"Salma, nanti agak sorean saja kau ke Belawan, selesaikan dulu pekerjaanmu." Rahmat bicara pada Salma yang sudah siap-siap hendak pergi. "Itu bukan pekerjaanku Bang, dari semalam aku sudah mengerjakan semuanya, jadi sekarang gantianlah.""Kalau bukan kau yang ngerjain, jadi siapa?" tanya Bu Mega. "Mohon maaf Mak, Salma harus pergi sekarang." Saat Salma hendak melangkahkan kakinya keluar, Rahmat mencegah. "Udahlah Salma, mengalah saja, ini lagi hari raya, ikuti saja apa kata Mamak, baru saja tadi kau minta maaf, sudah berulah," ujar Rahmat Sambil memegang lengan Salma, sebenarnya Salma juga males ribut, pengen juga ia kerjaan cucian piring itu hitung-hitung baktinya pada mertua, tetapi mengingat anaknya disakiti dan dapat perlakuan buruk, tidak tega rasa Salma apalagi Vita anak sulungnya yang mengajaknya pergi. "Kak Salma itu kalah malu, karena ga bisa mendidik anak, ditambah tidak bisa menjadi istri dan menantu yang baik, makanya dia cepat-cepat mau pergi karena udah bertumpuk dos
"Iya, ayo buktikan? Mana kawanmu itu? Segitunya kau berbohong sampai menamparku," ucap Yuni sambil memegang pipinya yang terasa panas karena tamparan Salma. "Kuharamkan kau menyentuh anakku ya, lebih mahal lagi perawatan wajah anakku daripada harga dirimu itu." Kini Bu Mega yang bersuara. "Hanya gara-gara anakku makan coklat, kalian sampai menghina aku dan anakku seperti ini, ya Allah, bagaimana ya kalau anakku menginjakkan kaki ke luar negeri, pasti sudah macam cacing kepanasan kalian." "Apa? Keluar negeri? Hahaha, halumu keterlaluan, jangan mengelak lagi,ayo, mana kawanmu itu," ejek Yuni. "Ini hari raya, mana mungkin aku suruh temanku ke rumah ini, dia pasti sibuk." Salma mencoba menjelaskan, ibu dua anak itu kini bagai terdakwa, semua mata memandangnya hina tanpa terkecuali, suaminya yang seharusnya yang melindungi, tidak membelanya sedikitpun, Salma memeluk kedua anaknya, Vita semakin sesenggukan, si sulung sudah bisa mengerti bahwa keluarga neneknya begitu hina memperlakukan
"Ganteng pulak orangnya!" seru Yuni sambil membetulkan kerudung satin yang sedang wanita itu kenakan saat melihat sosok Husein yang turun dari mobil, Yuni menyangka kalau itu temannya Burhan. "Assalamualaikum," ucap Husein saat sudah berdiri diambang pintu, dengan cepat langkah Yuni mendekat. "Waalaikumsalam, silahkan masuk Bang," ucap Yuni dengan ramahnya. "Bang Burhan ke kamar mandi sebentar, mari masuk, silahkan duduk," lanjut Yuni mempersilahkan Husein masuk. "Salma, cepat kau masuk ke dalam, buatkan minum buat tamunya Burhan, sama bawa anak-anakmu ke dapur, merusak pemandangan saja, takutnya tamunya Burhan muntah lihat penampilan kalian," titah Bu Mega pada Salma, tentu saja Husein mendengar, ia menatap Salma dengan perasaan iba. "Tuh kan, dia lihat kau dengan ekspresi jijik, cepat masuk," ucap Bu Mega lagi. "Maaf, saya datang ke sini karena permintaan teman saya yang bernama Salma, itu dia orangnya," ujar Husein sembari melemparkan senyum ke arah Salma, tentu saja orang ya
"Kalian yang main gila, malah aku yang kau bilang gila, hadeh! Zaman sudah edan!" "Bang, sini, ada yang mau aku bilangin, sini, ayo," bisik Yuni sambil menarik lengan Rahmat untuk masuk ke dalam dapur. Sementara di ruang tamu. "Jadi, betul anda ini temannya Salma?" tanya Burhan. "Iya Betul, Bang." Husein menjawab sopan, sambil sesekali melirik ke arah Salma, sedangkan Salma rasanya sudah tidak kuat ingin segera pergi dari rumah itu. "Husein, terima-kasih sudah mau datang, lebih baik pulang saja sekarang, aku takut suamiku bertingkah yang aneh-aneh padamu, pulanglah, Sen," ucap Salma, karena Salma sudah kehilangan muka di depan Husein, awalnya ia mengira kalau kedatangan lelaki itu dapat menyelesaikan masalahnya, tetapi malah menambah masalah, tidak dapat Salma berkata-kata lagi, entah jenis apa keluarga mertuanya itu. "Kamu baik-baik saja, Sal?" tanya Husein merasa khawatir. "Eh, Bung! Sebaiknya kau rajin sholat dan mengaji, karena kau telah dipelet oleh istriku." Rahmat yang k
"Mak, sudah Mak, tenang, tenang, dia itu calon menantu Mamak, lihat mobilnya robicon, robicon Mak," bisik Yuni menenangkan ibunya saat melihat wajah Bu Mega yang terlihat sangat murka karena Husein melayangkan tonjokan nya tepat di wajah tampan Rahmat.Melihat kejadian itu di depan mata, sebagai ibu kandung, Bu Mega tidak terima, tetapi Yuni yang sudah cinta pada pandangan pertama kepada Husein, sibuk menenangkan hati ibunya, tidak ada alasan bagi Yuni untuk tidak menyukai pria tampan yang baru beberapa menit yang lalu menginjakkan kaki di rumah ibunya itu, selain tampan dan juga gagah, lelaki itu juga orang berpunya alias tajir, terlihat dari mobil mewahnya yang terparkir di depan rumah, jangankan Yuni, Ema yang sudah memiliki suami juga terpesona pada Husein. "Dia memukul Abangmu," bisik Bu Mega pada Yuni. "Iya, tapi Abang itu dalam pengaruh pelet, Mak, dia membela Kak Salma karena pengaruh pelet, seharusnya Mamak salahkan Kak Salma itu, bukan Abang tampan itu, kalau Mamak nampak
"Lihat itu, Salma, gara-gara kau menangis dan sibuk menjelek kan suamimu, anakmu jadi ikut membenci ayah mereka, kau sama saja mendoktrin otak anakmu untuk membenci orang tuanya, kita boleh miskin Salma, tapi jangan bodoh," ujar Pak Burhan. "Tidak Atok, Vita benci sama Ayah bukan karena hasutan Bunda, Ayah kami memang jahat, ga sayang sama kami," ucap Vita. "Tidak boleh seperti itu, Vita. Itu ayahmu, dia yang telah bekerja keras untuk menghidupi kalian, Vita dan Kia bisa makan dan sekolah karena ayah kalian, dia bekerja keras untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan kalian, ayah kalian juga–""Pak, Salma sudah memutuskan untuk bercerai dari Bang Rahmat," ucap Salma memotong ucapan bapaknya, dua bola mata Pak Burhan berhasil membulat secara sempurna saat mendengar ucapan anaknya."Sadar kau Salma saat berucap seperti itu? Kau kira menjadi janda itu gampang? Masyarakat pasti akan berpikiran negatif padamu, lagian macam mana kau bisa menghidupi anak-anakmu kalau berpisah dari Ra
"Ngapain sih, Pak?" tanya Bu Dahlia saat suaminya mengajak ke rumah Bu Mega yang ada di Binjai. "Kita sebagai orang tua harus menjadi jembatan bagi masalah rumah tangga anak kita, harus bisa mendamaikan mereka, kita ke rumah besan, berkompromi demi kebaikan rumah tangga Salma dan Rahmat, mumpung ini masih suasana lebaran, jadi kita sekalian lebaran di rumah besan."Salma yang mendengar ucapan bapaknya, langsung gegas keluar dari kamar. "Tidak perlulah Pak, yang ada nanti Bapak dan Ibu dihina sama mereka," ucap Salma merasa khawatir. "Betul apa yang dikatakan Salma itu, Pak." Bu Dahlia setuju apa yang dikatakan anaknya. "Kalian ini, aku ke sana untuk menyelamatkan rumah tangga anakku, malah dilarang seperti ini, aku yang lebih tahu mana yang terbaik dan terburuk bagimu Salma, sudah, ayo Bu, cepat siap-siap, kita berangkat ke Binjai sekarang," ucap Pak Burhan. "Yang berumah tangga itu sebenarnya Salma atau Bapak sih? Salma yang tahu mana yang terbaik Pak. Salma sudah tidak ingin l
"Kurang jelas rupanya apa yang aku sampaikan? Aku beri waktu dua hari untuk mengosongkan rumah ini." "Apa salah kami, Nantulang? Kenapa mendadak begini?" tanya Pak Burhan dengan raut tidak kalah panik dari Bu Dahlia. "Aku tidak ingin kontrakanku digrebek polisi karena kalian.""Digrebek? Kenapa rupanya, kami?" tanya Pak Nurdin lagi. "Ah, sudahlah, jangan banyak tanya, yang penting dalam dua hari ini, kosongkan tempat ini." Nantulang pemilik kontrakan itu tidak memberi alasan yang tepat. "Maaf Nantulang, apa karena ada sangkut pautnya sama,Bu Mega?" tanya Salma, karena Salma masih ingat dengan ancaman-ancaman yang telah Rahmat katakan selama ini, saat Salma tidak ingin mencabut laporan kasus KDRT beberapa hari yang lalu, mendengar Salma berkata seperti itu, wanita yang masih betah berdiri di depan pintu itu tampak terkejut, melihat perubahan di raut wajahnya, Salma semakin yakin. " Tidak ada sangkut pautnya sama Bu Mega, yang penting segera kosongkan tempat ini, karena mau diisi s