Lalu tiba-tiba, timbul di benak Hezki untuk mengatakan sesuatu hal penting yang mengganjal di hatinya. Apalagi saat ini mereka hanya berdua saja di atas kapal.“Sepertinya ini waktu yang tepat bagiku untuk mengungkapkan isi hatiku kepada Mira,” gumam Hezki dari dalam hatinya.Dengan mengumpulkan keberaniannya, Hezki pun berkata,“Dokter Mira, sebenarnya aku sangat mengagumi dirimu,” ucap sang pria dengan penuh keberanian.“Oh, ya? Terima kasih, Bro Hezki. Merawat orang sakit memang sudah menjadi kewajibanku, sebagai salah seorang tenaga kesehatan,” jawab Mira yang tidak mengetahui maksud terselubung dari pria itu.“Eh … iya, ya. Aku lupa jika kamu adalah seorang dokter,” ujar sang pria yang menjadi kikuk sendiri karena sangat gugup untuk mengutarakan isi hatinya kepada gadis itu. Sang pemuda seketika merasa bingung karena jawaban Mira yang jauh dari ekspektasinya. Gadis itu mengira jika Hezki mengagumi profesinya sebagai dokter. Padahal yang sebenarnya terjadi, pria itu ingin mengung
Edu dan rombongan lainnya dengan penuh keyakinan, melangkah mantap. Sang pria memimpin teman-temannya memasuki hutan yang lebat di Pulau Asu. Di belakangnya, ada Lia, Mira, Sera, dan Ronald yang mengikuti dengan hati-hati, langkah mereka beriringan dalam keheningan alam. Kelimanya pun melangkah terus masuk ke dalam hutan yang menyelimuti Pulau Asu dengan penuh semangat dan yang berkobar. Edu, dengan pengetahuan yang tajam tentang alam, memimpin perjalanan mereka kali ini. Karena Hezki sedang bertugas untuk menjaga sumber logistik mereka. Dia berjalan di depan dengan langkah tegap dan percaya diri, mata yang tajam memantau setiap detail di sekitarnya.“Guys, kita akan mulai memasuki hutan semakin jauh. Kalian ikuti saya, ya? Hati-hati dengan langkah kalian,” seru Edu kepada teman-temannya.“Beres, Bro!” sahut mereka serentak.Langit biru yang cerah memancarkan kehangatan, menyinari setiap sudut hutan dengan cahaya emas yang lembut. Pepohonan yang menjulang tinggi, menyatukan dedaunan
Setelah selesai membersihkan lingkungan sekitar sungai, Edu dan teman-temannya merasa puas dan bangga. Mereka telah bekerja keras sepanjang hari, mengumpulkan sampah dedaunan yang tersebar di sepanjang tepi sungai dan membuangnya ke tempat yang tepat. Kini, sungai itu tampak lebih bersih dan indah, airnya jernih dan ikan-ikan kecil bisa terlihat berenang dengan bebas.“Edu! Akhirnya sungainya sangat bersih,” ujar Lia senang.“Iya, airnya juga tampak lebih jernih!” tukas Mira.“Lihat tuh, Guys! Ada sekelompok ikan-ikan kecil yang berenang ke sana kemari!” celutuk Sera senang.“Pulau ini benar-benar bagus untuk kita tinggali,” ujar Ronald.“Ya, tepat sekali. Untuk itu selama kita berada di pulau impian ini, marilah kita tetap menjaga kelestarian dan keberagamaan hayatinya,” tutur Edu bijak.Lalu pria itu berkata lagi,“Bagaimana teman-teman? Apakah kita bisa melanjutkan perjalanan kita? Hari sebentar lagi sore. Kita harus segera bergegas,” serunya kepada semuanya.“Ayo, mari kita lanjut
Setelah mengumpulkan buah pepaya yang banyak, Ronald dan Sera segera menghampiri Edu, Mira, dan Lia. “Bro, apakah kalian telah selesai mencabut singkongnya?” tanyanya kepada Edu.“Baru saja, nih.” ucap Edu yang masih sibuk menyeka keringatnya.“Wah, buah pepayanya sangat banyak dan sepertinya kelihatan segar!” tukas Mira yang dibalas anggukan oleh Lia.Lalu salah satu dari pemuda itu berkata lagi,“Ada kalimat bijak berkata, buah sangat enak dicicipi jika dinikmati sesaat setelah dipanen. Bagaimana kalau kita mencicipi buah pepaya ini sebentar?” ujar Ronald.Sang pria lalu menurunkan buah pepaya yang lumayan banyak dari atas pundaknya dan membagi-bagikannya kepada teman-temannya.“Jadi, sebelum kita keluar dari hutan, bagaimana jika kita makan dulu buah pepayanya. Apakah ada yang setuju denganku?” tanya Ronald sambil menatap wajah teman-temannya satu persatu.“Setuju!” ujar para wanita serentak.“Aku rasa itu ide yang bagus, Bro Ronald. Kalau begitu ayo kita makan buah pepayanya,” sa
Sementara Ronald dan Edu sibuk memotong batang singkong, Lia mendekati Sera dan Mira dengan ide baru. "Guys … ayo kita ambil daun pisang," ucap Lia, matanya berkilau dengan penuh semangat. Sera dan Mira saling berpandangan. Masih belum mengerti maksud dari Lia."He-he-he. Aku punya rencana untuk membuat singkong tumbuk yang akan kita kukus. Jadi … kita akan butuh banyak daun pisang, Guys!" tukasnya.“Wah pasti itu sangat enak, Lia!” ujar Sera antusias.“Tentu, kami akan membantumu, Lia!” sergah Mira.Sera dan Mira, yang selalu siap untuk melakukan hal-hal baru, segera setuju. Mereka pun berdiri dan mulai mengikuti langkah Lia menuju ke pohon pisang yang sama, dimana Ronald sebelumnya mengambil tanaman pisang yang masih muda. Mereka masing-masing membawa pisau kecil, siap untuk memisahkan pelepah pisang dengan daunnya.Lia, yang paling berpengalaman dalam memasak di antara mereka, memimpin proses ini. "Kita harus berhati-hati untuk tidak merusak daunnya," tutur Lia, sambil memperaga
Di tepian pantai yang tenang, Hezki duduk di dekat api unggun yang dia buat sendiri. Cahaya api unggun itu memancar ke segala arah, menciptakan suasana hangat dan nyaman di sekitarnya. Hezki akan membuat pisang bakar yang dia buat dengan penuh keahlian.Hezki dan kedua temannya yang sering melakukan petualangan di alam liar, mengharuskan mereka untuk dapat melakukan sesuatu. Terutama dalam hal memasak. Hezki dan Ronald dapat melakukannya walaupun kelihaian Edu dalam hal memasak jauh di atas mereka.Dengan hati yang penuh kegembiraan, Hezki memilih pisang yang matang sempurna. Dia memotong ujung-ujung pisang dan membelahnya dengan hati-hati, akan tetapi tidak sampai putus. Kemudian, dia mengisi celah di antara irisan pisang dengan potongan coklat dan marshmallow yang dirinya ambil dari sumber logistik mereka.Setelah itu, Hezki melilit pisang dan memastikan bahwa semua bahan terbungkus dengan rapat. Dia meletakkan pisang yang sudah terbungkus di atas panggangan yang terletak di atas ap
Setelah menikmati pisang bakar yang hangat dan manis di tepian pantai, Edu dan Ronald lalu berdiri dan mengajak Sera dan Lia untuk beranjak dari tempat duduk mereka. Malam semakin larut, namun langit begitu indah malam ini dipenuhi oleh bintang-bintang yang bertaburan di atas angkasa raya. Angin laut menghembus lembut, membawa aroma asin dan segar. Suara ombak yang berdesis menciptakan suasana yang tenang dan damai.“Sera, Lia. Bagaimana kalau kita ke kapal untuk membicarakan kegiatan kita besok?” tutur Edu kepada keduanya.“Boleh, deh. Angin laut sangat dingin malam ini. Aku juga mulai mengantuk,” sahut Sera dan dibalas anggukan oleh Lia.“Bro … aku dan Mira menyusul sebentar lagi, ya!” sergah Hezki sambil mengedipkan satu matanya ke arah kedua sahabatnya.Mendengar ucapan Hezki yang menahannya di tepian pantai, membuat Mira sedikit kaget. Tapi sang gadis juga ingin menanyakan kepada pria itu atas perubahan sikapnya tadi.“Beres, Bro Hezki!” Kali ini Ronald yang angkat bicara.Edu
Malam itu, setelah mereka saling mengungkapkan perasaan yang telah lama terpendam, Hezki mengajak Mira untuk berjalan-jalan di tepian pantai. Udara malam yang segar dan hangat membalut mereka berdua, mengisi setiap ruang di antara jemari-jemari mereka yang saling bergandengan. “Mira, Sayangku. Bagaimana kalau kita berjalan-jalan sebentar menyusuri tepian pantai?” ajak Hezki kepada kekasihnya.Sepertinya sang pria tidak ingin malam ini cepat berakhir.Keduanya saling menatap dengan penuh cinta. Mata mereka berbicara lebih banyak dari kata-kata yang bisa diucapkan. Ada kehangatan, cinta, dan kebahagiaan yang tak terhingga.“Wah, sepertinya itu ide yang bagus, Hezki.” ucap Mira menerima ajakan pria yang telah resmi menjadi lelaki kesayangannya.Deru ombak yang menyapu bibir pantai menjadi musik latar yang indah bagi mereka. Bunyinya yang lembut dan merdu, seperti melantunkan alunan lagu cinta yang tak pernah usai. Kaki telanjang Mira dan Hezki terasa hangat seiring dengan ombak yang meng