untuk menanyakan kunci rumah pada Alexa yang mungkin ada di dalam namun tak tahu keduanya ada di depan pintu.Alexa: Alen, kunci rumah ada di pot sebelah kanan.Pesan lama dari Alexa baru saja di baca oleh Joan, lelaki tampan itu cukup terkejut. Namun di akhir senyum tipis terukir di bibirnya.Kiana menatap Joan dengan heran."Mengapa hanya tersenyum? Apa Alexa ada di dalam?" Joan masih terus menatap layar ponselnya, tatapan matanya tampak serius penuk seksama membaca tiap pesan Alexa.Joan lalu mendongak dengan mata berbinar dan senyum bahagia."Dia sudah pulang."Kiana melongo mendengar ucapan Joan, bibirnya terkatup masih tak paham."Pulang? Pulang ke Australia m
"Yah! Untuk hal itu akan segera kita lakukan, saya hanya perlu membujuk anak gadis saya untuk bersiap-siap menjadi seorang istri," ucap Rifky dengan senyum getir, ia benar-benar takut mengucapkan kata yang mungkin menyinggung hati lelaki yang ada di hadapannya.kekuasaan lelaki tampan itu sungguh melambung jauh dari Rifky.Rifky berperilaku seolah sangat akrab dengan lelaki tampan itu, padahal harga dirinya tengah di pertaruhkan. Dania sama sekali tidak mengetahui jika suaminya dalam tindasan pemaksaan karena hutang piutang yang berakar.Ya! Hutang, Rifky sempat berhutang pada perusahaan lelaki itu dengan jumlah yang sangat besar untuk menutupi kerugian yang membuat perusahaannya hampir bangkrut.selama ini ia tak pernah bercerita Lika liku perusahaan mereka pada kedua wanita yang sangat ia cintai, betapa kecewanya Dania jika tahu perusahaan turun temurun milik kedua orang tuanya yang di gabung oleh perusahaan Rifky jatuh bangkrut begitu saja."Ingat! Saya tidak akan tinggal diam jika
"Saya tahu kamu mulai tergila-gila dengan ketampanan saya, tapi untuk saat ini kita harus serius, okey? Kamu bisa paham, kan?" Alen berusaha menahan rasa malunya karena tersipu oleh ucapan gadis itu."Baru sedikit bumbu centil sudah terpancing," gerutu Alexa, padahal ia sendirilah yang terus memancing. Mengapa jadi kesal sendiri dengan respon Alen?"Baiklah, jelaskan semuanya dengan sejelas-jelas mungkin. Aku akan mendengarkannya, sayang …," gadis ini memang gila, jika saja Alen menggubrisnya dengan serius mana berani ia berucap demikian.Gadis itu tidak tahu saja seobsesi apa Alen pada tubuh seorang wanita, terkhusus dengan hasratnya pada Kiana."Kita akan memata-matai keduanya dari jarak jauh, kita mendekat pada mereka hanya untuk mengambil gambar yang mungkin bisa menjadi masalah," Alen kembali menekankan, mengambil keputusan sesuka hati. ya, kita tahu, dialah yang berkuasa di sana."Hm, terus …?" Alexa semakin memancing, memasang senyuman manis bak seorang istri yang menunggu untu
"Lihatlah ayah, bayi ini lucu sekali," bagai terhipnotis, Vera langsung mengelus lembut kepala Joan dengan haru. Tampak sangat excited ingin menggendong bayi kecil itu, raut wajahnya tampak begitu bahagia melihat keberadaan Jona dalam dekapan Kiana.."Dimana Joan? Anak itu tak ada lelahnya membuat saya pusing!" Berbeda dengan respon Vera, Hendra malah tampak sangat mendidih. ia sangat tak Abar bertemu dengan putra semata wayangnya penerus perusahaan besar keluarga. Kemarahannya tak dapat di redam oleh apapun, sepertinya kali ini ia benar-benar murka."Silahkan masuk kedalam, beberapa hari ini banyak wartawan yang meliput di sekitar sini," Kiana mempersilahkan keduanya untuk masuk, takut jika tiba-tiba ada wartawan yang malah menyorot dari sudut pandang yang berbeda.Vera tampak terkejut menatap tiap sudut rumah itu."terawat ya, bunda pikir akan jadi rumah angker atau gudang. Sudah berapa hari kamu menginap di sini?""Sudah … 2 Minggu lebih mungkin, Kiana tidak ingat," ucap Kiana deng