Tak henti-hentinya Linda marah-marah malam ini. Ia menyalahkan bu Mutia terus menerus. Bagas sudah berusaha menenangkan sang istri namun usahanya sia-sia belaka. Apalagi mbak Wulan juga ikut dalam membela sang ibu.
"Sudahlah sayang. Nanti aku belikan lagi baju baru. Ingat kamu sedang mengandung.. mbak juga lihat disana ada anak mbak sedang makan, apa kalian gak berpikir jauh sebelum bertengkar.""Itu juga karena istrimu, Gas. Kalau tak memancing emosiku jelas gak ada pertengkaran seperti ini. Hanya masalah sepele aja dibikin besar. Beda sama Anisa yang tak pernah membentak dan memberontak.""Apa! Jangan samakan aku dengan orang kampungan itu mbak. Aku lebih berkelas dan berpendidikan."Dengan terpaksa Bagas menarik tangan Linda untuk dibawanya memasuki kamar. Ia sudah pusing menengahi pertengkaran malam ini. Apalagi mbak Wulan juga membawa nama yang dibenci oleh Linda, bisa- bisanya pertengkaran ini tak akan selesai. Tak lupa ia juga meraih pl# 28 Sudah kepalang tanggung Bu Mutia malu akibat penuturan sang putra. Selama ini ia berkoar-koar lantaran Anisa tak ku jung hamil nyatanya sang putra sendiri yang tak menyentuhnya. "Nak Bagas, itu sama aja berdosa, jika dari awal tak menyukainya mengaoa nak Bagas menikahi Anisa. Setahu ibu Anisa itu wanita yang begitu baik dan tulus. Cantik itu bukan karena fisiknya tapi hatinya. Jaman sekarang wanita cantik makin banyak asal dapat perawatan. Kemarin saja ibu melihat Nisa begitu berubah, dia cantik, menarik dan semakin bersinar. Ibu yakin sebentar lagi ia akan semakin maju. Andai kamu mau memberikan biaya untuk perawatan tentu Anisa akan menjadi wanita yang cantik." "Maaf, bu. Ibu kok seolah menjelekan aku sih. Aku ini istri mas Bagas loh sekarang, dan saya sekarang sedang hamil anaknya. Kalau tak tahu perjalanan cerita kita jangan membandingkan aku dengan mantan istri gendut mas Bagas." sungut Linda yang tak terima. Ia merasa tersindir akan ucap
"Mas... Pak Karyo telfon ini." teriak Linda yang mana Bagas sedang mandi selepas pulang bekerja. Bagas segera keluar hanya mengenakan handuk yang melingkar di pinggangnya. (Halo, pak Karyo. Bagaimana, pak?)(Ya, mas Bagas. Saya sudah menghubungi Anisa tadi pagi, sudah saya jelaskan semaunya dan daya sudah cukup membantu. Maaf sekali, Anisa tak menginginkannya. Ia tetap bersedia jika anak mas Bagas telah lahir sesuai apa diisi surat wasiat itu. Saya mohon maaf sekali) (Apa? Ya, gak bisa begitu dong, pak. Itu kan ada hak saya juga disana. Biasanya Anisa juga akan menyetujuinya jika aku butuh uang. Gak bisa begitu dong pak?) (Maaf mas Bagas, itu keputusan Anisa) Bagas segera mematikan ponselnya dan melemparkannya di ranjang. Ia tertunduk lemas dengan menutup wajah dengan kedua tangannya. "Mas kenapa? Apa Anisa menolak?" "Sepertinya aku harus kesana dan memaksanya untuk menandatangani surat pencairan tabungan
Anisa tak menggubris teriak bahkan makian dari Bagas dan mantan mertuanya. Ia memilih segera makan karena waktu sudah menunjukan pukul setengah delepan pagi. Tak ingin terlambat gara-gara mantan keluarganya yang mencari masalah. "Mantan mertuamu iku loh nduk, matanya ijo aja kalau bahas duit. Takut banget apa gak dikasih nantinya." gerutu Bu Utari."Biarkan saja, bu. Kalau nanti mereka berbuat yang melebihi batas kita lapor polisi." "Bapak ini loh, lihat pipi anak kita aja memerah begitu, cap tangan lagi. Ini sudah tindakan kekerasan sudah kena pasal loh pak. Bisa ini kalau dilaporkan." Anisa yang masih menahan nyeri di pipinya seketika memiliki ide untuk membuat keluarga Bagas jera. Ia segera mengetik pesan, senyum tersungging disudut bibir Anisa yang sedikit berdarah. "Lihat saja, mas. Ini sedikit pembelajaran untukmu," gumam Anisa dalam hati. Usai sarapan Anisa menengok sejenak keluar dan ternyata diluar sudah tak ada man
Linda terancam keguguranPagi ini Anisa memilih ijin untuk tak bekerja. Rasa trauma masih membekas didalam ingatannya. Apalagi rasa pusing masih mendera di kepalanya akibat benturan saat ia tergelincir belum lagi lemparan batu pada punggungnya terasa sakit. Tok... Tok ... Tok ... "Nis, makan dahulu. Ini tadi Satria mampir kasih kamu bubur gudeg." "Ha, Satria kemari, bu? Kapan? Kok Anisa gak tahu?" "Tadi pagi, dia menemui ibu dibelakang. Takut ganggu kamu istirahat, sekalian mau berangkat narik katanya." "Owh, nanti aku hubungi Satria kalai begitu, bu. Makasih ya bu, sudah dianterin masuk makanannya. Aku bisa kok makan dibelakang." "Kamu lagi sakit, sudah gek habiskan terus minum obat dari bu bidan. Mau ibu rebusin air panas untuk mandi?" "Jangan.... Anisa mandi air dingin saja bu, makin gerah nanti." "Ya sudah kalau begitu. Ibu keluar dahulu, segera habiskan." "Iya, bu." Sete
Bagas dipenjaraTok... Tok ... Tok ... "Selamat siang bapak dan ibu." "Si.. siang pak. Ada apa ya pak?" jawab Bu Mutia yang sedang menunggu Linda dirumah sakit."Maaf bu, saya mencari bapak Bagas." "Ya Pak, saya Bagas. Ada apa ya?" ucap Bagas yang ada dibelakang sang ibu."Bapak bisa ikut saya ke kantor. Ini surat penangkapannya." "A... Apa? Saya gak melakukan apa-apa pak? Bapak salah orang mungkin," sergah Bagas, ia memnag merasa tak melakukan kesalahan apa-apa. "Bapak bisa jelaskan di kantor nanti." Bagas segera digiring oleh kedua polisi untuk segera ke kantor dan memberikan keterangan. "Mas.... Pak! Jangan bawa suami saya. Suami saya gak bersalah, bapak mungkin salah orang." pekik Linda yang kini sudah menangis melihat Bagas dibawa polisi. "Bu, bagaimana ini? Kenapa mas Bagas ditangkap polisi?" "Ibu juga gak tahu, perasaan Bagas anak baik-
Vonis hukuman BagasSegala cara telah Wulan lalukan untuk membebaskan Bagas, namum hingga kini belum berhasil. Pak Karyo bahkan membela Anisa dalam kasus ini. Hingga Linda harus bolak balik masuk rumah sakit karena kandungannya begitu lemah bahkan ia begitu stres dan tertekan. Apalagi kedua orangtua Linda menekan anaknya untuk berpisah saja daripada memiliki suami narapidana. "Enggak, Ma. Aku lagi hamil, aku gak mau berpisah dengan mas Bagas. Kami pacaran sudah lama dan ini adalah penantian-ku. Aku gak peduli status mas Bagas nantinya, yang jelas aku gak mau pisah dengannya, Ma. Tolong jangan tekan aku terus menerus, aku sudah memiliki pilihan tersendiri jadi tolong jangan ikut campur dalam rumahtangga_ku." "Cinta itu memnag buta. Kaya kamu ini buta karena seorang Bagas yang ... Ah sudahlah. Mama pusing mikirnya. Nih uangnya, ini yang terakhir! Jangan minta mama terus, mintalah keluarga suamimu itu, kamu itu tanggungjawabnya." ujar Raya. Setelah men
Pov Bagas "Kamu tenang saja, kami akan menjaganya sebaik mungkin. Mbak paham bagaimana saat hamil dahulu." ucap mbak Wulan. Ya aku rasa mbak Wulan tahu akan perasaan wanita, apalagi dia juga pernah hamil dan merasakan bahwa sangat membutuhkan sosok suami. Linda menjerit histeris kala aku sudah digiring oleh dua orang polisi untuk segera dibawa ke dalam rutan. Ada sesak di dada ini menyaksikan Linda seperti itu. Aku masih sempat tersenyum namun aku sungguh terkejut saat Linda jatuh pingsan. "Linda." teriakku dan akan berlari namun tanganku ditahan oleh kedua polisi. Aku memberontak namun usahaku sia-sia, kekuatan kedua polisi leboh kuat daripada diriku ini. "Pak, aku mohon istriku pingsan. Ijinkan aku menemaninya hingga sadar." pintaku memohon namun lagi dan lagi aku tak bisa. "Disana sudah ada keluarga yang menanganinya, pak. Lebih baik bapak segera ikut kami kembali ke rutan." ujar polisi yang masih memegang pung
Pov AnisaAku tak menyangka setelah berpisah dengan Mas Bagas akan semenyenangkan ini padahal pada umumnya seorang wanita yang berpisah tentu akan merasa terluka dan terpukul namun berbeda denganku, aku malah bahagia apalagi ada Satria teman masa kecilku yang selalu memberikan semangat untuk aku terus menjali hari-hariku ini. Awal mula para tetangga selalu merendahkan statusku yang menjadi janda di usia muda, apalagi janda tanpa anak. Banyak gunjingan yang aku dapati, berkat bapak dan Ibu aku kuat menghadapi gunjingan itu semuanya. Aku malah membalas mereka dengan kebaikan yang tulus aku berikan, memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan bahkan saat kerja bakti aku akan turun berbaur sesama warga. Bukan kecentilan namum aku akan membuktikan bahwa janda belum tentu buruk perilakunya. Alhamdulillah sedikit demi sedikit ibu-ibu yang membicarakan aku dan mencemooh status janda mulai berubah dan meminta maaf atas ucapannya selama ini yang menyaki