Share

Pulang ke Rumah Bapak

Sepanjang perjalanan menuju kediaman Bagas, Diana terus saja menangis. Dia merasa sedih karena mengalami kejadian yang tidak terduga di malam pertamanya.

Air matanya terus saja mengalir di kedua pipinya tanpa dia minta, hatinya terasa sakit dan dadanya terasa sangat sesak. Rasanya dia ingin bunuh diri saja, tapi takut akan dosa.

"Oh Tuhan, kenapa bisa seperti ini?" tanya Dia a lirih.

Sopir taksi yang sedang mengemudi memandang

Diana dari kaca spion dengan iba, dia merasa kasihan karena melihat Diana yang terus saja menangis tanpa henti.

Namun, dia tidak berani berkata apa pun. Karena dia sangat paham, jika wanita yang sedang bersedih hanya butuh waktu untuk menumpahkan segala kesedihannya itu lewat tangisan.

Setelah melakukan satu jam perjalanan, akhirnya

Dia a tiba di kediaman sederhana milik ayahnya, Bagas. Ada kelegaan, tetapi ada juga kebingungan.

"Ini ongkosnya, Pak." Diana memberikan ongkos taksinya dan segera keluar dari taksi tersebut.

Diana terlihat melangkahkan kakinya dengan gontai menuju pintu utama, tidak lama kemudian dia terdiam seraya menatap pintu itu dengan tatapan bingung.

"Haruskah aku mengetuk pintunya sekarang?" tanya Diana seperti orang linglung.

Setelah terdiam cukup lama, akhirnya Diana memutuskan untuk mengetuk pintu itu beberapa kali. Diana datang dengan perasaan was-was, takut dan juga resah. Karena dia datang di pertengahan malam setelah ditalak oleh suaminya, Bara.

Cukup lama dia menunggu di depan pintu, hingga tidak lama kemudian pintu itu nampak terbuka. Muncullah ayahnya dengan wajah khas bangun tidur dan rambutnya yang terlihat kusut.

Bagas sempat kaget saat melihat putrinya yang sedang berdiri tepat di depannya, dia bahkan sempat mengucek matanya berkali-kali karena takut salah melihat.

Rasanya tidak mungkin jika putrinya datang di malam pernikahannya, seharusnya Diana saat ini sedang asik bercumbu mesra dengan suaminya, pikirnya.

Lalu, kenapa saat ini Alina malah ada di hadapannya?

Bagas memperhatikan keadaan putrinya dengan alis yang saling bertaut, matanya terlihat membengkak seperti habis menangis lama.

Melihat akan hal itu Diana benar-benar takut sudah terjadi sesuatu hal yang tidak-tidak terhadap putrinya, apalagi ini adalah malam pertama untuk putrinya setelah menikah.

Terlebih lagi saat Bagas melihat koper yang Diana bawa, sungguh dia merasa takut jika Diana sudah bertengkar hebat dengan suaminya dan Diana diusir saat ini juga.

"Diana, Sayang. Kamu kok da--"

Belum sempat Bagas menyelesaikan ucapannya, Diana sudah terlebih dahulu menubrukkan tubuhnya pada tubuh ayahnya itu.

Dia benar-benar merasa sedih karena merasa menjadi orang yang gagal, dia takut ayahnya akan marah karena sudah mempermalukan ayahnya tersebut.

Jika saja keinginan dari suaminya itu masuk akal, mungkin Diana tidak akan menolaknya. Namun, rasanya permintaan dari suaminya kali ini benar-benar di luar dugaan.

Bisa-bisanya meminta dirinya untuk melakukan operasi sterilisasi, padahal dirinya saja belum memiliki momongan.

"Kamu kenapa, Nak? Apa ada masalah dengan Bara? Cerita dong sama Bapak, kamu ini kenapa?" tanya Bagas dengan bibir yang bergetar menahan tangis.

Jika putrinya pulang, itu artinya Dia a tidak baik-baik saja. Ada masalah serius yang sedang dialami oleh putrinya itu.

"Mas Bara sudah mengucapkan talak, Pak. Talak tiga, Pak," adu Diana saraya terisak di dalam pelukan sang ayah.

Mendengar apa yang dikatakan oleh putrinya, Bagas nampak syok. Rasanya ini adalah hal yang tidak mungkin terjadi, rasanya ini adalah kebohongan besar yang dia dengar.

Bagaimana mungkin putrinya yang baru saja dinikahi oleh pria yang begitu dia cintai, kini malah dicampakkan begitu saja di malam pertamanya.

Dari awal dia melihat Bara, memang Bagas tidak pernah setuju jika putrinya itu menikah dengan duda beranak lima yang katanya baik dan pengertian menurut Diana.

Karena saat Bagas menatap mata Bara dengan lekat, dia tidak melihat ketulusan di sana. Seperti ada niat yang tidak bisa ditebak oleh dirinya.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Coba katakan kepada Bapak," pinta Bagas dengan bingung.

Rasanya dia ingin saat itu juga menceritakan apa yang sudah terjadi kepada dirinya, tetapi dia juga merasa tidak siap. Dia takut jika ayahnya akan pingsan saat itu juga, jika mendengar apa yang diminta oleh Bara kepada dirinya.

"Diana capek, Diana lelah. Bolehkah sekarang Diana tidur dengan Bapak? Bolehkah Diana berceritanya besok pagi saja?" pinta Diana dengan tubuhnya yang semakin bergetar hebat.

"Duduklah dulu, biar Bapak ambilkan minum dulu," ucap Bagas.

Setelah mengatakan hal itu, Bagas langsung pergi ke dapur dan mengambilkan segelas air putih untuk putrinya. Setelah itu, dia kembali dengan membawa air putih dan memberikannya kepada Dia a.

"Minumlah dulu, Sayang. Setelah itu barulah kamu tidur, kamu harus istirahat. Ini sudah sangat malam," ucap Bagas seraya melirik jam yang bertengger cantik di dinding.

Ternyata waktu menunjukkan pukul 02.03 malam, ini adalah waktu untuk beristirahat. Putrinya memang membutuhkan waktu untuk beristirahat.

"Iya, Pak," jawab Diana lalu menenggak air putih yang diberikan oleh bapaknya tersebut.

Setelah air minum itu habis, Diana langsung merebahkan tubuhnya di kasur milik bapaknya. Entah kenapa, hari ini Diana seperti kembali lagi pada usia 5 tahun.

Waktu di mana dirinya dihina oleh teman-temannya karena tidak pernah pergi ke mana pun dengan ibunya, karena Diana adalah anak piatu.

Dia membutuhkan pelukan dan juga ucapan yang bisa menenangkan hatinya dari ayahnya, Bagas. Hanya pria itu yang selalu bisa membuat dirinya tenang dan bisa berpikir positif kembali.

"Pak, Diana mau tidur," ucap Diana dengan suara bergetar menahan tangis.

Bagas menganggukkan kepalanya, kemudian dia ikut merebahkan tubuhnya. Dia mengelus lembut puncak kepala putrinya dengan penuh kasih sayang.

Jika saja yang menikahi Diana bukan orang paling kaya di kampungnya, sudah dapat dipastikan kalau Bagas akan langsung melabrak lelaki yang sudah menikahi putrinya itu.

Hanya saja, Bagas sangat sadar siapa yang sudah menikahi putrinya dan siapa yang sudah menceraikan putrinya di malam pertamanya.

Bara adalah pria yang keras kepala dan selalu bersikap seenaknya, jika ada yang tidak disenangi oleh dirinya, maka siapa pun yang mengganggunya akan mendapatkan pembalasan yang berlebihan.

"Tidurlah, anakku. Untuk hari esok kita pikirkan lagi nanti," ucap Bagas dengan bingung.

Cukup lama Bagas mengelusi puncak kepala putrinya, hingga tidak lama kemudian Diana tertidur dengan pulas.

"Kasihan sekali kamu, Nak." Bagas menarik selimut sampai sebatas dada putrinya, lalu dia turun dari tempat tidur dan merebahkan tubuhnya di atas sofa.

Keesokan harinya.

Diana dan juga Bagas sudah melaksanakan sarapan paginya, Diana juga sudah terlihat lebih baik setelah menceritakan semuanya kepada ayahnya.

Terus terang saja Bagas merasa tersinggung dengan permintaan dari Bara, bisa-bisanya pria itu meminta Diana untuk melakukan operasi agar putrinya tidak memiliki anak.

Padahal, yang didambakan setiap perempuan yang sudah menjadi seorang istri, tentu saja memberikan keturunan kepada suaminya.

"Jadi, apa rencana kamu selanjutnya, Nak?" tanya Bagas setelah menghabiskan sarapan paginya.

Pria paruh baya itu merasa begitu was-was ketika Diana berkata jika Bara akan membuat hidup mereka menderita, sungguh Bagas takut jika ancaman Bara itu akan menjadi kenyataan.

"Mungkin aku akan mengajukan gugatan cerai, atau mungkin aku akan menunggu mas Bara melayangkan gugatan cerainya karena dialah yang sudah menjatuhkan talak tiga kepadaku," jawab Diana.

"Kalau begitu kamu jangan bertindak gegabah, kita tunggu saja apa yang akan dilakukan oleh nak Bara. Takutnya kamu nanti malah mendapatkan kesialan," ucap Bagas pada akhirnya.

"Iya, Pak. Aku---"

Brak!

Terdengar bunyi pintu utama yang terbuka dengan paksa, Diana dan juga Bagas terlihat begitu kaget. Mereka berdua langsung meninggalkan ruang makan untuk melihat apa yang sebenarnya sudah terjadi.

"Mas Bara!" pekik Diana ketika dia melihat lelaki yang baru saja menceraikan dirinya itu datang dengan tidak sopan.

Bara terlihat menatap Diana dengan tatapan yang begitu kesal, lelaki itu juga menolehkan wajahnya ke arah Bagas dan tersenyum sinis pada pria itu.

"Ka--kamu mau apa, Mas? Untuk apa datang ke sini? Bukankah tadi malam kamu sudah menceraikan aku?" tanya Diana dengan tubuh yang mulai bergetar karena takut.

Bara menatap tubuh Diana dari atas sampai bawah, dia tersenyum kala dia ingat jika tadi malam dia sudah mengambil keperawanan Diana.

Tubuh Diana nampak seksi dan menggoda, sayangnya wanita yang sudah dia talak itu tidak mau menuruti keinginannya.

"Aku ingin mengajak kamu pulang," jawab Bara enteng.

"Tidak mau, Mas. Tadi malam kamu sudah menceraikan aku, aku tidak mau ikut pulang." Diana memundurkan tubuhnya, lalu dia bersembunyi di balik tubuh ayahnya

Bara terlihat kesal, dia tersenyum sinis lalu melangkahkan kakinya untuk mendekat ke arah Diana.

"Jangan bersembunyi, Diana. Ayo kita pulang!" sentak Bara seraya menarik lengan Diana dengan kencang.

"Jangan sentuh putriku!" sentak Bagas seraya menepis tangan Bara dengan kasar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status