"Astaga ini gimana bisa? Duh, tombol hapus mana lagi, astaga udah dibaca!" Ucap Dafa kelimpungan ketika melihat pesan yang tidak sengaja ia kirim ke Caca sudah menampilkan centang dua berwarna biru.
"Mampus," ujarnya sembari mengacak rambutnya kasar, dia menatap nanar layar ponselnya.
Tak lama kemudian Caca membalas pesannya, gadis itu menanyakan ia akan pergi kemana sampai tiga hari.
Karena merasa sudah terlanjur, dia pun menjelaskan akan menjenguk Rian di Depok. Dia juga menjelaskan kalau teman satu jurusannya di kampus itu sedang koma karena mengalami kecelakaan hebat.
[Kok lama banget?] Dafa membaca pesan sahabatnya yang diakhiri dengan emoticon menangis. Dia terkekeh pelan.
[Sekalian nyari pacar, biar gak jomblo kayak kamu.] Bunyi pesan yang ia tulis pada layar ponsel kemudian menyentuh tombol send.
Dafa mendelik kesal melihat balasan sahabatnya. [Dasar buaya!]
"Enak aja, baru pacaran lima belas kali kok udah dibilang buaya. Harusnya kadal dong, kebesaran kalo buaya mah," gerutunya sebal.
Keesokan harinya, Caca duduk termenung di sudut cafe. Dafa sudah berangkat sejak pagi tadi, lelaki itu hanya berpamitan melalui pesan w******p, Caca sendiri juga tidak datang ke rumah lelaki itu."Loh Ca?!" Sebuah suara terpaksa membuat dia mendongak.
"Hai kak," sapa Caca lemah ketika mengetahui yang menghampirinya adalah Kiara, teman akrabnya juga teman satu grup dance. Kiara 7 bulan lebih tua dari Caca.
Kiara menautkan alis bingung, dia duduk di kursi yang ada di depan Caca.
"Kenapa lo?"
"Gak papa, lagi bosen, capek, males aja."
Mendengar jawaban Caca yang seperti itu membuat Kiara berdecak kesal, ia lantas menyeruput kopinya.
"Kalo bosen ya cari hiburan, kalo capek ya istirahat, kalo males ya gak usah ngapa-ngapain," balas Kiara seadanya.
Caca meletakkan kepalanya di meja dan mengaduk-aduk minumannya.
"Sebenernya lo itu kenapa sih, coba cerita sama gue," ucap Kiara gemas melihat tingkah Caca yang jarang seperti sekarang.
"Gue cuma bingung karena belum hapal gerakan dance buat besok," ucapnya berdusta setelah mengingat mereka besok akan membuat video dance cover.
"Lah, tumben amat. Biasanya lima belas menit udah hapal?"
"Gak taulah, lagi banyak pikiran gue."
"Disuruh cerita gak mau."
Caca berdecak. Sejak kejadian kemarin dia menjadi uring-uringan. Ingin menelfon Dafa tapi malu, tidak menelfon tapi rindu.
"Main yuk," ajak Kiara karena melihat sahabatnya bertambah kacau.
"Kemana?" Tanya Caca malas.
"Situ Cisanti?" Jawab Kiara menyebutkan salah satu tempat wisata yang ada di kota mereka.
"Boleh deh," balas Caca akhirnya. Dia mengambil ponselnya kemudian mengirim pesan pada kedua kakaknya.
"Kita mau berdua aja apa ngajak yang lain nih?" Tanya Kiara, biasanya mereka selalu pergi berempat atau lebih karena akan selalu mengambil foto untuk diunggah di sosial media. Maklum, mereka merupakan anak muda yang saat ini tengah populer lantaran fisik dan otak yang sama-sama unggul, meskipun ketiganya masih kalah jauh dibanding Caca.
"Ajak Kak Fey sama Kak Nay juga."
"Oke."
Kiara segera menghubungi Freya atau yang kerap disapa Fey dan juga Naya, memberitahu mereka bahwa dia dan Caca berniat pergi ke Situ Cisanti.
Entah berapa lama mereka berada di mobil milik Fey, penampilan Fey tidak jauh berbeda dengan Caca. Mereka sama-sama suka mengenakan jeans sobek dan sweater atau kaos lengan pendek karena dinilai lebih simpel.
Di belakang mobil Fey juga ada satu mobil milik manager dan fotografer mereka. meskipun bukan artis, namun mereka kalangan anak-anak famous yang membutuhkan manager.
Caca memilih menatap ke luar jendela, pikirannya tertuju kepada sahabat laki-lakinya. Apa Dafa sudah sampai? Apa Dafa baik-baik saja? Banyak pertanyaan yang berputar dibenaknya.
*** Devarga Kingstone Leonard, ketua geng motor UKS atau Unit Killer Savage. Kakak kedua Caca namun tidak ada yang mengetahui kecuali keluarga Dafa, sahabat adiknya. Devarga atau yang kerap disapa Arga ini mempunyai saudara kembar, namanya Sagara Kingstone Leonard.Gara dan Arga mempunyai sifat yang bertolak belakang. Gara memiliki sifat yang ceria dan mudah senyum apalagi jika sudah berhadapan dengan saudaranya maka sifat jahilnya akan muncul,. Gara hanya akan bersikap serius jika gengnya mengalami masalah atau saat bersama orang tuanya, dia bahkan bisa berubah mengerikan jika sedang emosi.
Arga, Ketua Umum salah satu geng motor yang paling ditakuti di Bandung, mempunyai sikap yang dingin dan tidak tersentuh, namun berbeda jika berhadapan dengan Caca. Sifat Arga akan lebih lembut dan suka tersenyum, kadang ia bahkan menjadi lumayan jahil jika dengan adik perempuannya.
Hari ini mereka sedang berada di basecamp, beberapa anggota yang berkumpul ada yang menyanyi, bermain gitar, membuat kelompok untuk bermain game atau hanya bermain ponsel.
"Gar, ini Situ Cisanti bukan?" Tanya Arga seraya mendekati adik kembarnya.
Gara yang sedang fokus bermain game pun mengalihkan pandangan ke layar ponsel saudara kembarnya.
"Lah, iya kayaknya." Setelah mengucapkan kalimat itu Gara langsung menghentikan permainannya, dia melihat lagi layar ponsel Arga yang menampilkan foto adik perempuan mereka di suatu tempat.
"Kirain cuma main ke Cafe atau gramedia," ucap Gara tak habis pikir dengan tempat yang dituju adiknya. Memang sih mereka ada di Bandung, tetapi jarak antara rumah mereka dengan Situ Cisanti cukup jauh, bahkan perjalanannya bisa menempuh waktu sekitar 4 jam. Kalau tau begini, dia pasti akan menyuruh pengawal untuk memantau Caca. "Samperin gak?" Tanya Arga setelah cukup lama. "Kayaknya gak usah deh, kalo ada apa-apa Caca juga bisa langsung pencet gelangnya," jawab Gara saat teringat gelang tanda bahaya yang dipakai Caca. Saat merasa terancam adiknya bisa langsung memencet tombol kecil yang ada di gelangnya setelah itu akan ada pengawal yang jumlahnya puluhan bahkan terkadang ratusan datang membantunya, mereka sudah disiapkan oleh kakak pertamanya. Gelang itu sebenarnya memiliki bentuk seperti gelang pada umumnya sehingga musuh tidak akan tau fungsinya. "Hmm ... Yaudah," balas Arga mengambil ponselnya kemudian kembali ketempat semula. ***
"Yang punya pacar suruh putusin aja Ca," ucap Fey seenaknya.Caca menggeleng tidak terima, "gak bakal gue kenalin ke kalian.""Ganteng mana sama si kembar anak Darmajaya sekaligus ketua geng UKS Ca?" Tanya Fey menyebutkan dua pemuda populer yang kuliah di salah satu kampus terkenal di kota mereka."Nah iya tuh, setau gue sampai saat ini cowok yang gantengnya gak manusiawi itu ya cuma mereka," kata Naya menimpali."Setara kok," jawab Caca tersenyum, tidak mungkin ia mengaku bahwa si kembar dari Darmajaya sekaligus ketua UKS itu adalah abang yang dia maksud.*** Caca pulang dari Situ Cisanti jam 7 malam. Saat ini dia sedang duduk di depan meja rias, mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Caca melirik ponselnya yang berbunyi, ternyata Dafa menelfon."Halo.""Lagi apa Ca?" Tanya Dafa dengan riang, sepertinya dia sudah melupakan kejadian kemarin padahal Caca masih sedikit malu."Habis mandi nih," jawab Caca sekenanya
Dafa membalas pelukan bundanya. "Mana bisa jauh dari bundaku tersayang ini, sehari aja udah kangen," candanya mencoba menggoda sang bunda. Fenti melepas pelukannya dan menatap tajam anaknya, " Kamu pasti ngebut ya naik motornya?" Dafa meringsut takut, mau menyangkal takut dosa, membenarkan takut telinga jadi korban. "Kenapa diem aja?" Tanya Fenti lagi. "Duh bun, gimana ya? Sebenernya gak mau ngebut, tapi kalo pelan pasti ditinggal sama yang lain," balas Dafa yang tentu saja bohong. "Kamu itu..." Fenti memelintir telinga anaknya membuat sang empu mengaduh kesakitan. "Aduh duh bun, ampun bun. Lain kali gak bakal ngebut kok." "Tiap hari kamu juga bilang gitukan? Tetep aja kalo naik motor masih suka ngebut." "Janji deh bun, janji gak bakal ngebut lagi." "Kalo gak kepepet, iyakan? Bunda udah hapal apa yang mau kamu bilang kalo lagi kayak gini." Muka Dafa sudah merah hampir menangis.
Dafa dan Caca sudah sampai di area parkir Rumah Stroberi. Lelaki itu melirik jam di pergelangan tangannya, pukul 11.23."Ayo turun."Setelah membayar tiket, mereka langsung ke kebun stroberi. Ekspresi bahagia tercetak jelas di wajah Caca, sedari tadi gadis itu terus tersenyum."Seneng banget Ca?"Caca menatap Dafa dan mengangguk."Lihat ini, besar dan merah banget, jadi pengen cepet-cepet makan." Caca menunjukkan buah stroberi yang baru ia petik ke hadapan Dafa.Selesai memetik dan menimbang stroberi, mereka bergegas ke restoran yang ada di Rumah Stroberi dan memilih tempat duduk dengan nuansa oriental."Berasa lagi kencan," kata Dafa yang kemudian disusul tawa Caca."Perasaan dari dulu pergi berdua juga biasa aja," balas Caca sambil menyuap nasi kedalam mulutnya."Yah ... gak asik kamu Ca, kan cuma becanda."Caca terkekeh."Nanti pulangnya beli martabak dulu ya," kata Dafa menatap mata s
"Emang ada yang mau kenal sama kamu?" Caca mengambil tisu dan mengelap bibirnya, hidungnya bahkan terasa sakit setelah tersedak. "Makanya pelan-pelan kalau minum, ada dong," balas Dafa dengan ekspresi khawatir bercampur bangga. Caca menyindir, "Sial banget itu cewek, mau-maunya kenalan sama kamu." "Kok sial sih, anugerah dong Ca. Beruntung banget loh dia bisa kenalan sama cowok ganteng kayak aku." Caca bertingkah seolah akan muntah, jijik saat mendengar tingkat percaya diri sahabatnya yang terlalu tinggi. "Antara jijik dan najis dengernya." Mata Dafa mendelik tak suka. "Gaya banget sok-sokan jijik sama muntah gitu, coba tanya bunda! Aku ganteng atau gak." "Oke, nanti aku tanya bunda." "Kamu gak penasaran gitu, gimana muka cewek yang aku omongin tadi?" Tanya Dafa dengan alis terangkat sebelah. "Emang kayak mana? Paling juga menor kayak biasanya," balas Caca ketika mengingat beberapa perempua
Dafa mengangguk dan kembali tiduran, sedangkan Caca melanjutkan nonton drama Korea yang sempat tertunda. Dafa melihat wajah sahabatnya yang begitu cantik, sejujurnya dia sedikit menyukai gadis disampingnya ini tapi tidak berani mengatakannya karena takut persahabatan mereka akan rusak, juga sikapnya yang tidak setia membuat dia takut melukai hati Caca.Tatapan Dafa beralih ke bibir Caca, meskipun tanpa lipstik bibir gadis itu sudah berwarna merah menggoda.Kini, tatapannya turun ke dada Caca yang tertutup kaos putih oversize.Dafa meneguk ludah kasar. Otaknya traveling memutar kejadian beberapa hari yang lalu saat ia tidak sengaja menyentuhnya. Dafa segera mengalihkan pandangan dan memejamkan matanya.Caca menoleh saat mendengar Dafa menghela nafas dan beristighfar beberapa kali."Kenapa?" Tanya Caca heran.Dafa membuka mata dan melihat Caca dengan pandangan berbeda dari biasanya, membuat gadis itu sedikit tidak nyaman."Ca
Naya menghela napas pelan, dia merasa kesepian. Orang tuanya hanya sibuk bekerja dan pulang saat larut malam. Dia sering berfikir, untuk apa ibunya melahirkan anak kalau ujung-ujungnya tidak terlalu dipedulikan.Menjadi orang kaya dan anak seorang pengusaha tidaklah menyenangkan bagi Naya, apalagi jika menjadi anak tunggal sepertinya. Dalam sebulan, Naya hanya bisa ngobrol dengan kedua orang tuanya satu kali, itu pun hanya sekitar dua jam, setelahnya mereka memilih menyelesaikan pekerjaan lagi.Naya mencari kontak salah satu pacarnya, lalu menekan ikon panggil."Ren, kita putus ya," kata Naya setelah panggilan tersambung."Loh, kenapa Nay, aku punya salah sama kamu atau gimana?" Tanya Rendi kebingungan."Gak ada.""Terus kenapa minta putus?""Aku cuma gabut," Naya menghela nafas."Masa cuma karna gabut kamu minta putus, kamu udah bosen sama aku atau udah ada yang baru?" Tanya Rendi tidak terima. Jelas, siapa juga yang ak
"Gak lucu tau," gadis itu berdiri dan siap keluar ketika tangannya ditarik Dafa, membuat dia kembali duduk, namun di pangkuan lelaki itu."Lepas! Aku udah bilang jangan aneh-aneh kan."Dafa seolah tuli, dia memeluk Caca erat membuat gadis itu tak bisa bergerak."Dafa!" Caca merasa geli saat kepala Dafa yang berada di ceruk lehernya mulai mendusel-dusel.Dafa diam, dia menatap Caca yang terlihat kesal."Aku cuma kangen kamu, kemarin kita gak ketemu kan?" Dafa tersenyum lalu kepalanya kembali ke ceruk leher gadis itu."Kangen sih kangen, tapi gak usah kayak gini juga dong. Geli tau."Dafa tersenyum, kelakuannya justru semakin menjadi-jadi. Dia meniup-niup belakang telinga dan tengkuk Caca."Dafa, aku marah lo," kata Caca. Wajahnya memerah menahan tangis."Tumben gak minta tolong bunda?" Tanya Dafa disertai kekehan."Bunda kan lagi gak di rumah," balas Caca dengan mata berembun.Fenti memang sedang