“Jangan samakan Hana dengan cewek-cewek yang Kak Reza campakkan dengan gampangnya. Terus-terang, Hana ngerasa murahan banget waktu Kak Reza ngelakuin hal menjijikkan itu. Tega sekali Kak Reza. Sebelum dan sesudah hijrah, Hana selalu jaga diri, gak pernah kayak gitu. Kak Reza ngerusak Hana. Hana gak bisa maapin Kak Reza. Benci banget pokoknya. Pengen banget minta talak, tapi gak tega ama orang tua kita. Bakal banyak hati yang tersakiti kalo kita pisah. Kak Reza mikir nggak sih? Kak Reza ... Kak ..., ehh ... kok, malah bobok, sih?”Hana kesal sekali melihat Reza tahu-tahu sudah ketiduran. Ia sudah bicara panjang lebar, malah tidak didengarkan. Bahkan kepala pemuda itu tersandar ke bahu Hana. Gadis itu menjauhkan kepala Reza sambil meringis jijik. Tenaga Hana cukup kuat. Tak ayal lagi, kepala Reza langsung membentur kaca jendela mobil di sebelahnya.Reza mengaduh dengan mata masih terpejam. Rasa iba jatuh ke hati Hana, menyaksikan ekspresi kesakitan suaminya. Naluri kemanusiaan sebaga
Sang dara terserang kebimbangan. Ia tak rela memperlihatkan keindahan mahkotanya di hadapan Reza, walau pemuda itu suami sahnya. Namun, tegakah ia menolak keinginan seorang ibu yang kritis, hanya karena ego diri? Mata Reza yang biasanya tajam penuh intimidasi, saat itu terlihat redup sarat permohonan. “Kalo malu gegara ada Bapak, Bapak keluar aja, ya ....” Ayah tiri Reza berinisiatif meninggalkan mereka bertiga di ruang VIP ICU.Hana melepaskan kerudungnya perlahan-lahan. Terpampang jelas rambut berombaknya yang dikuncir mirip buntut kuda. Ciput berbahan kaos, membingkai keliling kepala, tapi membebaskan bagian leher kuning langsat. Gadis itu berbalik membelakangi Reza. Apel adam Reza naik turun saat jari-jemarinya yang gemetar melingkari leher jenjang Hana dan memasangkan kalung emas di situ. Tanpa sengaja, ujung jarinya menyentuh kulit Hana. Terasa setruman yang menggetarkan hatinya hingga getarannya menjalar ke seluruh tubuh.Fix, ia sudah gila. Belum pernah ia merasa “seterbaka
“Jangan ulangi lagi! Awas kalo deket-deket! Hana gak jamin kalo muka Kak Reza bakal tetep mulus!” ancam Hana sambil ke kamar mandi.Reza hanya meringis sambil mengusap-usap bokongnya yang nyeri. Baru beberapa hari bersama Hana, tubuhnya sudah nyaris hancur lebur. Ditonjok, ditampar, disikut, ditendang. Cewek ini kayaknya jelmaan macan betina ganas. Apa nama jurusnya? Jurus maung? Pantas ganas, rupanya menguasai jurus harimau. Reza membatin, lalu bergidik sendiri. Cewek macam apa yang ia nikahi? Tak terbayangkan bakal seperti apa nasibnya jika seumur hidup.Rupanya gara-gara kalut dipaksa kawin, isi otaknya berubah jadi benang kusut, korslet, dan gagal berfungsi. Tapi betulkah itu penyebab rasionya anjlok?Sepertinya ia mesti mempertimbangkan syarat dari Hana. Merahasiakan pernikahan, saling jaga jarak, dan berpisah setelah satu bulan. Hana keluar dari kamar mandi saat Reza sedang menimbang-nimbang, apakah menyetujui surat perjanjian dari Hana ataukah mengusulkan klausul baru demi m
Reza kelihatan tenang saat ibunya dimakamkan. Sepanjang perjalanan pulang menjelang maghrib, pemuda itu juga anteng. Tenang dan diamnya Reza justru membuat Hana pilu. Dalam kuliah psikiatri dan psikologi yang ia ikuti, Hana mengerti, terlalu sakit kehilangan, bisa membuat seseorang menekannya sampai tidak bisa menangis. Setibanya di hotel, Reza menolak semua makanan yang dihidangkan. Baik makanan hotel, maupun masakan Hana. Selera makannya raib. Pemuda itu lebih banyak bengong menatap ke luar jendela saat malam tiba.Hana akhirnya tidur duluan. Namun, tengah malam ia terbangun oleh suara isak tangis tertahan hingga terasa sangat menyedihkan. Hana gegas menyalakan lampu utama suite hotel tersebut. Seketika ia melihat Reza duduk meringkuk di sofa dekat jendela. Pemuda itu memegang ponsel.Saat Hana mendekat, ia melihat Reza menonton video ibunya. Rupanya video tersebut direkam saat mereka saling video call terakhir kali. Pemuda itu tampak sekuat tenaga menahan agar tangisnya tidak me
Saat menginjak lantai kamar kosnya, Hana mendadak merasa asing. Dunianya tak lagi sama. Padahal, belum satu bulan ia meninggalkan rumah kos yang telah ditinggalinya sejak kuliah semester pertama. Beberapa teman satu kos menyambutnya gembira, lalu menanyakan kabar tentang Prisha yang baru saja kematian neneknya. Hana menjawab seperlunya, sebelum minta izin untuk istirahat.Usai mandi dan bersalin baju, ia rebahan sambil mengecek ponsel. Ada pemberitahuan pesan masuk dari Musuh Abadi. Terkirim sekitar 20 menit lalu.[Malam ini aku free. Siap-siap, ya, aku mau apel ke kosanmu]Hana tersentak sampai ponsel terjatuh dari tangannya. [Apa maksudnya, nih?] Gadis itu membalas chat setelah mengumpulkan ketenangannya yang sempat berantakan.Tak ada balasan chat dari Reza. Hana jadi gelisah. Kalau apel yang dimaksud pemuda itu serupa kunjungan pacar, itu bahaya! Teman-teman kosnya bakal punya bahan gosip. Kakak tingkat yang satu organisasi dengannya pasti akan ribut pula. Hana tak kuasa membayan
“Apa dia udah diapa-apain?” kejar Hana, penasaran.“Dia gak pernah cerita sejauh itu. Tapi ... mungkin aja, sih. Soalnya, patah hatinya ngeri.” Sang kakak tingkat menjawab sambil bergidik ngeri.Hana muntab lagi. Ia beristigfar sambil mengelus dada. “Kudu gue kasi pelajaran ni orang.”Gadis itu pergi dengan langkah lebar ke ruang tamu kos. Ia membuka pintu dan menemukan Reza sudah duduk di beranda. “Udah dibilang, jangan ke sini!” bentak Hana. “Hana beda ama cewek-cewek yang pernah Kak Reza godain! Hana bukan cewek yang gampang diisengin!”“Iseng?” Reza tersenyum santai. Lelaki muda itu berdiri, lalu menunjuk cincin emas yang melingkar cantik di jari manis kanan Hana. “Buat apa ngisengin istri sendiri?”“Kak Reza suka PHP-in cewek! Pasti sering ngelecehin juga!”Wajah tampan Reza berubah kemerahan. “Itu masa lalu. Pelampiasan sakit hati gara-gara salah paham terhadap sikap ibu. Aku sempat membenci cewek-cewek yang gampang tergoda. Memberi mereka harapan. Lalu, kutinggalkan supaya nge
“Hana siap belajar keras supaya lulus ujian kompetensi. Bukankah itu syarat lulus koas?”“Aku punya syarat khusus.” Reza tersenyum misterius. “Meski nanti kamu pindah-pindah stase, semua laporanmu harus dapat tanda-tanganku. Syarat dapat tanda tangannya mudah.”Hana menatap curiga. “Jangan-jangan syarat mesum, nih ....” “Istriku sangat mengerti diriku.” Dokter Reza menyeringai. “Aku suka ini.” Jemari pemuda itu menowel bibir Hana seenaknya.Hana menatap berang. “Apa semua koas cewek dibeginiin?” Gadis itu menangkis keras tangan Reza yang menyentuh bibirnya.Reza sedikit meringis. Ngilu.“Aku nggak serendah itu, Hana. Kan udah aku bilang, berhubung aku suamimu ... jadi aku ngerasa permintaanku wajar.”“Minta yang lain aja. Jangan syarat itu.” Hana keberatan. “Ah, mestinya kamu bersyukur, aku gak minta ‘itu’. Tapi .... melihat niat menolakmu, tetiba aku jadi berubah pikiran.” Reza maju setapak. “Aku jadi pengen ....”Hana waspada dan sigap memasang kuda-kuda.“Eh, ada cecak jatuh ke r
“Bantu Hana meyakinkan Dokter Reza bahwa Hana nggak suka ama dia.”“Wah, ngetes apaan? Itu namanya bukan ngetes, tapi nolak!”Serangan protes pun meluncur keluar dari mulut para bidan. Mereka keberatan. Rata-rata sontak menggeleng sambil menautkan alis, tak setuju. Sebagian kecil memandang tak suka. Mereka menganggap Hana kurang bersyukur. Cemooh bernada bullying pun bermunculan. Kentara sekali, mereka memihak Dokter Reza.Hana sangat kecewa.Melihat situasi tersebut, Keyko memutar bola mata. Ya ampun, dunia sudah terbalik. Penjahat dibela, gadis lemah tertindas malah di-bully. Batinnya, gondok.“Hellow, Kakak-Kakak Bidan, monmaap, ya. Yang namanya penjahat itu, sekalipun ganteng, humble, and friendly, tetep aja penjahat. Jangan sampe terpalingkan ama visual Dokter Reza. Hana itu calon korbannya! Apa kalian tega adek koas imut dan polos gini di-PHP? Harusnya kita bantu Hana ngasi pelajaran ama Dokter Reza, biar kapok ngasi harapan palsu ke cewek!” Kakak-kakak bidan terlihat ragu. Mer