POV Sean Andreas
Hari ini adalah hari penting dalam hidupku.
Di mana akhirnya aku bisa bertatap muka langsung dengan satu-satunya saudara kandung yang aku miliki.
Hidup dalam pengasingan selama belasan tahun cukup membuatku mengerti betapa pentingnya arti sebuah keluarga dalam kehidupan.
Ibuku, satu-satunya keluarga yang aku kenal dan aku miliki telah pergi untuk selama-lamanya saat usiaku baru mencapai belasan tahun.
Selama itu juga, beliau telah menitipkan aku ke sebuah panti asuhan di Amerika. Setiap satu Minggu sekali beliau mengunjungiku dan membawakan aku banyak mainan.
Beliau mengatakan bahwa banyak sekali orang jahat di luar sana yang ingin mencelakakan aku itulah sebabnya beliau menyembunyikan aku dari dunia.
Waktu berjalan membawaku pada fase di mana aku mulai ingin tahu bagaimana sebenarnya sosok ayah dalam hidupku hingga suatu
"Maafkan Ayah Gaby... Maafkan Ayah..." Tangis Freddy semakin pecah. Lelaki paruh baya itu berlutut di hadapan Gaby dan Theo."Tuan, bangunlah. Jangan seperti ini," Theo buru-buru membantu Freddy untuk bangkit. Dia memapah Freddy ke sofa. Freddy tampak memegangi dadanya. Napas lelaki itu tersengal dan mulai terputus-putus."Sepertinya anda perlu minum obat, Tuan," ucap Theo yang lekas mengambil sebuah kotak obat, lalu mengeluarkan sebutir obat dari sana dan memberikannya pada Freddy.Saat itu Gaby masih di sana. Kelopak mata wanita itu membelalak saat melihat kotak obat yang dipegang Theo, bukankah itu obat yang sama dengan obat yang selama ini selalu di minum oleh Gibran?Gumam batin Gaby.Apa itu artinya...Gaby kembali berpikir."Apa Om menderita penyakit jantung?" Tanya Gaby dengan intonasi suaranya yang menurun drastis."Ya, T
Melihat perubahan raut muka Gaby yang mendadak pucat setelah Theo memperdengarkan isi rekaman percakapan antara dirinya dengan Reno membuat Theo cukup khawatir.Lelaki itu beringsut mendekati Gaby untuk memastikan keadaan wanita itu. "Kamu baik-baik saja Gaby?" Tanya Theo saat itu.Gaby terus berusaha untuk tetap tenang, namun serentetan fakta yang baru saja diketahuinya membuat kepalanya tiba-tiba pusing.Cekatan Theo memberikan Gaby air minum agar keadaan Gaby bisa lekas membaik.Gaby terlihat sangat syok bahkan saat dia memegang gelas tangan wanita itu gemetaran."Aku... Aku tidak percaya dengan semua ini," gumam Gaby yang mulai kembali terisak.Theo tersenyum getir. Semua kenyataan ini memang sulit untuk diterima oleh akal sehat, tapi memang itulah yang terjadi sekarang. Mau tidak mau, suka tidak suka, Gaby harus bisa menerimanya."Bagaimana kalau terj
Hari itu, semua telah dipersiapkan.Segala persyaratan pernikahan telah terpenuhi.Wali hakim sudah tersedia.Pihak keluarga pun sudah tiba, meski hanya segelintir.Dari pihak Mirella hanya dihadiri oleh Hakim dan Nurul yang merupakan Om dan Tante Mirella dari Bandung. Sementara dari pihak Gibran hanya dihadiri oleh adik Gibran yang bernama Dinzia dan sepupu laki-laki Gibran yang bernama Akmal.Kedua orang tua Gibran memutuskan untuk tidak hadir karena memang Hardin yang melarang istrinya untuk hadir. Susah payah Gibran berusaha menghubungi keduanya sejak tadi malam baru tadi pagi Yura, sang Ibu menjawab teleponnya."Maaf Gibran. Sebenarnya Mama ingin sekali datang ke sana, tapi Mama tidak bisa melakukan banyak hal jika Papahmu sendiri yang melarangnya. Mamah sudah merestui pernikahan kalian. Mamah percaya kamu bisa menjadi lelaki yang bertanggung jawab terhadap istri-istrimu kelak, jangan kecewakan Mamah ya Gibran?"Itulah pesan Yura
Flashback On...Cukup lama Gaby menangis malam itu ditemani Theo di sisinya.Theo mengajak Gaby beranjak dari taman untuk kembali masuk ke dalam rumah karena cuaca malam semakin dingin."Malam ini kamu bisa menginap di sini. Ini kamarmu, selamat beristirahat," kata Theo saat dia mengantar Gaby ke kamar tamu. "Oh ya, pastikan ini malam terakhir kamu menangis, jadi menangislah sepuasnya, karena hari esok aku tidak ingin melihat adikku menangisi lelaki bodoh macam Gibran lagi, oke?" Tambah Theo sebelum dia menutup pintu.Gaby tersenyum tipis, lalu mengangguk.Theo tersenyum dan keluar dari kamar dengan menutup pintu.Lelaki itu hendak memasuki kamar pribadinya ketika ponselnya tiba-tiba saja berdering.Nomor baru memanggil, tapi Theo tahu persis itu nomor siapa.Tanpa berpikir dua kali, Theo pun mengangkat telepon it
Setibanya di kantor Gibran dikejutkan dengan kehadiran Dinzia di ruangannya.Adik bungsunya itu tampak asik menyantap sarapan yang baru saja dibelikan Edward untuknya."Loh, Zia? Kok kamu ada di sini?" Tanya Gibran terheran-heran.Dinzia menyuap suapan terakhir sarapannya lalu meneguk susu kemasan yang juga disediakan oleh Edward.Tatapan Gibran sempat tertuju ke Edward yang hanya mengedikkan bahu saat itu.Gibran melangkah ke sofa yang diduduki Dinzia dan mendudukinya juga. Lelaki itu mengulang kembali pertanyaannya hingga Dinzia pun menjawab."Shubuh tadi Dinzia keluar dari rumah Kakak dan janjian sama Kak Edward di sini. Kak Edward bilang hari ini Kakak bakal masuk kantor, makanya Zia ke sini," jawab remaja itu dengan logat polos dan santainya."Tapi Kakak pikir tadi kamu masih tidur di kamar," balas Gibran masih tidak habis pikir. Ada apa dengan Dinzia
Siang itu setelah gagal melakukan aksinya dengan Abdul, Mirella yang kesal langsung mendatangi Gaby ke kamar wanita yang kini menjadi madunya itu.Gaby yang baru saja selesai mengganti pakaian jelas terkejut ketika Mirella tiba-tiba menggedor-gedor pintu kamarnya dengan sangat keras."Gaby! Keluar Lo!" Teriak Mirella saat itu.Setelah berhasil menghubungi bala bantuan, dengan sikap tenang Gaby pun keluar dari kamar."Ada apa?" Tanya Gaby dengan gaya sok santai meski dalam hati dia merasa begitu was-was.Mirella tersenyum miring dan langsung mendorong Gaby masuk kembali ke dalam kamar, setengah mencekik dia menghempaskan tubuh Gaby ke atas tempat tidur dan menindihnya.Susah payah Gaby berusaha bertahan dari serangan tiba-tiba itu hingga akhirnya, Gaby berhasil melawan dengan menendang perut Mirella menggunakan tumitnya.Mirella terjungkal ke lantai sambil
Flashback On...Ini hari pernikahan Gibran dengan Mirella.Awalnya, Gaby berencana untuk hadir, namun saat itu Theo dan Freddy tiba-tiba datang menghampirinya.Seperti apa yang sudah Gaby putuskan semalaman tadi mengenai hubungannya dengan Freddy saat ini, Gaby memilih untuk tidak memperpanjang masalah dan ikhlas memaafkan Freddy atas segala kesalahan yang telah lelaki itu perbuat terhadap almarhumah Ibunya. Melihat kesungguhan Freddy meminta maaf padanya, Gaby yakin bahwa lelaki yang tak lain dan tak bukan adalah Ayah kandungnya sendiri itu sepertinya sudah benar-benar sadar dan menyesali perbuatannya di masa lalu.Hari itu Freddy dan Theo menjelaskan sesuatu pada Gaby mengenai sebuah rencana baru yang hendak mereka susun untuk menjebak Mirella."Kenapa selama ini Om tidak mencoba untuk membongkar semua kejahatan Mirella pada pihak kepolisian? Bukankah Om memilik
Flashback Off..."Sebenarnya apa yang sudah terjadi?" Tanya Gibran pada Mirella saat dirinya baru saja selesai menyuapi Mirella bubur dan membantu istrinya itu meminum obat."Tadi, aku hanya ingin bertanya kemana Gaby kemarin, kenapa dia tidak datang ke acara pernikahan kita? Aku ingin meminta maaf kalau kehadiranku di tengah pernikahan kalian membuatnya tersakiti, itu saja, tapi anehnya Gaby justru marah. Dia membentakku lalu menarik aku masuk ke kamarnya. Aku berusaha berteriak meminta tolong saat Gaby hendak memukul perutku. Aku melindungi anak kita dan mencoba melawan sampai akhirnya kepalaku yang justru terkena sasaran kebrutalan Gaby. Aku benar-benar tidak menyangka Gaby akan berbuat senekat itu Ib. Aku pikir, dia tidak seperti itu," cerita Mirella dengan segala kebohongannya.Gibran terdiam sesaat. Mencoba mencerna dengan akal sehatnya, tentang apa yang baru saja dilakukan Gaby terhadap Mir