Tentu saja Salma berontak mempertahankan uang hasil jualannya, tetapi karena Salma wanita yang berbadan kurus melawan Rahmat yang berbadan tegap, tentu saja Salma kalah, Rahmat menyeringai dengan wajah mengejek sambil menggenggam uang yang berhasil diambil dari tangan Salma. "Bang, berhentilah bersikap tidak punya hati seperti itu, apalagi di penghujung bulan suci Ramadhan, kembalikan uang itu, aku tidak akan mengatakan cerai lagi, aku janji." Salma berusaha bernegosiasi, tentu saja apa yang Salma katakan hanya manipulatif belaka, agar lelaki itu mau memberikan uang hasil jerih payahnya, Rahmat seolah tidak peduli, ia merebahkan tubuhnya di ranjang sambil bersiul-siul kecil. "Jangan berisik kau, nyalakan kipas anginnya, aku mau tidur sebentar saja," ujar Rahmat dengan entengnya seolah tidak terjadi apa-apa, Salma menyalakan kipas angin, untuk sekarang wanita yang telah banyak makan hati itu lebih memilih mengalah, karena posisinya sedang lemah saat ini, saat hendak melangkahkan kaki
Gemetar satu badan rasa Salma ketika tangannya ditangkis seperti itu, hanya diam mematung tanpa melakukan pergerakan beberapa saat, itu yang Salma lakukan, kakinya terasa terkunci hingga tak mampu untuk sembunyi. Sedetik dua detik, Rahmat tidak bergerak lagi, takut-takut Salma mengamati lagi, ternyata suaminya itu masih terlelap dalam tidurnya karena kembali suara dengkurannya terdengar, Salma menarik nafas untuk sekedar membuang rasa takut, entah mengapa, ancaman- ancaman Rahmat mengusik hatinya sehingga Salma sangat takut jika ketahuan, gemetar tangan Salma meraih dompet yang masih menyembul sebagian di saku celana belakang Rahmat. Alhamdulillah, berhasil, batin Salma, cepat ia mengambil uang dan kartu BPJS, setelahnya Salma pun keluar, tetapi ia menepuk jidat, bapaknya butuh kartu BPJS dan beberapa berkas yang diberikan pada Rahmat seperti foto copy kartu keluarga dan yang lainnya, cepat Salma kembali masuk ke kamar lagi dan tempat yang pertama Salma tuju adalah lemari pakaian da
"Bang, benar yang Abang Katakan itu, Kak Salma itu tadi keluyuran."Salma dan Rahmat spontan melihat ke arah pintu. "Abang urus itu, selingkuhan Abang,"ujar Salma dan gegas masuk ke dalam kamar, entah mengapa, kali ini kedatangan Tina di waktu yang tepat bagi Salma, karena dengan cepat ia bisa menghindar, entah mengapa juga dengan asal Salma mengatakan kalau Tina itu selingkuhan Rahmat, ucapanya keluar begiti saja seolah meyakini kalau wanita sexi yang sedang berdiri di depan pintu itu memang selingkuhan Rahmat. Pergerakan tangan Salma cepat menyelipkan buku tabungan dan kartu atm di balik sarung bantal setelah masuk ke dalam kamar. Sedangkan di luar kamar. "Ngapain kau datang, haiss, kalau kau bertingkah begini terus, lama-lama istriku bisa curiga," ucap Rahmat dengan pelan hampir seperti berbisik pada Tina, tentunya saat Salma masuk kamar, sambil kepala Rahmat sibuk menoleh ke arah pintu kamar, takut jika istrinya itu keluar dan melihat dia berbicara berbisik pada Tina yang kini
"Eh, kok malah menuduhku?""Siapa tau saat aku pergi tadi, Tina datang ke rumah ini, biasanya kalau orang bersalah itu, pasti akan sibuk menuduh orang lain, ya kayak Abang inilah, menuduhku secara membabi buta untuk menutupi kesalahanmu, Bang.""Hadeh, jangan mengarang cerita kau, Salma.""Aku ga mengarang cerita, malah sebaliknya Abanglah yang mengarang cerita, siapa tau saat aku pergi tadi, kalian berdua entah mengapain di kamar lalu Abang memberikan uang itu pada Tina, lagian tatapan wanita itu ke Abang sangat beda, begitu juga Abang ke Tina, seperti ada Something diantara kalian.""Halah! Sok-sok an someting sometong, miskin saja sok pake bahasa enggres, masalah uangku yang hilang, sudahlah, tidak aku permasalahkan lagi, masalah kartu BPJS itu, ya sudah jugalah, aku tidak permasalahkan, yang penting untuk saat ini, kau jangan lagi banyak tingkah, jangan menuntut aneh-aneh, jangan curigaan dan jangan cemburuan, pokoknya apa yang suamimu ini lakukan, kau nurut saja, jangan protes in
"Ya Allah Mak, enggak apa-apa kan? Memang buruk sekali perangai istri Bang Rahmat itu, tidak memiliki sopan santun, sama mertua saja seperti ini," ucap Yuni sambil membantu ibunya untuk berdiri. "Baju Mamak jadi kotor begini," sambung Ema, menantunya Bu Mega–istri dari Burhan. Sambil tangannya yang tersapu kutek mengibas-ngibas baju gamis Bu Mega yang kotor. Rahmat terlihat mengeras rahangnya karena melihat sikap Salma yang kurang ajar pada ibunya. "Sudah, ayo kita berangkat sekarang," ajak Burhan, mereka semua sekeluarga masuk ke dalam mobil kijang inova reborn keluaran terbaru. Salma dan kadua anaknya sudah sampai di masjid raya Binjai, setelah memarkir motor, Salma dan kedua anaknya cepat mengambil tempat. "Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. La ilaha illallahu wallahu akbar. Allahu akbar wa lillahil hamdu!"Takbir idul fitri bergema dengan begitu indah, Salma yang sudah duduk diantara jamaah wanita yang lain tidak kuasa menahan haru, dengan sekuat tenaga ia berusaha tida
"Halo, kenapa diam saja." Lelaki itu melambaikan tangannya di depan Salma yang diam mematung, sedangkan Salma yang pikiran dan perasaan yang sedang sulit diartikan akhirnya tersadar. "Pak, sekali lagi saya minta maaf karena telah menabrak mobil Bapak, sungguh, semua ini tidak ada unsur kesengajaan, saya lalai, jika memang harus ganti rugi, saya harap diberi keringanan dengan cara mencicilnya," ucap Salma dengan membungkukkan kedua badannya sebagai tanda bahwa dia benar-benar minta maaf. "Tidak masalah, lagian mana ada orang yang sengaja menabrak mobil yang sedang terparkir, masuklah sebentar, ini kakinya adik-adik ini terluka, biar saya obati, oh, perkenalkan, nama saya Husen." Lelaki itu mengulurkan tangannya dengan ramah, Salma tidak berani menyentuh tangan yang bukan muhrimnya, ia hanya menangkupkan kedua tangannya. "Nama saya Salma, kaki kedua anak saya biar saya obati saja, kami permisi pulang dulu," ucap Salma canggung karena merasa sungkan, jika mengikuti saran lelaki itu un
Salma menatap Husein, dengan cepat ia menundukkan pandangannya. "Maaf, saya tidak ingat," ujar Salma masih dengan sopan. "Kita dulu teman Satu MDTA Husbol Waton Belawan."Salma mengernyitkan alisnya dan tampak berpikir sambil ekor matanya sesekali melihat ke arah Husein dengan perasaan sungkan. "Husein? Kamu Husein yang dulu juara satu adzan?""Dan kamu juara satu nasyid bersama Ida, Henny dan Dewi," ucap Husein antusias. "Ya Allah, aku tidak mengenalmu, bukankah kamu dulu ….""Gendut, hahahaha," kekeh Husein sehingga menampilkan deretan gigi rapi dan bersih. "Aku benar-benar tidak mengenalmu, maaf lah ya," ucap Salma, karena memang penampilan Husein sangat berbeda saat zaman Madrasah dulu, Husein yang dulu begitu kelebihan berat badan dan berkulit gelap, sangat kontras dengan penampilannya sekarang. Salma tidak merasa canggung lagi tetapi masih menjaga kesopanan, mereka terlibat pembicaraan ringan, hanya sekedar mengenang masa sekolah saat di Madrasah dulu sampai akhirnya Salma
"Apalagi Salma, kok malah diam, kau? Kita ga ngasih THR enam juta sama Mamak karena keserakahanmu dan kau ambil diam-diam uang itu, jadi kaulah yang mencuci piring." Rahmat ikut menghakimi. "Kan uangnya udah aku kembalikan, Bang. Kenapa harus Salma, kan ada Yuni, ada Kak Ema.""Heh! Mulai lancang kau ya Salma, Ema itu anak orang kaya, malah kau suruh pulak cuci piring! Yang pasang canopy di garasi itu pakai uang Ema, dan masih banyak lagi dia membantu dari segi keuangan di rumah ini, sangat beda sama kau, jadi, anggap saja kau ngasih tenaga di rumah mertuamu." Bu Mega tidak terima Salma menyuruh Ema–menantu kesayangannya mencuci piring. "Lagian uang THR yang kau curi dan kau kembalikan itu, sudah habis untuk biaya perobatan Mamakmu," ujar Rahmat lagi. Salma merasa terpojok, pelan Salma menata hatinya yang terasa sakit dengan ucapan-ucapan suami dan keluarganya, tidak ada pilihan lain, Salma pun berdiri dan menuju dapur, memang benar apa yang mertuanya katakan, orang miskin dan t