Pintu kamar dibuka dengan lebar. Dia berjalan mendekati Jill Anne yang sudah mengenakan pakaian tidur dan berbaring di ranjang.
"Ada apa, Ester?"
"Nyonya Ivy ingin bertemu dengan Nyonya. Sepertinya sangat penting sekali."
Jill Anne memicingkan mata. Menatap tajam pada Ester yang juga tengah melihat ke arahnya.
"Sangat penting? Ini tentang apa Ester?"
"Maafkan saya Nyonya Jill. Saya juga kurang tahu."
Sejenak Jill Anne berpikir.
"Suruhlah dia masuk!"
Langkahnya bergerak cepat. Dan menghampiri Ivy di luar kamar.
"Silakan masuk Nyonya Ivy!"
"Terima kasih, Ester."
Melihat Ivy yang berjalan mendekati ranjangnya. Jill pun duduk bersandar pada tumpukan bantal.
"Tutuplah kembali pintunya, Ester!"
"Baik, Nyonya."
Lalu pandangan Jill beralih pada Ivy yang terlihat serius.
"Duduklah! Ada apa Ivy?"
"Aku sudah mengikuti saran kamu. Dan mencari tahu siapa lelaki yang menjadi kekasih Flo
Cumbuan dan rayuan William semakin menenggelamkan Ivy dalam pesona lelaki tampan itu. Setelah saling mendapatkan klimaks yang bergelora. William duduk bersandar, sembari memmainkan jemari tangan Ivy."Sayang, apa yang kamu lakukan di luar sana kemarin?"Tiba-tiba pertanyaan William begitu menohok jantungnya."M-maksud kamu apa Sayang? Aku enggak ada ke mana-mana."Mendapat jawaban yang tidak jujur. William menahan amarahnya. Dengan tidak sabar, dia merenggut dagu Ivy. Serta menarik rambutnya yang ikal."Jangan pernah sekali pun kamu berbohong sama aku!""A-aku enggak bohong," tegas Ivy."Apa aku harus bilang Ivy? Atau aku perlu menampar kamu dulu, baru kamu mau bilang ... haaahhh?"Seketika Ivy terdiam. Dengan menahan gelora amarah yang memuncak. William terus mengintimidasi Ivy."Kamu masih ingin berbohong?""Aaaahhhh! Sakit William!""Aku akan lepaskan asal kamu bilang dulu!""Baik, aku
Perlahan dia mendorong pintu besar yang ternyata tidak dikunci. Langkahnya berjingkat mendekati ranjang. Sepintas dia memandanga wajah manis dan eksotis. Yang selalu dia puja. Entah saat ini?Tanpa banyak gerakan dan bicara. William langsung menindinh tubuh itu. Membekap mulut sang wanita dengan bibirnya. Sontak sang wanita terbangun dan terbelalak. Saat melihat wajah William sudah merapat di wajahnya. Bahkan bibir mereka saling bertaut."Erghhh ... erghhh!""Diamlah kau, Jill!"Melihat William yang sudah berada di atas tubuhnya. Sekuat tenaga Jill mendorong sang suami. Bahkan dia terus meronta dan berteriak."Pergi Kamu!""Teriaklah sekencang mungkin. Tidak ada seorang pun yang berani datang ke sini. Apalagi aku sudah mengunci pintu, Jill.""Apa kamu belum puas juga dengan para wanita kamu itu? Kenapa masih ingin meluapkan hasrat bersamaku?"William memegang erat kedua tangan Jill hingga ke atas kepal
"Coba saja Jill. Yang ada dirimu akan makin tersiksa. Aku akan semakin membuat dirimu menderita!"Terdengar tawa William yang berlalu meninggalkan kamar Jill Anne. Deru napas Jill, semakin memburu. Dia segera turun dari ranjang. Dan pergi ke kamar mandi. Membersihkan noda yang telah ditinggalkan suaminya itu."Siapa yang saat ini berada di pihakku? Apa yang dikatakan William memang benar! Mereka begitu terpikat dan mencintai William. Siapa yang bisa aku ajak kerja sama selain Sofia dan Sherley?" gumam Jill Anne.Tampak Jill sedang berpikir keras. Entah rencana apa yang akan dia susun untuk sang suami. Yang telah membuat dirinya tak berkutik._Kamar Beatrix_Wanita cantik dengan hidung agak pesek. Terdengar merintih lirih. Dia masih terlihat kesakitan di bagian perut dan kewanitaannya.Raut wajahnya pucat dengan bibir yang mengering menahan sakit."Kamu sudah oke Floy?" tanya Ivy yang duduk di sebalahnya. Betarix hanya menggeleng
Jill Anne langsung mendorong Ivy dan menerjang dengan kuat. Sampai membuat Ivy mundur beberapa langkah. Hingga tubuhnya terdorong sampai membentur dinding kamar."Aaaahhh! Sakit, Jill!" Tampak Ivy terduduk di lantai.Langkah Jill berjalan mendekatinya. Dia menarik kerah leher baju tidur Ivy. Hingga dia terangkat berdiri."Bila kau berada di kubu William, kau akan celaka dan menyesal!" sentak Jill."Sepertinya kau mengancam aku, Jill?" serang Ivy nyalang. Lalu kedua tangannya bergerak mendorong ke arah Jill.Bugghh!Membuat cengkeraman tangan Jill pada kerah baju Ivy terlepas. Dan langkahnya terhuyung ke belakang."Hentikan! Keluarlah kalian kalau ingin bertengkar. Jangan di kamarku!" Suara Beatrix yang masih lemah dan parau sangat memaksa dirinya untuk melarang mereka. Tangannya bergerak ke atas mengarah pada pintu kamar."Keluarlah kalian semua!"Jill Anne langsung berjalan keluar. Tidak dengan Ivy. Yang masih berdiri t
Beatrix berusaha untuk bangkit dan duduk. Dia menanyakan apa yang dijelaskan olehnya."Kenapa bisa ladang gandum aku menjadi milik kamu?""Kenapa?""Kau ternyata berbakat jadi maling. Pencuri rendahan kau William. Aku tak akan pernah menerima hal ini. Ladang itu sampai kapan pun akan tetap jadi milik aku!"William hanya menyeringai penuh kejam. Lalu begitu saja meninggalkan Beatrix dalam luka."William, Tunggu! Williaaaam!"Namun teriakan Beatrix diacuhkannya. Lelaki itu terus melenggang pergi. Membuat hati wanita meradang, hancur dan terluka.Sekitar lima menit berlalu. Jill Anne sudah berdiri di samping tempat tidur. Lalu duduk di samping Beatrix."Bukannya dulu kamu pernah aku ajak kerjasama Floy?""Aku lupa!""Serius, kamu lupa? Apa kamu akan membviarkan William merebut semuanya dari kamu? Aston mati karena hubungan kalian. Dan kamu akan tetap diam?""Lalu, apa yang harus aku lakukan, Jill?"
_Tiga hari berlalu_ Terdengar derap langkah yang berjalan cepat menuruni anak tangga. Ester tersenyum sembari menunduk padanya. "Nyonya Floy, anda sudah terlihat sangat segar dan cantik," sapa Ester dengan mengiringi langkahnya. "Terima kasih Ester. Aku tak mungkin mau larut dalam kesedihan yang bisa membuat aku mati terpuruk. William tak akan menduga hal ini." "Lantas sekarang Nyonya hendak ke mana?" "Temani saya ke dapur. Atau di mana biasanya Brianna dan Chloe meracik obat mereka?" tanya Beatrix dengan menghentikan langkahnya. "Sekarang ada ruangan khusus Nyonya." "Hemmm, bisa kamu tunjukkan?" "Mari ikut saya!" Ester mendahului berjalan di depan Beatrix. Tepat di sebelah dapur ada se sebuah ruangan yang cukup luas dengan pintu yang tertutup rapat. "Ini ruangannya Nyonya." "Apa mereka ada di dalam?" "Kalau kunci pengaitnya terbuka berarti mereka berdua ada di dalam Nyonya."
Tak berpikir panjang lagi. Beatrix Floy langsung menerjang ke arah depan. Dalam dua loncatan yang lebar. Dia sudah berdiri di hadapan Brianna. Dalam kecepatan yang sangat tinggi. Tangan Beatrix bergerak mengarah pada wajah Brianna.Cruuushhh!"Aaaarghhhh! Setan kau Floy. Apa-apaan ini?!"Saat melihat wajahnya terluka penuh darah. Seketika Brianna semakin histeris berteriak."Aaaarghhh! Wajahku ... wajahkuuuu!"Ujung pisau menggores kulit wajah Brianna. Dari bawah mata hingga batas hidung. Mmebuat wanita itu terduduk dengan bersimbah darah.Melihat keadaan yang menegangkan. Ester dan Chloe berusaha melerai dan menahan tubuh Beatrix yang tangannya masih menghunus belati."Lepaskan aku, Ester! Bila perlu aku akan membunuhnya!""Tahan, Floy!" bentak Chloe. Namun Beatrix terus berteriak dan meronta.Plaaakkk!Hingga sebuah gamparan keras dilayangkan oleh Chloe. Yang berniat untuk menyadarkan Beatrix."K-kau mena
"Tindakan kamu selalu gegabah, Floy.""Aku sudah tak bisa menahan kemarahanku lagi, Jill. Brianna mmebunuh anakku dan Aston tiba-tiba saja terbunuh. Tanpa ada luka atau serangan. Coba kamu pikirkan hal ini!""Iya, aku tau kematian Aston. Pihak pengadilan menentukan dia terkena serangan jantung. Tidak ada praduga lainnya Floy."Beatrix menarik lengan Jill Anne, yang membuat mereka berhenti. Manik matanya menatap tajam pada Jill Anne yang juga memandang ke arahnya."Aston seorang yang sangat sehat Jill. Dia tak mempunyai riwayat jantung. Bisa kamu mengerti apa yang ada dalam piiran aku sekarang?""Dia ... dibunuh!""Ya, dan aku yakin kamu pun tahu hal ini. Kamu pun tahu siapa yang melakukannya."Kali ini Jill Anne terdiam."Apa Brianna turut ikut di dalamnya?" Suara Jill sedikit pelan. Dan Beatrix menjawab dengan anggukan. "Menurut kamu dia meracuni Aston atas perintah William?""Benar dan tepat sekali Jill. Karena B