Sepeda motor butut yang Salma kendarai dengan membonceng kedua anaknya telah tiba di depan rumah, Salma menghela nafas berat, entah kenapa, berat rasa hati Salma kembali ke rumah itu. Vita dan Kia langsung turun dan membuka pintu. "Bunda, pintunya ga bisa dibuka," ujar Vita yang sudah beberapa kali memutar anak kunci dan menarik handle pintu. "Coba dorong Nak, siapa tau seret," ucap Salma memberi saran pada anak sulungnya itu sembari memarkir sepeda motornya. "Tetap ga bisa, Bunda," ujar Vita lagi. "Kak, kok ada suara orang menangis di dalam," kata Kia sambil menempel daun telinganya ke dekat pintu, Kia masih terlalu polos untuk membedakan suara wanita menangis dengan suara wanita m*nd*sah."Ah, mana ada, jangan nakut-nakuti," jawab Vita, Salma yang mendengarkan ucapan anak bungsunya hanya mengernyitkan alis. "Suara apa?" "Ini Bun, masa Kia bilang ada suara orang menangis." Vita menjelaskan pada bundanya. "Kia salah dengar, ayo ketuk pintunya, Ayah di dalam itu," ucap Salma m
"Ayang? Engkau menyebut Bang Rahmat, Ayang?""Udah cepat jangan banyak cakap, bersiap-siap sekarang Salma, biar kita ke Binjai, " ujar Rahmat mengalihkan pembicaraan. "Kak Salma salah dengar, bukan Ayang, Abang, mungkin pembawaan puasa," kekeh Salma, sambil menatap Rahmat penuh arti, Salma yang tadinya melangkah hendak berganti pakaian di dalam kamarnya seketika menghentikan langkahnya karena melihat tatapan Tina pada Rahmat begitu beda, feeling istri tidak bisa dibohongi, Salma merasa yakin jika suaminya dan Tina ada hubungan lain bukan hanya sebatas sebagai tetangga saja."Kok malah berhenti?""Bang, ada hubungan apa Abang dengan Tina, kenapa ga jujur saja, aku rasa ada sesuatu diantara kalian, aku harap Bang Rahmat bisa jujur," ujar Salma penuh selidik. "Aku ga ada waktu menanggapi rasa cemburu mu itu, cepat ganti pakaian dan kamu Tina, pergilah, nanti minta tolong jemputkan anak-anakku di sekolah mereka."Wanita berpakaian serba mini itu melenggang pergi, walaupun dalam gerakan
Salma yang mendengar ucapan Tina, spontan saja marah, Salma tidak suka wanita itu berbicara seperti itu di depan anak-anaknya, Salma takut merusak mental kedua anaknya. "Eh, Kak Salma, sudah selesai urusan kalian?" tanya Tina setelah melihat Rahmat dan Salma, tidak lupa Tina melempar sesabit senyum nakal pada Rahmat dan tentu saja Salma menangkap itu semua, wajar saja kecurigaan Salma semakin menjadi pada Rahmat dan Tina. "Apa yang kau bilang pada anak-anakku, Tina?""Memangnya Ayah jualan ikan tongkol ya, Bun?" tanya Kia dengan polosnya. Mungkin kedua anaknya tidak mengerti, tetapi Salma dapat mengerti arti semua itu arahnya kemana, apalagi selama ini Tina memiliki mulut yang kotor dan vulgar, tentu saja Salma marah, karena wanita itu tidak bisa menjaga mulutnya di depan anaknya. "Udah, pulang kau sekarang Tina." Rahmat menyuruh Tina pulang seolah-olah mengalihkan pembicaraan. "Jangan menghindar, ayo jelaskan, ada apa dengan semua ini. " Selamat siang, Alhamdulillah sudah sampai
Tentu saja Salma berontak mempertahankan uang hasil jualannya, tetapi karena Salma wanita yang berbadan kurus melawan Rahmat yang berbadan tegap, tentu saja Salma kalah, Rahmat menyeringai dengan wajah mengejek sambil menggenggam uang yang berhasil diambil dari tangan Salma. "Bang, berhentilah bersikap tidak punya hati seperti itu, apalagi di penghujung bulan suci Ramadhan, kembalikan uang itu, aku tidak akan mengatakan cerai lagi, aku janji." Salma berusaha bernegosiasi, tentu saja apa yang Salma katakan hanya manipulatif belaka, agar lelaki itu mau memberikan uang hasil jerih payahnya, Rahmat seolah tidak peduli, ia merebahkan tubuhnya di ranjang sambil bersiul-siul kecil. "Jangan berisik kau, nyalakan kipas anginnya, aku mau tidur sebentar saja," ujar Rahmat dengan entengnya seolah tidak terjadi apa-apa, Salma menyalakan kipas angin, untuk sekarang wanita yang telah banyak makan hati itu lebih memilih mengalah, karena posisinya sedang lemah saat ini, saat hendak melangkahkan kaki
Gemetar satu badan rasa Salma ketika tangannya ditangkis seperti itu, hanya diam mematung tanpa melakukan pergerakan beberapa saat, itu yang Salma lakukan, kakinya terasa terkunci hingga tak mampu untuk sembunyi. Sedetik dua detik, Rahmat tidak bergerak lagi, takut-takut Salma mengamati lagi, ternyata suaminya itu masih terlelap dalam tidurnya karena kembali suara dengkurannya terdengar, Salma menarik nafas untuk sekedar membuang rasa takut, entah mengapa, ancaman- ancaman Rahmat mengusik hatinya sehingga Salma sangat takut jika ketahuan, gemetar tangan Salma meraih dompet yang masih menyembul sebagian di saku celana belakang Rahmat. Alhamdulillah, berhasil, batin Salma, cepat ia mengambil uang dan kartu BPJS, setelahnya Salma pun keluar, tetapi ia menepuk jidat, bapaknya butuh kartu BPJS dan beberapa berkas yang diberikan pada Rahmat seperti foto copy kartu keluarga dan yang lainnya, cepat Salma kembali masuk ke kamar lagi dan tempat yang pertama Salma tuju adalah lemari pakaian da
"Bang, benar yang Abang Katakan itu, Kak Salma itu tadi keluyuran."Salma dan Rahmat spontan melihat ke arah pintu. "Abang urus itu, selingkuhan Abang,"ujar Salma dan gegas masuk ke dalam kamar, entah mengapa, kali ini kedatangan Tina di waktu yang tepat bagi Salma, karena dengan cepat ia bisa menghindar, entah mengapa juga dengan asal Salma mengatakan kalau Tina itu selingkuhan Rahmat, ucapanya keluar begiti saja seolah meyakini kalau wanita sexi yang sedang berdiri di depan pintu itu memang selingkuhan Rahmat. Pergerakan tangan Salma cepat menyelipkan buku tabungan dan kartu atm di balik sarung bantal setelah masuk ke dalam kamar. Sedangkan di luar kamar. "Ngapain kau datang, haiss, kalau kau bertingkah begini terus, lama-lama istriku bisa curiga," ucap Rahmat dengan pelan hampir seperti berbisik pada Tina, tentunya saat Salma masuk kamar, sambil kepala Rahmat sibuk menoleh ke arah pintu kamar, takut jika istrinya itu keluar dan melihat dia berbicara berbisik pada Tina yang kini
"Eh, kok malah menuduhku?""Siapa tau saat aku pergi tadi, Tina datang ke rumah ini, biasanya kalau orang bersalah itu, pasti akan sibuk menuduh orang lain, ya kayak Abang inilah, menuduhku secara membabi buta untuk menutupi kesalahanmu, Bang.""Hadeh, jangan mengarang cerita kau, Salma.""Aku ga mengarang cerita, malah sebaliknya Abanglah yang mengarang cerita, siapa tau saat aku pergi tadi, kalian berdua entah mengapain di kamar lalu Abang memberikan uang itu pada Tina, lagian tatapan wanita itu ke Abang sangat beda, begitu juga Abang ke Tina, seperti ada Something diantara kalian.""Halah! Sok-sok an someting sometong, miskin saja sok pake bahasa enggres, masalah uangku yang hilang, sudahlah, tidak aku permasalahkan lagi, masalah kartu BPJS itu, ya sudah jugalah, aku tidak permasalahkan, yang penting untuk saat ini, kau jangan lagi banyak tingkah, jangan menuntut aneh-aneh, jangan curigaan dan jangan cemburuan, pokoknya apa yang suamimu ini lakukan, kau nurut saja, jangan protes in
"Ya Allah Mak, enggak apa-apa kan? Memang buruk sekali perangai istri Bang Rahmat itu, tidak memiliki sopan santun, sama mertua saja seperti ini," ucap Yuni sambil membantu ibunya untuk berdiri. "Baju Mamak jadi kotor begini," sambung Ema, menantunya Bu Mega–istri dari Burhan. Sambil tangannya yang tersapu kutek mengibas-ngibas baju gamis Bu Mega yang kotor. Rahmat terlihat mengeras rahangnya karena melihat sikap Salma yang kurang ajar pada ibunya. "Sudah, ayo kita berangkat sekarang," ajak Burhan, mereka semua sekeluarga masuk ke dalam mobil kijang inova reborn keluaran terbaru. Salma dan kadua anaknya sudah sampai di masjid raya Binjai, setelah memarkir motor, Salma dan kedua anaknya cepat mengambil tempat. "Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. La ilaha illallahu wallahu akbar. Allahu akbar wa lillahil hamdu!"Takbir idul fitri bergema dengan begitu indah, Salma yang sudah duduk diantara jamaah wanita yang lain tidak kuasa menahan haru, dengan sekuat tenaga ia berusaha tida