Dengan antusias, Alifa memperhatikan Bu Halimah memasak. Dengan sabar, wanita paruh baya itu mengajari menantunya. Dia juga menunjukkan bumbu-bumbu untuk setiap masakan yang berbeda. Tak lupa, Alifa juga mencatatnya.Bu Halimah tersenyum, melihat keseriusan Alifa yang ingin belajar memasak. Berbeda dengan ibunya, Farrel lebih banyak memprotes daripada mengajari. Alifa berkali-kali mendapatkan teguran dari ibunya. Sedangkan Alifa, memilih bersikap tak peduli dengan cibiran sang suami yang berniat menggodanya."Lebih baik kamu, ke mana begitu kek, Mas!" usirnya gregetan.Farrel terkekeh kemudian meninggalkan kedua wanita beda usia itu. "Awas, kalau keasinan, Fa!" ucapnya lantang sembari berlalu."Jangan dengarkan, Fa. Farrel memang kalau ngomong seenaknya," ucap Bu Halimah."Saya sudah hafal, Buk." Alifa menjawab jujur. Kini, mereka sudah berada di meja makan. Alifa merasa canggung ketika harus duduk semeja dengan kedua mertuanya. "Kamu jangan sungkan, Fa. Di sini juga rumah kamu. Seb
Farrel melengos. Dia melewati istrinya begitu saja. Laki-laki jangkung itu berjalan cepat meninggalkan wanita itu. Alifa yang didera perasaan bersalah segera mengejar dan menangkap tangan Farrel."Mas!" Farrel menghentikan langkah tanpa menoleh. Alifa memposisikan diri di depan laki-laki tersebut. Ditatapnya manik hitam Farrel. Melihat raut kecewa di wajah Farrel, Alifa hanya bisa berucap lirih, "Maaf, Mas. Maaf..." Hanya kata itu yang terucap dari bibirnya. Semua kalimat dan kecerewetannya hilang begitu saja.Farrel melirik malas pada Alifa lalu membuang pandangannya. "Aku ngerti," ucapnya acuh. "Aku ngerti, semua ini sulit kamu terima, Fa. Begitu juga dengan aku. Tapi, bukankah kamu memintaku belajar mencintaimu? Hh." Farrel kembali menjeda kalimatnya dan tersenyum satu sudut. "Beginikah belajar saling mencintai? Dengan cara pisah kamar?""Mas, ak-aku...""Ya sudahlah, terserah kamu, Fa!" sahut Farrel kemudian melepaskan tangan istrinya dari tangannya.Alifa termangu, dia menatap
Farrel menghentikan langkahnya di ambang pintu ketika mendengar Alifa memanggilnya. "Mas!" Dengan ragu, Farrel kembali mendekat.Alifa merubah posisinya setengah duduk dan mengamati Farrel yang kini berdiri di samping tempat tidur. Terlihat gurat kelelahan di wajah suaminya itu. Dia bergegas turun dari tempat tidur dan berdiri di depan Farrel."Sudah malam, kamu tidurlah. Aku juga mau tidur," ucapnya pelan."Mas Farrel sudah makan? Kok perginya lama banget?" tanyanya khawatir.Farrel menatap sekilas istrinya kemudian menunduk memperhatikan penampilannya sendiri. "Aku sudah makan, ya sudah kamu tidur!" ulangnya sambil mengusap kepala istrinya. Alifa mengangguk dan memegang tangan Farrel. "Maaf ya, Mas. A-aku..." Farrel memotong ucapan Alifa dengan anggukan. "Nggak perlu minta maaf. Ya, sudah kamu tidur. Kita bicarakan lagi besok," pungkasnya kemudian melangkah keluar kamar dengan menutup pintu pelan.Sepeninggal Farrel, Alifa bukannya tidur, dia justru mondar-mandir dengan gelisah. R
Tawa Bintang dan Alisha pecah mendengar ucapan Farrel. Berbeda dengan kedua orang tersebut, Alifa hanya mampu menatap geram pada Farrel yang cengengesan."Dasar, semprul!" makinya kesal. "Kalau ngomong itu yang benar, Mas. Nggak usah mengada-ada!" sahut Alifa ketus. "Sssttt, jangan berisik lah, Fa." Farrel menempelkan telunjuknya di depan bibir. "Ayo pulang, kita lanjutkan di rumah!" imbuhnya.Alifa mencibir kemudian meneliti penampilan Farrel. Pakaian laki-laki itu setengah basah oleh keringat, seperti Bintang. Alifa melongo. Jadi, suaminya itu tadi sengaja lari pagi bersama Bintang dan akhirnya bertemu di sini untuk membuatnya malu?"Farrel memang kurang ajar," bathinnya."Pulang, malah bengong. Nanti pingsan ogah gendong lagi!" "Ciee, sudah main gendong-gendongan!" seru Bintang spontan."Berisik, deh Mas Bin!" sentaknya kesal. "Mas Farrel pulang saja, aku mau belajar masak dulu!" imbuhnya sembari melirik Farrel."Kamu belajar masak di sini, sekarang? Terus aku nungguin kamu di ru
"Auuhss! Auuuh, Fa ... Fa! Jahat, ih!" Farrel memegang pergelangan tangan Alifa. Alifa mencibir dan melepaskan cubitannya.Wanita itu mengangkat dagunya, mendongak seolah menantang Farrel untuk berbicara mesum lagi. Kedua tangannya berkacak pinggang. Dengan alis naik turun dan tersenyum semanis mungkin, dia berkata lirih. "Makanya, Mas Baguuss, jangan mesum di sembarang tempat. Rasain!" sentaknya di ujung kalimat sembari menginjak kaki suaminya itu.Sekali lagi, Farrel mengaduh, "Ohh, sialan!" umpatnya. Alifa melengos kemudian meninggalkan Farrel yang menggerutu jengkel.Puas rasanya membalas perbuatan Farrel yang bermulut tukang jamu. Farrel menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan mengikuti istri galaknya dari belakang."Astaghfirullah, apa ini yang dinamakan jodoh tak terduga? Mulutnya judes, bar-bar, kejam lagi," gumamnya tanpa sadar.Farrel menatap punggung Alifa yang berjalan di depannya. Entah dosa atau amalan apa yang dia lakukan di masa lalu sehingga Allah menghadirkan istri
"Nggak usah kebanyakan mikir, Fa!" seru Farrel ketika memperhatikan istrinya masih bengong.Alifa mendongak, lalu tersenyum canggung. Farrel mendekat dan mengusap kepalanya dengan gemas. "Aku kerja halal kok, kamu jangan takut,"ulang laki-laki itu lagi."Bukan gitu, Mas." Alifa berucap lirih, kemudian menatap sang suami. "Aku hanya takut nggak bisa menjalankan amanah ini dengan baik, Mas," ucapnya.Farrel terkekeh dan menatapnya penuh arti. "Ternyata kamu itu preman penakut ya, Fa!" ejeknya.Alifa melengos dan hendak mencubit suaminya, namun dengan cepat Farrel menangkap tangannya. "Jangan dibiasakan nyubit, mendingan...," Farrel menjeda kalimatnya lalu mencondongkan wajah ke arah Alifa. "Mending cium suaminya, berpahala," pungkasnya.Alifa cemberut, namun tetap menuruti kemauan suaminya. Dengan ragu, diciumnya pipi sang suami."Masa cuma pipi sih, Fa!" "Iiihhh, maunya!" sahut Alifa gemas. Farrel tertawa dan tanpa menunggu persetujuan Alifa, disambarnya bibir wanita itu. Alifa melep
Alifa tertegun dengan panggilan dari Farrel. Dia mendongak menatap laki-laki tersebut, namun hanya sesaat. Selebihnya, dia memalingkan wajahnya yang merona. Ke mana kejudesannya selama ini ketika berhadapan dengan pemuda-pemuda yang tidak disukainya? Di dekat Farrel, Alifa seolah menjadi orang lain. "Huff!"Alifa menepuk dahinya sendiri. Kini dirinya benar-benar berbeda. Dulu, sebelum menikah dengan Farrel, dirinya selalu judes dan ketus jika kebetulan bertemu laki-laki itu.Farrel memperhatikan kelakuannya dan menggeleng samar. Merasa diperhatikan, Alifa menoleh dan menyunggingkan senyum canggung."Kenapa, Mas?" tanyanya.Farrel mengeryit dan merebahkan tubuhnya di samping wanita itu. "Kamu itu kalau dekat sama aku, sikapmu malah aneh, Fa. Aku takut jadi penyebab kamu kesurupan," ucapnya tanpa beban.Plak!Alifa menepuk bahu suaminya itu. Farrel terkekeh lalu merentangkan kedua tangan menyambut dirinya.Alifa cemberut dengan bibir maju ke depan. "Kalau ngomong, nanti aku kesurupan b
Alifa memejamkan matanya rapat. Bibirnya terkatup menahan geram. Walaupun dia belum mengenal Farrel seutuhnya, tetapi yang dihina itu adalah suaminya. Alifa tak terima suaminya dikatakan seperti itu. Alifa membalikkan badan dan mendekat, tatapannya nyalang pada gadis yang tersenyum mengejek itu. "Coba ulangi. Kamu tadi bilang apa?" tantangnya.Gadis tersebut mencondongkan tubuhnya menantang dan berbisik di depan muka Alifa. "Farrel itu bangsat, dia laki-laki bejat dan brengsek."Huh! Alifa tak sabar lagi. Dicengkeramnya kerah kemeja gadis itu. Dengan sekali sentakan, ditariknya kerah kemeja ke atas sehingga membuat gadis tersebut setengah tercekik."Coba teriak di depan aku! Teriak dan bilang seperti tadi!" sentaknya.Rupanya, insiden itu menarik perhatian beberapa mahasiswa yang baru datang. Mereka segera mendekat berusaha memisahkan keduanya. Alifa tidak peduli, dia hanya melirik sekilas pada mereka."Lif, sudah Lif!"Beberapa orang saling mengingatkan Alifa. "Lif, hentikan!""Pan