Hari ini Dafa kembali mengurung diri di dalam kamar. Berkali-kali Fenti memanggilnya namun tidak ada sahutan, wanita itu jelas khawatir dan berpikiran yang tidak-tidak. Bagaimana kalau anaknya nekat melakukan hal buruk?
"Udahlah, Bun, biarin aja. Nanti juga keluar sendiri," ucap Dio yang jengah dengan sikap anaknya yang menurutnya sangat pembangkang dan gampang marah.
"Ini udah sore dan Dafa belum keluar juga, tapi kamu tenang-tenang aja!" Bentak Fenti yang tersulut emosi.
Suaminya ini kenapa tidak khawatir sama sekali, padahal Dafa adalah anak tunggal mereka.
Dio berdecak, bukannya tidak khawatir. Dia hanya tidak ingin memanjakan Dafa, apa salah kalau dia ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya itu?
"Coba kamu diemin, nanti juga juga bakal keluar sendiri kalau udah lapar."
"Kalau segampang itu aku nggak akan sekhawatir ini, tapi coba kamu ingat, kemarin-kemarin bahkan Dafa betah nggak keluar selama seminggu."
"Daf, ayo buka
Tin ... tin ....Perempuan dengan kaos putih dipadukan rok span dan flat shoes yang hendak berlari menyeberang jalan segera menghindar, namun sayangnya terlambat. Meski tidak tertabrak, namun tubuhnya tetap terserempet mobil a*anza yang hendak melintas."Aww ...!" Pekik Caca."Woy! Hati-hati dong kalau nyeberang, gue nggak siap masuk penjara tau," ketus supir mobil yang ternyata seorang perempuan muda.Walau tubuhnya lecet-lecet dan sakit, perlahan Caca berdiri dan meminta maaf hingga pengendara tersebut kembali melajukan mobilnya menjauh.Sebenarnya jarak antara kafe dan rumahnya tidak terlalu jauh, namun entah kenapa kali ini rasanya berbeda. Caca berlari sudah cukup lama tapi tidak sampai juga.Dia terus berlari dengan tertatih-tatih, tanpa memperdulikan jidat dan tangan yang sempat tergores batu dan mengeluarkan darah.Sekitar 10 menit barulah perempuan itu sampai, dia segera menuju kamar Dafa."Daf!" Serunya sa
Dio berjalan tergesa bersama mantan calon besannya, yaitu Hansa dan Hesti.Setelah bertanya pada resepsionis, mereka langsung menuju ruangan dimana Dafa dan yang lain berada.Kriet ....Orang yang didalam seketika menoleh.Dio langsung mendekati anaknya. Pergelangan tangan Dafa yang tadi sempat tergores pisau kini sudah diperban, juga beberapa luka goresan lain sudah diobati. Disebelahnya ada Caca yang dahi dan tangannya yang sempat terluka tadi telah diobati."Maafin Ayah," ucap Dio dengan nada penyesalan.Dafa diam, rasanya dia masih kesal dengan laki-laki yang selama ini menjadi penutannya."Ayah lagi ngomong tuh lho, kok nggak dijawab sih," omel Caca membuat Dafa menjawab dengan malas-malasan."Iya.""Perjodohannya batal sesuai keinginan kamu," kata Dio lagi.Gara yang duduk disebelah Kiara menyimak semua omongan Dio dengan perasaan tak menentu. Senang karena akhirnya gadis pujaannya batal dijodohkan, bi
Cup! Caca membelalakkan mata saat sebuah benda kenyal dan beraroma mint menempel di bibirnya. "M--Maaf Ca, gak sengaja," ucap Dafa terbata-bata. Kakinya tadi tersandung dan tidak sengaja menubruk gadis yang ada di depannya, hingga mereka berakhir berpelukan di sofa dengan bibir saling menempel. Caca memandang tajam Dafa. Kurang ajar sekali sahabatnya ini, meski tidak sengaja tapi ini adalah ciuman pertamanya, bibir yang selalu ia jaga kini telah hilang keperawanan. Plakk ... "Bangun! Ngapain masih meluk gini." Dafa buru-buru melepas pelukannya dan berdiri. "Beneran gak sengaja, tadi kesandung," ucapnya menunjuk kaki meja. Bisa bahaya kalau dia tidak segera menjelaskan, sahabatnya ini kalau mengamuk sudah seperti mau makan orang. "Brengsek! Gara-gara kamu bibirku udah gak suci lagi kan." Caca memukul-mukul punggung lelaki itu dengan sekuat tenaga. "Kan enggak sengaja Ca, harus gimana lagi?"
Arga dan Gara masuk dan duduk bersila di karpet bulu, ditemani puluhan makanan ringan juga beberapa jenis buah yang diletakkan dalam dua keranjang. "Ini kamar atau pasar?" Gara menggeleng heran melihat kamar adiknya yang memang diisi freezer juga beberapa rak untuk menaruh snack. "Pasar gratis," jawab Caca yang duduk di depannya. "Lumayan, tiap hari bisa makan enak," kata Arga membuat kembarannya tertawa, sedangkan Caca menatap tajam. "Enak aja, beli dong masa minta terus." "Kalau ada yang gratis kenapa harus beli," balas Arga lagi. Gara hanya diam menikmati makanan di depannya dan menjadi pengamat pertengkaran kedua saudaranya. "Ini gak aku bagi-bagiin." Caca mengambil snack-snack nya kemudian menyembunyikan di belakang punggung. "Orang pelit kuburannya sempit loh Ca," Gara mencoba membantu kembarannya. "Kan aku belum mau mati, kalo udah deket kematian nanti aku sedekah makanan yang banyak deh." "Manusia mana a
Dafa melingkarkan kedua tangannya di punggung Caca membuat gadis itu seketika melotot. "Udah diem, pokonya aku gak mau pulang sebelum abang-abangmu pulang." Caca mencoba melepaskan diri tapi sia-sia, Dafa justru mengeratkan pelukannya sambil terus makan snack. "Ya udah lepas, gak usah peluk-peluk juga, nanti aku bilang ke Gara tau rasa kamu," ancam Caca agar Dafa segera melepaskannya. "Dulu juga sering pelukan kan, malah kamu dulu yang mulai." "Itukan dulu pas masih kecil, sekarang beda lagi." "Apa bedanya?" Tanya Dafa menaik-turunkan alisnya mencoba menggoda Caca. "Pokoknya beda, udah lepas." "Gak, nanti aku kamu suruh pulang lagi." "Ya iyalah inikan udah malem, nanti diomongin tetangga tau." "Tetanggamu kan, aku." "Emang di sini cuma ada rumahku sama rumahmu?" Sungut Caca. "Bisa jadi." "Dafa...,pokoknya pulang. Nanti dicariin bunda loh." "Enggak, tadi bunda nyuruh
"Bun!" Fenti yang sedang memetik anggur di belakang rumah menatap heran pada anak semata wayangnya yang kini berjalan kearahnya dengan wajah tertekuk dan kedua tangan diangkat. "Kenapa, nak?" Buru-buru ia menghampiri anaknya karena takut terluka. "Kotor bun, jijik banget, tadi habis megang muka Caca yang belum dicuci," adu nya dengan wajah hampir menangis. Beginilah Dafa, kalau diluar garang tapi kalau di rumah cengeng dan manja. Apalagi kalau sama Caca, bisa lebih manja ketimbang dengan sang bunda. "Yaampun... bunda kira kenapa, yaudah dicuci sana, kok malah kesini." "Bunda kok biasa aja sih," kata Dafa nanar. "Terus gimana? lagian salah kamu sendiri Caca baru bangun udah dipegang-pegang mukanya." "Bun tapi jijik loh, niatnya kan mau ngerjain." "Yaudah tinggal dicuci, bunda mau lanjut metik anggur." "Bunda gak mau marahin Caca gitu?" Tanya Dafa ketika sang bunda sudah membalikkan badan.
Dafa mengacak rambutnya kesal, jujur dia malu, takut jika gadis yang sudah menjadi sahabatnya sejak kecil itu akan marah, tapi tidak dapat dipungkiri kalau dia juga senang. Kucing mana yang tidak akan senang bila dikasih ikan, meskipun secara tidak sengaja, namun ia bisa menyentuh benda empuk milik sahabatnya itu. Tak jauh berbeda dengan di lapangan tadi, Caca yang telah pulang kini menelungkupkan badannya di ranjangnya dan membenamkan kepalanya di bantal."Huaa... aku malu," ucapnya dengan tangan kanan memukul-mukul kepala menggunakan bantal, sedangkan tangan kirinya ia tindih untuk melindungi bagian tubuhnya yang tadi disentuh sahabatnya."Aku harus gimana ini, nanti gak berani ketemu dong," ucapnya lagi, wajahnya masih merah dengan air mata hampir keluar."Kenapa aku gampang nangis kalau sama dia sih, kenapa tadi disentuh juga, hiks..." Air mata yang sedari tadi ditahan akhirnya luruh juga, padahal jika bersama orang lain dia tidak s
"Astaga ini gimana bisa? Duh, tombol hapus mana lagi, astaga udah dibaca!" Ucap Dafa kelimpungan ketika melihat pesan yang tidak sengaja ia kirim ke Caca sudah menampilkan centang dua berwarna biru."Mampus," ujarnya sembari mengacak rambutnya kasar, dia menatap nanar layar ponselnya.Tak lama kemudian Caca membalas pesannya, gadis itu menanyakan ia akan pergi kemana sampai tiga hari.Karena merasa sudah terlanjur, dia pun menjelaskan akan menjenguk Rian di Depok. Dia juga menjelaskan kalau teman satu jurusannya di kampus itu sedang koma karena mengalami kecelakaan hebat.[Kok lama banget?] Dafa membaca pesan sahabatnya yang diakhiri dengan emoticon menangis. Dia terkekeh pelan.[Sekalian nyari pacar, biar gak jomblo kayak kamu.] Bunyi pesan yang ia tulis pada layar ponsel kemudian menyentuh tombol send.Dafa mendelik kesal melihat balasan sahabatnya. [Dasar buaya!]"Enak aja, baru pacaran lima belas kali kok udah dibilang