Maafkan mereka, tak baik menyimpan dendam dan amarah dalam dada.
Jangan lupa subscribe dan bintang 5 nya dong...hehe Suara semilir angin ibarat musik bersuara merdu mendayu-dayu sampai terasa ke gendang telinga Sari. Angin sepoi-sepoi membelai lembut wajah Sari yang tengah mengendarai motornya. Seminggu lebih tangannya kaku dan kebas, tidak bisa digerakkan. Hari ini Sari mulai kembali dengan rutinitasnya mengantar dagangan ke warung-warung. Senyum sumringah teroembang di bibirnya. Maya telah kembali ke Tasik 3 hari yang lalu. Nasehat singkat membuat hatinya lebih lapang dan tenang sekarang, kedatangan Maya membawa perubahan besar dalam hidupnya. Belajar ikhlas dan sabar menghadapi setiap cobaan. Belajar menerima ketidak sempurnakan adalah kunci kebahagiaan. Menghancurkan dendam kesumat yang bercokol di hati, dan menggantinya dengan keikhlasan dan kesabaran, berbuah kenikmatan tiada Tara. Sari sangat berterima kasih pada Maya adiknya, karena sudah mengi
Rumah Sakit Dokter Wisnu tengah duduk santai di ruangannya. Ia baru saja selesai melakukan tugas yang lumayan menyita perhatian. Segelas teh manis dan sepiring cake menemani saat santainya. Matanya menyapu seluruh ruangan, setiap sudut dan celah tak luput dari pandangan. Lalu senyuman terbit di bibirnya, ia merasa puas dengan pencapaian dan keberhasilannya. Menjadi dokter yang dielu-elu dan kebanggan semua orang. Namun, di saat yang sama hatinya terluka dan tercabik-cabik manakala keberhasilan yang ia raih, harus ia tukar dengan cinta. Senyumnya terhenti, kala ingat kegagalan cintanya. Cinta yang ia jaga segenap jiwa, harus ia lepas demi memenuhi keinginan dan tuntutan orang tua. Berbulan-bulan lamanya ia baru bisa bangkit dari keterpurukan, dan bertekad akan mempersembahkan kesu
10 tahun silam...“Mas Wisnu! dipanggil papa!” ucap Mita dibalik pintu kamar Wisnu. “Sekarang ya Mas,” lanjut Mita melongok kamar Wisnu, setelah sebelumnya mendorong pintu kamar untuk mengetahui kegiatan kakaknya.“Iya,” sahut Wisnu pendek. “Jangan ngintip-ngintip masuk aja,” tambah Wisnu mengingatkan.“Ogah ah! males,” ucap Mita bergurau. Lalu Mita segera balik badan, lalu ngeloyor pergi. Wisnu memandang punggung Mita yang menghilang dibalik pintu sambil tersenyum kecil.Wisnu yang sedang mengerjakan tugas, segera bangkit lalu melangkah ke luar. Wisnu turun ke lantai bawah, di tangga ia berpapasan dengan Mita yang sedang bicara lewat telpon.“Papa ada di ruang kerja, Mas!“Ok, terima k
Selamat membaca 🌷🌷🌷 “Sari...! Kenapa melamun? apa yang kamu pikirkan.” Dokter Wisnu memandang Sari gusar, setelah mendengar ceritanya Sari banyak melamun yang terlihat di matanya. Dokter Wisnu memandang Sari dengan getar cinta yang sama. Ya Tuhan andai bisa diulang kembali, ingin kurengkuh wanita ini dalam pelukan. Tapi sayang, dia sudah punya suami. Sari tergagap, “ I-Itu M-Mas ... A-Aku tak menyangka jalan cinta kita serumit ini. Dulu aku sempat mengeluarkan kata-kata kotor, sumpah serapah keluar begitu saja, karena mas Wisnu hilang tak ada kabar. Tanpa ada kepastian mengenai hubungan kita, jadi jangan salahkan aku bila aku menikah dengan pria lain. Coba dulu, seandainya Mas Wisnu jujur dan berterus terang, aku pasti mengerti. Karena pada dasarnya perempuan itu hanya butuh kepastian. Tapi apa yang mas lakukan, mas pergi begit
"Kemana aja Bun? Jam segini baru pulang! Pasti janjian ketemu sama si dokter tampan itu ya!” ucap Heru curiga sekaligus cemburu. Gimana tidak curiga, tadi siang si dokter tampan itu berani-beraninya meminta nomor handphone istrinya, lalu tiba-tiba istrinya menghilang dari rumah tanpa pamit. Mama dan Dela saja yang berada di rumah, tidak tau kemana Sari pergi. Apa tah ia yang tengah bekerja mengantar penumpang, jelas tidak mengetahui gerak gerik Sari seharian. Ya, semenjak Heru dan Sari dikasih mobil oleh Maya, adiknya Sari. Mereka mendaftarkan mobil itu untuk alat transportasi. Sejak saat itu, Heru memulai rutinitasnya di jalanan, mengantar penumpang sesuai pesanan. Bahkan sampai malam Heru jabani demi memberikan hidup layak untuk keluarganya. Sari yang baru saja sampai di rumah, terpaku mendengar ucapan suaminya yang tidak masuk akal. Sari mer
Bantu Subscribe, rate, like dan bintang 5 sebelum baca ya... Malam baru saja menjelang. Suara tokek terdengar sambung menyambung. Begitu juga detak jam dinding mulai menghiasi malam yang sunyi. Sebagian orang mungkin tengah merajut mimpi, tapi mata Heru masih terjaga, enggan terpejam. Heru menoleh ke samping, terlihat olehnya Sari tidur dengan pulasnya. Seakan tiada beban dan masalah. Sungguh berbanding terbalik dengannya yang sedang dihinggapi kegalauan. Sari tidur dengan sengat lelap, sedikitpun tidak terganggu dengan keresahan suaminya. Sementara Heru yang berada di sebelah Sari, masih betah bergelisah ria, menggeliat kanan kiri. Matanya enggan terpejam, padahal ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk tidur. Semilir angin sesekali menyapa kulit Heru, harusnya ia bisa tidur dengan belaian angin sepoi-sepoi yang datang mengelus kulit dan meniup bola matanya. Namun, karena pikiran sedang
Sari semakin menunduk dalam diam. Pengakuan mas Wisnu membuatnya gemetaran, antara senang dan sedih. Sari tidak percaya, jika sampai detik ini mas Wisnu belum menikah. Padahal usianya tidak lagi muda. Apa yang membuatnya tidak juga menikah. Apa karena dirinya? Sari bertanya-tanya dalam hati.“Kenapa Mas,” tanya Sari berusaha bersikap biasa saja. Ia tidak mau mas Wisnu salah mengartikan sikapnya. Walaupun sebenarnya ia merasa kasihan dan empati terhadap Mas Wisnu. Bagaimana Sari tidak iba melihatnya, seharus diusianya yang sekarang, mas Wisnu harusnya sudah memiliki keluarga dan anak, sebagai estafet keluarganya.“Tidak ada perempuan yang menarik di mata Mas kecuali kamu,” jawab Wisnu memandang Sari lekat-lekat. Pandangan penuh cinta. Bukan pandangan penuh nafsu.Pengakuan jujur mas Wisnu makin membuat Sari merasa bersalah. Padahal semua ini m
Bu Sri yang tengah duduk di teras langsung berdiri, melihat kedatangan menantu dan anaknya. Tak sabar rasanya ingin mendengar kabar baik dari mereka. Bu Sri memandang Sari dan Heru dengan tatapan bahagia. Bila ia ingat kejahatan yang dilakukannya pada Sari, membuat ia menyesal. Kemana pikirannya dulu, begitu jahat memperlakukan Sari. Sekarang ia berjanji akan memberikan perhatian dan kasih sayang tulus untuk Sari. Sari layak bahagia. Apa lagi nanti setelah cucunya lahir. Betapa bahagia hati bu Sri, tak bisa ia lukiskan dengan kata-kata. “Kalian sudah pulang? Apa kata Dokter?” tanya bu Sri penasaran. “Benar tidak dugaan mama?” lanjut bu Sri mendekat ke Sari, karena ia sudah tak sabar mendengar penjelasan dari menantu dan anaknya. “Ma! aku hamil!” Jawab Sari spontan lalu segera menghambur kepelukan bu Sri. “Benarkah...!” uc