Bukan tanpa alasan ayah berkata demikian sebab selama ini Raffa tak pernah lepas dari pantauannya. Membayar beberapa orang untuk mengawasi gerak-gerik sang anak selama hampir tiga tahun belakangan ini. Tak ada secuil rahasia pun yang tidak ayah ketahui. Begitu pun soal hubungan Raffa dengan Belinda.Yah, ayah tahu mengenai pekerjaan Raffa yang menjadi lelaki bayaran di sebuah diskotek ternama di ibu kota. Beliau pun tahu jika saat ini putranya itu sudah tak lagi menjalani profesinya. Turut senang lantaran anaknya mulai berpikiran dewasa dan menyadari jika pekerjaannya selama ini bukanlah pekerjaan yang halal.Namun, ayah merasa kecewa ketika tahu Raffa menjalin hubungan dengan pelanggannya bahkan sudah sangat melewati batas. Itu yang membuat ayah lagi-lagi kehilangan rasa percaya terhadap Raffa. Sewaktu beliau sedang berada di Puncak untuk bertemu dengan para kliennya di sebuah Restoran. Ayah secara tidak sengaja melihat Raffa dengan seorang perempuan.Lalu, ayah memerintahkan anak bu
Tubuh Raffa sontak menegang dan membeku, bahkan untuk sekedar menelan ludah saja dia tidak mampu. Sementara ibu dengan cepat langsung menatap Raffa yang nampak memucat. "Raffa? Kenapa kamu diem aja? Kenapa kamu enggak mengelak ejekan ayahmu?" Tatapan ibu begitu lembut hingga Raffa tak berani menatap bola mata jernih itu. Ayah tersenyum smirks lantas berbalik badan. "Ada apa, Raffa? Kenapa kamu dari tadi cuma diam? Mau kamu yang ngomong atau ayah yang ngasih tahu ibu kamu," tanya ayah yang semakin membuat Raffa takut. Pemuda itu menghela panjang seraya memejamkan mata sejenak. 'Jika Ayah ngomong gitu, berarti selama ini dia tahu pekerjaan aku. Kalo enggak, enggak mungkin dia ngancem aku kayak gini.' Batinnya menduga-duga ancaman ayah barusan. Raffa tersentak kaget kala bahunya dipegang ibu. "Raffa, ibu nungguin kamu ngomong. Ibu juga lagi nunggu kamu buat bela diri kamu. Ngomong sama ibu, bilang kalo ayahmu udah salah menilai kamu. Ayo." Ibu berkata sambil melirik sinis kepada aya
Suasana di ruangan luas itu kian bertambah menegang saat ibu tahu perihal pekerjaan putra semata wayangnya selama ini.Lelaki bayaran? Di diskotek? Suatu hal yang tak pernah beliau bayangkan sebelumnya. Jika sang anak akan terjerumus dalam kelamnya dunia malam yang menyesatkan. Bukan itu saja, Raffa telah menodai kepercayaannya dan keyakinan ibu. Bayangkan, orang tua mana yang tidak akan syok dan merasa sedih ketika mengetahui pekerjaan anaknya. Entah itu anak perempuan atau pun anak laki-laki. Tetap saja, pekerjaan tersebut memiliki imej negatif di mata orang. Wanita penghibur, laki-laki penghibur. Keduanya sama-sama buruk dan tidak akan pernah diterima oleh masyarakat. Bu Farah menatap nanar Raffa yang menundukkan kepala, beliau berusaha untuk menahan emosi dan kemarahannya saat ini. Kendati keinginan untuk menampar, dan memukul Raffa terus mendorongnya. Namun, ibu tetaplah seorang ibu, bagaimana pun kesalahan yang dilakukan oleh sang anak itu semua tak luput dari peran orang tua.
"Cepat kamu bilang apa sebenarnya alesan kamu pulang ke rumah," ucap ibu lagi.Menghela panjang, Raffa tak ada pilihan lain selain bercerita dari awal hingga akhir. Ini satu-satunya jalan supaya dia bisa membuat hati ibu sedikit lebih tenang. Karena memang tujuan utamanya datang kemari adalah demi Belinda. Lalu, sisanya demi menyambung lagi tali silahturahmi yang bertahun-tahun telah terputus."Raffa selama ini kerja di diskotek, Bu. Saat itu Raffa bingung harus ke mana dan kebetulan Raffa ketemu Mami Kumala di jalan. Lalu, Mami nawarin kerjaan buat Raffa yang awalnya Raffa enggak tahu itu kerjaan apa. Terus, Raffa dikenalin sama Tante Dini dan... dia yang jadi pelanggan pertama Raffa sejak malam itu." Raffa berusaha tenang menceritakan awal profesi pekerjaan yang dia lakoni. Dapat dia lihat pula raut wajah ibu yang berubah-ubah.Bu Farah menahan kesedihannya, beliau mendengarkan secara seksama cerita Raffa. Dan, perkiraannya memang tidak salah, putranya ini hanya sedang kepepet kala
"Ini pacarnya Raffa?" tanya ibu memastikan, beliau memandangi foto Belinda, lalu memandang Raffa yang tak bergerak di tempatnya.Bu Farah mengamati wajah Belinda yang menurutnya sangat cantik. Pantas saja, anak bandelnya ini jatuh cinta pada perempuan yang jelas-jelas masih berstatus istri orang. Di lihat dari sisi mana saja, Belinda memang sangat cantik.Akan tetapi, yang jadi pertanyaan bu Farah saat ini adalah, mengapa ayah tidak memberitahunya sejak dulu. Kenapa baru sekarang ayah menunjukkan ini semua kepada ibu."Kenapa Ayah baru bilang sekarang, setelah anak kita pulang? Kenapa enggak dari dulu?" Ibu memicingkan mata ke arah ayah.Beliau betul-betul tidak memahami apa maksud suaminya yang menyembunyikan semuanya. Harusnya ayah mengatakan ini sejak dulu soal pekerjaan Raffa. Jadi ibu bisa menyuruhnya pulang sebelum anaknya bertindak terlalu jauh.Ayah menghela panjang lantas melirik Raffa sekilas. "Ayah cuma enggak mau Ibu kepikiran. Dan, menyuruh anak itu pulang," jawab ayah de
"Argh!" Raffa mengacak rambutnya sendiri dengan perasaan kesal yang bercampur kebingungan. Memukul-mukul kemudi lantas mendesah gusar berkali-kali. "Gue mesti gimana, Bel? Gimana?" Bibirnya sejak tadi menggumamkan nama Belinda sebab hanya nama itu yang memenuhi isi kepalanya saat ini. Ya, Raffa merasa otaknya buntu. Sejak kepulangannya dari rumah ayah dan ibu beberapa waktu yang lalu. Memilih untuk mampir sebentar ke rumah Belinda meski hanya memandang dari kejauhan. Kerinduan Raffa kepada perempuan itu seolah terobati. Dia sangat ingin ke sana, menemui sang pujaan hati, namun, hari yang masih sore tidak memungkinkannya untuk menyusup masuk ke dalam. Ada banyak penjaga yang berdiri di depan gerbang rumah Belinda. Jika dia nekad itu sama saja dengan dia menyerahkan nyawanya secara cuma-cuma. Tidak! Raffa tidak sebodoh itu. Cintanya pada Belinda tidak akan pernah merubahnya menjadi orang yang bersumbu pendek. Dia harus bisa menahan diri sampai tujuannya tercapai. "Sabar, Bel. Suatu sa
Mendadak hening.Belinda tidak berani menatap sang suami yang masih duduk di sofa sudut kamarnya. Pikirannya tertuju pada Raffa yang katanya baru saja dari sini.'Kenapa Raffa ke sini? Bukankah aku sudah pernah bilang sama dia, jangan dateng lagi ke sini.' Belinda membatin gusar. Apa yang dikatakannya pada Raffa saat pertemuan terakhir mereka, seakan tak dihiraukan oleh pemuda itu. Belinda hanya takut, jika anak buah Bima melihat kedatangannya.Bima juga terdiam. Matanya menyorot Belinda dengan tatapan tak terbaca, seperti tengah memikirkan sesuatu. Mengurung Belinda merupakan hal yang sama sekali tidak dia inginkan. Bima tak pernah bermaksud untuk membuat perempuan yang dinikahinya ini bersedih. Lantas, mengapa Bima belum juga mau menceraikannya? Padahal jelas-jelas dia tahu soal hubungan Belinda dan Raffa.'Maafin saya, Bel. Saya enggak ada maksud bikin kamu sedih. Tapi, saya juga belum bisa melepaskan kamu. Saya perlu melihat terlebih dahulu kesungguhan pemuda itu. Apakah dia benar
Bima segera mengangkat Belinda, merebahkan tubuh lemah itu dengan sangat hati-hati. Dia sangat menyayangi Belinda seperti adik kandungnya sendiri. Melihat keadaannya yang semakin hari semakin lemah, Bima sungguh merasa iba."Kamu kenapa, Bel? Apa kamu sangat mencintai pemuda itu?" Bima mengusap lembut kening Belinda, dia tidak pernah tahu jika istrinya ini akan mencintai pria lain yang usianya masih sangat muda. Lantas, tak mau terjadi sesuatu pada Belinda, Bima gegas menghubungi seseorang yang merupakan temannya. Dia memintanya untuk segera ke sini untuk memeriksa kondisi perempuan bermanik biru itu. Usai menghubungi, Bima turun ke lantai bawah hendak menyuruh pembantu membuatkan makanan. "Istri saya sakit, apakah selama ini dia jarang makan? Kenapa tubuhnya semakin hari semakin kurus?" Bima bertanya pada dua pembantu yang sengaja dipekerjakannya khusus untuk melayani Belinda. Dia menatap dua wanita paruh baya itu dengan penuh tanya. Sang pembantu tersebut hanya mampu menunduk dan