Dua jam kemudian keluarga Wisnu berpamitan pulang. Pak Santoso dan istrinya sedih karena harus berpisah lagi dengan cucu-cucu kesayangannya. Padahal belum lama mereka bercengkerama, sekarang cucunya harus pulang. Andai mereka mau tinggal di sini betapa bahagianya pasangan kakek nenek itu.“Kalian kenapa sih buru-buru amat perginya. Padahal mama masih kangen kumpul dengan kalian, apalagi sama cucu kesayangan nenek yang ganteng dan cantik ini.” Keluh sang mama sedih dan kecewa seraya merangkul dan memeluk sang cucu. Seakan enggan untuk berpisah. "Kalian nginap aja malam ini di sini, besok pagi kakek yang antar pulang ke rumah kalian," sambung sang nenek berusaha membujuk sang cucu. "Iya-kan besok pagi bisa antar mereka?Belum juga mendapat jawaban dari sang suami, pertanyaan itu terputus oleh permintaan maaf Sari. “Maaf Ma, kami meninggalkan seseorang di rumah, tadi dia tidak mau ikut. Sementara Fando gelisah terus pingin cepat pulang.”Ya, selama berada di rumah neneknya, perasaan Fand
Terima kasih teman-teman, talah berkenan mampir diceritaku, semoga suka dengan ceritanya. Jangan lupa kasih vote dan bintang ya. Selamat membaca... "Bikinin Ayah kopi, Bunda.” Pinta Heru pada Sari istrinya yang tiba-tiba lewat di depannya. Sari menghentikan langkah, lalu menatap tajam wajah suaminya. Kekesalan hatinya makin memuncak tajam, menahan amarah, dadanya bergemuruh hebat. Sementara lelaki itu hanya diam sambil memainkan gawainya. Menoleh pun tidak, apalagi berniat menolong. “Emangnya gue Babu, bikin aja sendiri.” Jawab Sari terus melangkah ke teras, membawa ember penuh cucian. Dasar suami kagak ada akhlak, sudah tau gue kerepotan begini, bukannya dibantuin, malah disuruh bikin kopi. Rutuk Sari dalam hati. Emang ya lelaki tak punya hati nurani. Bisanya hanya menyuruh ini dan itu. Mentang-mentang status dan derjatnya lebih tinggi dibanding seora
Subscribe dulu dong.... Pagi ini, Sari bergelung dalam selimut. Hawa dingin pagi hari menambah nikmat untuk tidur dan bermalas-malasan. Rasanya Sari enggan untuk bangun dan menyiapkan sarapan untuk semua anggota keluarga. Lelah bekerja seharian mencari uang, ditambah dengan mengurus rumah, membuatnya semakin dilanda rasa bosan dan capek sendiri. Pikirannya melalang buana. Sari bingung menghadapi kenyataan hidupnya belakangan ini. Enggan rasanya, untuk memasak dan beberes. Sementara yang tinggal di rumah ini masih tidur dengan nyenyak. Ga hanya mama mertua dan Dela saja yang masih tidur, bahkan suaminya, yang seharusnya bertanggung jawab untuk biaya rumah tangga ini pun tidur dengan sangat pulasnya. Membayangkan suaminya masih lelep dalam tidur, membuatnya semakin di dera rasa malas. Ia mengerucutkan bibir kesal.
Subscribe dan bintang 5 dulu dong sebelum baca.. Magrib baru saja usai. Setelah selesai makan malam, dan merapikan meja makan, Sari berniat untuk bekerja kembali. Pekerjaannya belumlah selesai, masih ada beberapa kerjaan yang terbengkalai. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Sari bekerja sendiri membungkus kecil-kecil snack ringan seharga 1000 per bungkus. Sari menitipkannya di sepanjang warung yang ada di pinggir jalan dekat rumahnya. Bahkan warung yang jauh dari rumahnya pun Sari kejar, tanpa mengenal lelah untuk membiayai hidupnya bersama suami, mertua dan adik iparnya. Sari tak punya pilihan lain, selain melakukan dengan Ikhlas. Ia tidak bisa diam saja menunggu nafkah yang tak kunjung diberi oleh Heru. Sementara kebutuhan perut harus tetap dipenuhi. Tak mungkin bernegosiasi dengan perut, untuk tidak menuntut haknya, karena ketiadaan biaya. Makanya untuk memenuhi itu semua,
Subscribe dan bintang 5 dong😊 "Eh ... Sari! Jangan menuduh sembarangan. Bisa jadi kamu membelinya dalam keadaan tak terikat kencang,” sela Sri marah, tersinggung dengan tuduhan Sari. Tentu saja Sari makin meradang mendapat sangkalan dari mertuanya. Sudah jelas mereka yang bersalah, masih saja berkelit, pasti nanti mereka minta bukti. “Aku yakin banget, sudah periksa kondisi barang itu sebelum aku beli, aku tidak akan seceroboh itu,” terang Sari dengan seyakin-yakinnya. "Aku tidak pernah bertindak gegabah, semuanya pasti sudah aku perhitungkan." “Apa buktinya, bila kami yang memakannya, jangan menuduh sembarangan.” Tutur Dela tak mau kalah membela kehormatan keluarga, di mata kakak ipar yang menuduh mereka seenak jidatnya. Tuh! Benarkan! Mereka pa
Terima kasih seudah berkenan mampir, semoga suka. Selamat membaca. Walaupun sekarang Heru tidak punya penghasilan, Sari masih tetap melayani segala kebutuhan Heru. Ia tidak mau di cap istri durhaka. Selama ini suaminya cukup bertanggung jawab dalam memenuhi segala kebutuhan keluarga. Hanya semenjak Heru di PHK saja, tanggung jawabnya jadi berkurang. Hanya tanggung jawab nafkah lahir yang tidak ia berikan. Sementara yang lain masih dipenuhi oleh Heru. Sari ingat nasehat ibunya, bahwa tugas istri itu cuman 1, yaitu taat kepada suami. Walaupun suami itu tidak memberikan nafkah lahir, tidak ada alasan bagi istri untuk tidak menaatinya. Masalah nafkah, biarlah jadi urusannya sama Allah. “Ingat! Nak... Jangan sekali-kali kamu meminta cerai, karena suami itu adalah perisaimu nanti di akhirat, dia yang akan menanggung semua dosamu.” Makanya Sari berusaha sabar dan m
Flashback “Bang, kamu yakin mamamu akan menerimaku. Aku takut dan tak siap menerima penolakannya.” “Jangan khawatir, kan ada aku! Aku akan membela dan menjagamu,” jawab Heru antusias sambil menepuk dadanya. Heru sudah tak sabar ingin mengenalkan Sari pada ibunya. Heru sudah kebelet nikah. “Tapi janji ya, apa pun yang terjadi, kamu tidak boleh meninggalkanku. Kamu udah janji untuk tetap bersama.” “Iya, aku janji,” ucap Heru sambil mengaitkan jari kelingkingnya. Sari dan Heru tersenyum bahagia. Mereka segera melangkah masuk ke rumah. Di sana mama dan papa Heru telah menunggu. “Assalamualaikum,” ucap mereka serentak. Sari kembali mencengkeram tangan Heru, perasannya tidak enak. Sari mundur berbalik ke belakang, tapi den
Subscribe dan bintang 5 dong “Ini tehnya ...! Ma,” ucap Dela sembari meletakkan teh di meja. "Ya, tarok aja di sana." Setelahnya, Dela pun duduk tak jauh dari mamanya. Ia menatap perempuan di depannya, sambil mengingatkan kejadian beberapa waktu yang lalu. “Ma...! Mama ingat kejadian tiga hari lalu ... Kan?” tanya Dela pada Bu Sri yang tengah duduk santai di teras. Kebetulan Sari sedang berada di dapur. Entah apa yang sedang dilakukannya, para benalu tak mau tau, bahkan enggan membantu, tak ada dalam pikiran mereka. Sri mengangguk, sambil menyeruput teh manis yang dibawa Dela. “Emang kenapa, Nak!” “Ma, aku sakit hati diperlakukan mbak Sari kemaren, padahal aku sudah tergiur banget ing