Part 5. Rumah Nawang Nehan
Kyra meraung, memohon kepada ayahnya agar tidak dibawa ke rumah Nawang Nehan. Kuliahnya tinggal tiga semester lagi selesai. Mimpinya untuk menjadi designer terkenal tinggal beberapa langkah lagi akan terwujud. Juga rencana menikah dengan Fusena setelah lulus kuliah. Pria tampan impian banyak wanita di kampusnya, yang kini menjadi pacarnya. Apa jadinya jika dia harus menikah dengan anak Nawang Nehan yang terkenal Arogan dan tak tersentuh hukum itu? Akan menjadi apa nasibnya?
“Ibuuu aku mohon, Bu, bujuk ayah agar tidak melakukan ini kepadaku, Bu,” teriak Kyra. Gayatri hanya bisa memejamkan kedua matanya. Kedua tinjunya mengepal. Bayangan wajah Ayara tersenyum mengejeknya melintas di benaknya. Kamu telah mengecoh kami, Ayara.
Nawang menarik tangan Kyra agar mau keluar dari rumah.
“Ayah mohon, Kyra. Kita semua akan mati jika kamu juga menolak,” pinta Dihyan.
“Lalu mengapa kalian tidak membiarkanku mati saja sejak bayi!” teriak Kyra.
“Kyra,” Dihyan tidak berdaya. Hatinya juga sama hancurnya membayangkan putri tunggalnya yang memiliki masa depan cerah, akan berakhir menjadi pelayan dan dihina oleh Arlo.
“Ayah, Kyra mohon,” Kyra terus merengek. Saat itulah, seseorang masuk.
“Lepaskan Kyra, Om.” Semua berhenti. Dihyan melepaskan tangan Kyra. Gadis itu langsung menghambur ke pemilik suara.
“Ayara, aku tidak mau menjadi pembantu di rumah Nawang Nehan. Aku tidak mau menjadi istrinya Tuan Muda Arlo Raynar! Kamu tahu kan, aku memiliki Fusena yang siap menikahiku setelah lulus kuliah? Kamu tahu kan aku akan menjadi designer terkenal setelah lulus?” Ayara menelan ludahnya. Fusena, hatinya terasa robek setiap kali mendengar nama itu disebut.
Lalu, Arlo? Tiba-tiba dia teringat pria berhati dingin yang menyetir mobil tadi pagi. Pria itu tahu dia sedang dikeroyok tiga pria, tetapi memilih meninggalkannya tanpa pertolongan, sehingga harus mengalami cidera di punggungnya. Mungkin ini peluang untuknya membalas dendam? Pikir Ayara.
“Kamu tidak akan ke sana, Kyra,” balas Ayara. Lalu melepaskan tangannya dari cengkeraman tangan Kyra. Ayara melangkah mendekati Dihyan, lalu berkata, “aku akan bersiap, lima menit lagi.”
“Ayara, kamu tahu kan, kami sangat menyayangimu? Kamu sudah seperti anak kami, aku adalah ibumu. Tetapi kita semua akan mati jika tidak memenuhi perintah Tuan Nawang Nehan,” Gayatri terisak, mencoba mengambil empati Ayara. Gadis itu bergeming. Dia hanya menatap lurus ke jalanan Ibu mana yang tega menjual anaknya menjadi budak manusia tak berhati? Aku bukan anakmu, kamu bukan ibuku. Aku bukan anak yang terlahir dalam perjanjian.
Ayara melangkah, diikuti oleh Dihyan.
***
Rumah Nawang Nehan sangat besar, dengan halaman yang sangat luas. Untuk masuk ke dalam rumahnya, dari pintu gerbang saja membutuhkan waktu sepuluh menit jalan kaki. Taman di halamannya sangat sejuk dan tertata dengan rapi. Ayara mungkin akan betah berada di sana, tetapi dia sadar diri, masuknya dia ke rumah besar itu bukanlah untuk bersantai menikmati indahnya taman berbunga, tetapi ia datang sebagai pelayan keluarga Nawang Nehan.
“Jangan takut, Ayara, selama kamu tidak melakukan kesalahan, mereka tidak akan menyakitimu,” Dihyan berusaha menenangkan. Ayara tidak menjawab. Dia tidak takut sama sekali. Dia juga memiliki misi untuk masuk ke rumah tersebut. Memang benar, dia membenci keadaan ini, karena lagi-lagi dia harus berkorban demi menyelamatkan Kyra Arundati, sepupunya.
Keduanya sampai di depan pintu ruangan, di mana Dihyan selalu menemui Nawang Nehan selama ini.
"Masuk," ucap Nawang begitu mendengar suara ketukan pintu. Dihyan memberi isyarat kepada Ayara untuk mengikutinya. Nawang langsung tersenyum lebar melihat kehadiran mereka. Saat itu mencoba melucuti tubuh Ayara dengan pandangannya, hati Dihyan berdegup sangat kencang. Diam-diam pria itu merapal doa, semoga majikannya itu tidak mengenali Ayara. Semoga tidak paham, bahwa mereka telah menukar gadis pesanannya.
"Siapa namamu?" tanyanya Nawang Nehan, sambil terus menatap Ayara. Bagi Nawang, Gadis itu terlihat berbeda dari para gadis sebelumnya. Dia terlihat pendiam, namun memiliki mata yang tajam dan berani. Kulitnya putih, dengan tinggi badan yang lumayan. Sayangnya dia terlihat lebih kurus jika dibanding para gadis lainnya.
"Ayara, Tuan," balas Ayara. Tanpa senyum di wajahnya.
"Ayara Hayu." Dihyan menekankan.
"Hmmm, nama yang terdengar cantik. Apa artinya?"
"Puisi yang cantik," balas Ayara. Nawang Nehan terhenyak. Menatap wajah Ayara. Mengerjap. Raut mukanya seperti kecewa mendengar makna yang tersemat pada nama tersebut. Dihyan mulai gelisah.
"Hahaha, unik," komentar Nawang. Dihyan mengangkat wajahnya. Ia mengira tuannya akan kecewa, ternyata malah tertawa.
"Boleh saya mengajukan permintaan, Tuan?" kata Ayara.
"Ayara?" bisik Dihyan. Berani sekali keponakannya ini. Dihyan merasa khawatir.
"Katakan," balas Nawang. Matanya tajam menatap Ayara.
"Ijinkan saya tetap melanjutkan kuliah, dan dengan fasilitas lengkap kebutuhan kuliah saya."
"Ayara?" Lagi-lagi Dihyan mendesis. Ayara tidak peduli. Dia menatap Nawang Nehan. Sejenak pria itu berpikir, namun kemudian ia menggut-manggut.
"Baik, aku setujui permintaanmu."
“Terima kasih banyak, Tuan,” balas Ayara,
“Dengan syarat!” Nawang Nehan menekankan. Dihyan kembali cemas. Sementara Ayara hanya menunggu seraya menatap wajah pria di depannya, dalam jarak kurang lebih dua meter.
“Kamu, harus bisa mengambil hati putraku, dan buktikan bahwa dia adalah lelaki yang normal, seperti umumnya seorang pria.”
Ayara menelan ludah. Bagaimana caranya dia membuktikan hal itu? Dia sudah mendengar semua tentang sosok Arlo Raynar. Pria dingin dan telah banyak menghilangkan wanita yang berusaha mendekatinya, meskipun mereka dikirim oleh ayahnya untuk melayani dia.
“Saya akan melakukannya,” tegas Ayara.
“Ayara?” lagi-lagi Dihyan mendesis. Ayara acuh.
“Hahahaha, kamu sungguh bertekad. Bagus.” lanjut Nawang Nehan, merasa puas.
***
Dihyan mengantar Ayara menuju kamarnya. Bergabung dengan para pelayan lainnya. Meskipun memiliki paman dan bibi yang bekerja di rumah Nawang Nehan selama bertahun-tahun, itu adalah pertama kalinya Ayara masuk ke rumah tersebut.
"Sementara kamu akan tinggal di sini, nanti, jika kamu terpilih menjadi pelayan utama Tuan Arlo, maka kamu akan dipindah ke kamar pribadi," kata Dihyan.
"Terpilih?" Mata Ayara menyipit.
"Ayara, maafkan, Om."
"Jelaskan!" Tegas Ayara berkata.
"Jadi, ternyata Tuan Nawang mengirim sayembara kepada beberapa sahabat bisnisnya. Mereka yang memiliki keponakan cantik, dan terdidik, dikirim kemari, karena Tuan Muda Arlo, tidak bisa menerima satu keputusan Ayahnya. Dia ingin memilih sendiri wanitanya." Panjang lebar Dihyan menjelaskan. Sekali lagi Ayara menelan ludahnya.
"Kamar ini muat lima orang, sudah ada empat orang di sana. Kamu yang terakhir, masuklah."
Ayara mengikuti petunjuk Dihyan. Sebelum membuka pintu, ia kembali berkata, "saya harap, setelah semua ini, hutang budiku kepada kalian selama dua belas tahun, terbayar lunas."
"Ayara …" Ayara tidak menjawab lagi. Ia membuka pintu kamar, dan mengagetkan ke empat penghuni sebelumnya. Ayara kembali menutup pintu.
"What a rebel!" kata salah satu dari penghuni sebelumnya. Ayara tidak peduli. Ia berdiri di tengah ruangan.
"Mana ranjang yang belum ada pemiliknya?" tanyanya. Tidak ada yang menjawab. Mereka justru saling pandang satu sama lain, lalu ada yang tersenyum sinis, ada yang mencibir. Ayara langsung berjalan ke ranjang terdekat dengannya. Lalu membaringkan tubuh di sana.
"Beraninya kamu tidur di kasurku!" teriak salah satu dari wanita itu.
"Aku sudah bertanya, mana yang kosong, kalian diam, berati aku bebas pilih yang mana sesukaku." Balas Ayara dengan intonasi datar.
"Lancang sekali!" kata perempuan itu, tangannya terangkat bermaksud memukul Ayara. Namun dengan sekali kebas, perempuan itu terjerembab ke belakang. Ia memekik kesakitan.
Brak!
Pintu dibuka dengan kasar. Seorang perempuan cantik, bersih dan tampak terawat berdiri di sana. Seketika bau harum menguar dari tubuhnya.
"Apa yang terjadi?" tanyanya. Tidak jauh darinya, seorang pria tampan, alis tebal, hidung mancung, dengan muka bersih menatap ke arah mereka. Menunggu informasi.
"A, anu, Miss." Perempuan yang terjatuh itu meringis, berusaha menjawab, tetapi terlihat ketakutan. Dengan tenang Ayara bangkit dari ranjangnya. Wanita yang baru masuk itu adalah wanita yang sama, yang ia lihat di belakang gedung kemarin malam. Jadi dia adalah keluarga Nawang Nehan? Batin Ayara.
Birdella Xavera, adalah anak tiri, yang berasal dari istri ke empat Nawang Nehan. Mahasiswi jurusan sastra di universitas terkenal di daerah Lampung. Cerdas, pemberani, mudah bergaul. Memiliki kulit yang putih, bersih, dengan porsi tubuh yang proposional. Dia juga sedang merencanakan akan melanjutkan kuliah ke luar negeri untuk mengambil jurusan sastra Inggris.Dengan berlimpahnya kemewahan yang dijatah dari ayah tirinya, Birdella memiliki kemampuan lebih di atas teman-temannya. Ia bisa membeli apa saja yang dia inginkan. Termasuk membeli tenaga untuk menyakiti orang lain. Birdella juga memiliki pengawal khusus yang diberi ayah tirinya, namun dia lebih suka menggunakan tenaga pilihannya sendiri sehingga merasa aman dari mata-mata ayahnya.Sejauh perjalanan hidupnya, Birdella memiliki reputasi yang baik, sehingga semua saudara, dan ayahnya sangat menyayanginya.Sebagai gadis yang mempelajari sastra, Birdella memiliki kemampuan mengolah kata menjadi sebuah tulisan. Sebab itulah ketika te
Sudah ada tiga puluh menit Arlo berdiri di teras panggung rumahnya. Kini, ia sedang menatap Cashel yang sedang berjalan menuju tempatnya. “Kenapa dia ada di sini?” tanyanya begitu Cashel sampai di dekatnya.“Kamu melihat rupanya.” Balas Cashel.“Aku sudah di sini sejak gadis bodoh itu membuat ikan-ikan koi piaraanku, pusing dengan ulahnya,” balas Arlo.“Wah, kamu sepertinya akan membahayakannya.”“Kamu khawatir?”“Sebaiknya jaga dia baik-baik, aku akan membunuhmu jika sampai kelinci liarku itu kamu lukai.”“Kelinci liar?”“Hahahaha, dia tidak mau mengatakan namanya kepadaku. Jadi aku menamainya itu.” Arlo memutar badannya, melihat tumpukan kertas di atas meja. Cashel yang melihat itu langsung bergerak cepat dan duduk di kursi. Arlo langsung memukul tangannya manakala pria itu hampir menyentuh dokumen yang ada di meja tersebut.“Wah, kamu tertarik juga untuk melihat,” goda Cashel“Sama sekali tidak. Tetapi kamu tidak boleh sembarangan menyentuh milikku.”“Gadis itu milikmu juga?” Cash
“Kemarilah,” panggil Arlo. Pria itu sudah duduk di sofa dengan menyelonjorkan kedua kaki di atasnya. Bersandar dengan nyaman, kedua mata terpejam. Pelan Ayara mendekatinya.“Kamu bisa memijat?”Deg!Jantung Ayara terasa mau lompat dari rongga dadanya.“Saya belum pernah melakukannya, Tuan,” jawabnya.“Lakukan sekarang,” perintah Arlo. Ayara terdiam. Kakinya terasa sangat berat untuk dibawa melangkah memenuhi perintah itu. Bukan kah seharusnya dia belum resmi menjadi pelayannya? Bukan kah seharusnya dia masih bisa berontak atau mundur? Bahkan dia masih bisa menolak perintah pria di depannya itu?Sekian detik berlalu, Arlo belum juga merasakan sentuhan yang dia pinta. Pria itu membuka matanya.“Tunggu apa? Kamu tahu apa hukuman bagi pelayan yang tidak patuh?” gertak Arlo.“Saya akan lakukan, Tuan.” Buru-buru Ayara mendekati Arlo. “Sekarang!” bentak Arlo, “Aku tidak mau ada yang lamban di rumahku! Paham?” Pria itu membuka kancing atas bajunya, Ayara melotot. Namum kemudian merasa lega,
Part 9. Putra Kedua, Rhys VictorLapangan olah raga itu luasnya lebih besar dari ruangan yang baru saja Ayara tinggalkan. Hanya berupa lokasi terbuka dengan banyak balok berbagai ukuran. Di kanan kiri lokasi ada beberapa pepohonan. Arlo biasa menggunakan tempat tersebut untuk latihan bela diri. Ayara juga melihat ada tempat dan alat latihan memanah. Ia mendekati. Dirabanya peralatan yang tampak jauh lebih bagus dari pada di tempatnya belajar."Kamu sepertinya tidak takut sama sekali, Nona," kata pria yang membawanya ke tempat ini tadi."Apakah Arlo sekejam itu?" Ayara balas bertanya."Kamu akan mengetahuinya nanti," balas pria itu lagi."Dia pernah melakukan ini kepada perempuan lain sebelumnya?"Lelaki itu hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Ayara, tetapi tidak mau menjawab. Ia membuka pintu sebuah ruangan, kemudian kembali dengan dua cambuk pesanan Arlo.Tidak bisa menipu diri sendiri. Bulu kuduk Ayara merinding membayangkan benda yang terlihat kokoh itu, akan mencambuk tubuhnya y
Di depan pintu kamar, Ayara melihat wanita yang tadi mengantarnya ke tempat Arlo, sedang berdiri di sana. Wanita itu menatap Ayara dengan rasa iba. Ayara membungkuk seraya menganggukkan kepala sebagai tanda hormat."Kamu kembali,” sapa wanita itu. Sekali lagi Ayara mengangguk."Kamu pasti mengalami kesulitan." lanjut wanita itu seraya mengulurkan tangan untuk menyentuh sudut bibir Ayara yang mengalirkan darah. Ayara terdiam.Pintu kamar terbuka dari dalam, seorang wanita keluar. Pakaiannya sangat rapi dengan riasan yang sempurna. Hidung mancung, alis yang tertata rapi, serta kedua matanya bercelak. Meninggalkan kesan bening dan tajam. Dengan bulu lentik yang indah, serta bibir yang merah merona. Dari tubuhnya menguar bau wangi yang sensual. Diam-diam Ayara mengagumi totalitas teman sekamarnya itu. Arlo pasti akan nyaman dengan pelayan secantik dia, pikir Ayara.Di tempat Arlo nanti, wanita itu tinggal mengganti pakaiannya dengan baju seksi pilihan Arlo, maka pria itu tidak akan bisa b
“Kemarilah,” panggil Arlo.“Kenapa? Anda juga akan menghabisi saya?” sinis Ayara balas bertanya.“Kamu sungguh menyukai tantangan. Pantas malam-malam menjadi buronan, kayak maling!” Ayara geram mendengar ucapan Arlo itu.Kapan aku menjadi buronan? Seketika Ayara ingat, ketika kali pertama bertemu dengan Arlo, di belakang gedung kosong di pinggir jalan. Dia benar, Ayara memang sempat diburu oleh dua orang suruhan Birdella.“Ayo,” ajak Arlo lagi, menyadarkan Ayara dari lamunannya. Ragu Ayara melangkah mengikuti pria itu.“Anda akan membawa saya ke mana?” tanya Ayara mulai merasa tidak nyaman, karena mereka berjalan menuju kediaman Arlo lagi.“Ke tempat latihan,” balas Arlo,“Anda benar-benar akan membunuh saya?” Ayara ragu. Arlo tersenyum samar mendengar pertanyaan itu. Ia berhenti. Kemudian memutar tubuhnya kembali menatap Ayara.“Kamu takut mati?” tanyanya.“Tidak,” tegas Ayara.“Kalau begitu, jangan cerewet.” Arlo melanjutkan langkahnya. Ayara mengikuti.Sesampainya di tujuan, suasan
Part 12, PersainganBirdella sedang membuka aplikasi biru tempatnya berkarya demi sebuah nama. Dia ingin menjadi wanita terkenal. Di sana ia peroleh banyak penggemar. Sehingga namanya disebut-sebut sebagai Othor Pemes oleh kalangan pembacanya. Tetapi malam itu dia sungguh marah, bagaimana bisa nama saingannya Hyuna Sada ada di halaman paling depan? Sedangkan namanya hanya ada di barisan nomor tiga. Bahkan beberapa menit kemudian, buku dan nama Birdella Xavera tenggelam karena beberapa buku Hyuna Sada muncul di beberapa kategori. Buku Birdella tergeser.Semakin marah, ketika Birdella mengetahui banyak penggemarnya yang juga menyukai dan memuji tulisan Hyuna Sada. Hal itu membuat Birdella tidak terima. Gadis dua puluh tahun itu langsung meraih ponselnya, dan menelepon seseorang.“Apa-apaan ini, Charlie Moreno?” tanya Birdella dengan nada penuh emosi.“Ada apa, Birdella Sayang?” balas suara dari seberang balik bertanya.“Ada apa katamu? Kamu tidak mengecek aplikasi Angkasa Biru?” suara B
Hyuna terperanjat mendengar suara bising di kamarnya. Napasnya terengah. Alarm? untuk sesaat dia berusaha mengumpulkan ingatannya kembali, mengapa ia bisa berada di sebuah ruangan putih yang tampak mewah baginya. Sementara kamarnya adalah warna pink. Juga bunyi alarm itu. Dia merasa tidak menghidupkan alarm ketika akan berangkat tidur semalam. Ingatannya berangsur membaik, ya, ini kamar yang semalam diberikan seseorang kepadanya. Tetapi jam berapa ini? Hyuna mengedarkan pandangannya. Sebuah jam dinding besar menempel di tembok, tepat di depannya. Baru jam tiga pagi, mengapa aku harus bangun? Jam berapa semalam aku tidur? Rasanya masih mengantuk sekali. Ah, mata Hyuna membentur laptop di meja. Dia langsung ingat, saat dia membuka laptop semalam, jam sudah menunjukkan angka 01:11 menit. Itu artinya dia baru tidur tidak lebih dari dua jam. Hyuna bangkit dari ranjangnya, mencari sumber suara yang berasal dari laci meja belajarnya. Ia membuka laci. Kedua matanya terbelalak mendapati apa y