Roy mencoba berdamai dengan hatinya. Ia membiarkan Reva untuk mengikuti alurnya. Ia hanya berharap kalau Dewi tak akan melakukan sesuatu yang buruk pada istrinya. Tetapi ia tetap pasang badan untuk berjaga-jaga kalau misal Dewi berbuat tidak baik pada istrinya.Keesokan harinya, Reva sudah bersiap untuk menuju ke alamat yang dimaksud oleh Dewi. Reva bersama dengan kurir menuju ke tempat yang disampaikan Dewi. Jaraknya cukup jauh tetapi Reva yang mengantarkan sendiri kue pesanan Dewi. Meskipun sebenarnya bisa saja Reva langsung menyerahkan kue tersebut pada kurir dan ia tak memikirkan lagi. Karena Dewi juga telah membayar lunas kuenya kemarin.Roy tetap mengawasi dari belakang dengan menggunakan mobil lain agar tidak diketahui kalau Roy mengikuti Reva.Sampai di sebuah rumah yang cukup sederhana. Reva menekan bel yang ada di pagar rumah. Kalau dipikir Itu bukanlah rumah Dewi. Melainkan rumah orang lain. Karena kalau rumah Dewi, Dewi merupakan anak orang kaya raya yang setara dengan Roy
Reva tersenyum tipis. Meskipun banyak pasang mata yang menatapnya ia merasa tak gentar. Ia kemudian memberikan kue keringnya di dekat Dewi. "Ini semuanya berjumlah seratus sesuai pesanan kamu," ujarnya.Di sana sedang ada kumpulan ibu-ibu arisan. Sehingga tak ketinggalan Bu Wendah. "Bu, ini kan menantunya Bu Wendah, ya? Beralih profesi nih jadi penjual kue," ucap Dewi.Bu Wendah tak peduli bahkan kalau mengatakan Reva adalah menantunya sekali pun."Katanya istrinya orang kaya, tapi malah kerja berat begini," sindir salah seorang temannya Bu Wendah."Kenapa memang kalau istriku bekerja membuat kue?" suara berat berasal dari arah pintu. Roy sedang di sana.Semua Mata kini tertuju pada Roy."Roy," seru Dewi. Ia tak menyangka kalau akan ada Roy di sana."Apa? Kamu mau mempermalukan Reva? Tak tahu malu kamu memang. Reva tak seperti kamu. Mumpung lagi banyak yang kumpul justru bagus di sini. Ada ibu ku juga, nenek yang tega membunuh cucunya sendiri. Reva tak malu dengan kalian mempermaluka
Bi Ira yang mendengar ocehan Reva juga ikut sebal. Ia sebenarnya sudah merasa kalau niatnya memesan kue di majikannya hanya untuk mempermainkan Reva. Tetapi sekarang terlihatlah siapa yang sebenarnya jahat. "Sabar, Non. Memang Dewi orang nya seperti itu Mau bagaimana lagi kalau ternyata orangnya jahat. Tetapi tenang saja deh, Non. Kalau orang baik itu akan dapat balasan juga.""Aku sih nggak berharap apapun, Bi. Pokoknya aku cukup tahu saja dia bagaimana. Dan lebih parahnya lagi sih ada ibu mertuaku di sana. Saat Roy datang semua langsung tutup mulut alias membisu. Nggak ada yang menjawab," jawab Reva. Ada rasa puas di sana. Meskipun ia tak membalas apapun Tetapi ia melihat kalau mereka kehabisan kata-kata saat kedatangan Roy tadi. Ia tak merasa menang, hanya saja ada kelegaan saat di sana.Tak terasa Reva tertidur saat dipijat oleh Bi Ira. Karena memang tubuhnya sangat lelah. Setelah melewati jalan yang cukup jauh dan terjal. Tetapi bagi Reva itu bisa jadi untuk traveling. Kapan lagi
"Ja-jadi ini rumah om kamu, Lin?" tanya Reva. "Iya, Bu.""Nama om kamu siapa?" tanya Reva kembali."Tio."Deg.Reva terperanjat. Ia tak menyangka. Tetapi walau bagaimana pun juga ia akan menemui Tio apapun yang terjadi saat ini.Lina kemudian mengetuk pintu rumah yang sangat sederhana tersebut. Tak lama kemudian keluar lah seorang perempuan dari dalam memakai daftar sepanjang lutut. "Lina!" serunya."Maaf, tante. Saya ke sini bersama bos tempatku kerja. Karena mereka ingin menjenguk Om," ucap Lina dengan menunjuk ke arah Roy dan Lina.Mila, istrinya Tio menatap dengan tatapan yang bingung. Ia merasa sangat bersalah kepada Reva. Tetapi yang sekarang terjadi adalah sangat jauh berbeda. "Ka-kalian kok tahu kami di sini?" tanyanya."Loh, tante kenal sama Pak Roy dan Bu Reva?" sahut Lina yang tak kalah terkejut. Karena ia benar-benar tak tahu.Mila kemudian mempersilakan Reva dan Roy untuk masuk ke dalam rumahnya. Ada Angga yang kini berusia sekitar dua tahun. Ia sudah berjalan dan tampak
Roy dan Reva melihat kondisi Tio begitu memprihatinkan. Terlihat kulit Tio memerah dan seakan melepuh. Belum lagi Tio seakan menahan rasa gatal dan sakit di sekijur tubuhnya. Dan syukur saja Mila masih mau merawat Tio meskipun dengan sangat keterbatasan. Tio dan Mila masuk ke dalam mobil di kursi belakang. Roy melajukan kendaraan menuju ke rumah sakit terdekat agar Tio bisa langsung mendapatkan penanganan. Setidaknya agar tahu sebenarnya Tio terkena penyakit apa.Tak lama kemudian mereka sampai di rumah sakit. banyak pasang mata melihat Tio dan bergidik karena bagi mereka terlalu menjijikkan. Meskipun sudah memakai pakaian panjang tetapi di bagian leher dan wajah masih terlihat juga.Roy mendaftarkan Tio di poli umum dan karena banyak pasien akhirnya mereka harus menunggu sekitar satu jam di sana. Setelah satu jam barulah Tio giliran masuk. Tio langsung diperiksa oleh dokter. Sedangkan Roy memilih menunggu di depan poli agar tak terlalu banyak orang yang masuk ke salam ruangan dokter
"Jangan berkata seperti itu, Mila! Kejadian yang sudah terjadi biarlah jadi pelajaran untuk kita. Dan aku telah terus obat nya Tio. Ini juga aku berikan sedikit uang agar bisa kalian pakai untuk kebutuhan sehari-hari. Setelah ini kita ke mini market sebentar. Aku ingin memberikan Angga makanan untuknya," sahut Reva. Sama sekali ia sudah tak memikirkan masa lalu itu. Meskipun memang tak bisa dilupakan begitu saja. Saat sikap Mila yang waktu itu mengaku sebagai istrinya Tio dan ingin mengambil hak nya sebagai pemilik rumah yang sah."Kenapa kamu sangat repot-repot? Aku malu kalau menerima ini," sahut Mila."Sudah lah! Kasian anakmu. Atau kalau kamu mau kamu juga bekerja di rumahku seperti Lina. Nanti anakmu biar kamu ajak bisa bermain juga sama aku," sahut Mila.Tak banyak lagi obrolan dari Mila dan Reva. Tio sedari tadi hanya memilih diam karena ia tersiksa dengan gatal dan perih di sekujur tubuhnya. Ia merasa malu karena ditolong oleh mantan istrinya sendiri yang sudah jelas di masa l
Reva kemudian memberitahukan kalau semua bahan sudah siap dan bisa langsung dikerjakan. Lalu Reva menuju ke rumahnya karena ingin membereskan rumah terlebih dahulu.Sementara itu di ruang produksi, Tika melihat Lina secara tak biasanya. "Lin, kamu habis minta apa sama Bu Reva?" tanya Tika."Minta apa maksud Mbak Tika?" balas Lina. Ia juga bingung arah pembicaraan Tika kemana. Sedangkan ia tak pernah minta apapun sama Reva."Kemarin kamu ngomong kalau kamu ada masalah. Yah, nggak tahu sih kamu ngomong apa. Tapi aku menangkap kamu minta sesuatu," jawab Tika. Lina bingung mau menjawab apa. Ia tak tahu juga harus menjawab apa. "Halah, ngomong saja kamu minta uang tambahan sama Bu Reva. Iya, 'kan?" tuduh Tika."Sumpah beneran enggak, Mbak. Aku kemarin cuma minta pinjam uang. Tapi nggak dikasih. Malah Bu Reva yang turun sendiri mau membantu," jawab Lina. Ia merasa tak nyaman dengan tuduhan Tika barusan yang ditujukan kepadanya. "Pinjam uang untuk apa?" tanya Lina."Om ku sakit. Tapi ngga
Tika langsung membeli kalung di pasar dan dengan uang yang lumayan ia bisa membeli sekitar sepuluh gram. Ia dengan bangga langsung memakai kalung tersebut untuk dibawa pulang. Terlihat Randi, suaminya Tika melihat istrinya sedang memakai kalung dan merasa curiga. "Dari mana kamu punya uang untuk membeli kalung itu, Tika?" tanya Randi."Kerja lah, Mas. Kalau cuma di rumah dan malas-malasan juga mana bisa," jawab Tika sembari mengaca di depan cermin."Kamu belum siapkan makanan untuk anak kita. Sebaiknya kamu memasak atau mungkin kamu bawa lauk dari pasar?" tanya Randi."Enak saja. Aku sibuk. Aku harus bekerja, pualng masih harus masak. Seharusnya kamu yang bekerja juga menyiapkan makanan untuk anak kita. Kamu kan pulang lebih awal. Jangan rewel deh," debgus Tika.Semenjak Tika bekerja satu bulan belakangan, Tika memang lebih berani kepada Randi. Randi sampai tak habis pikir. Ia kemudian menggoreng telur sadar untuk anak lelakinya. Karena sejak tadi menunggu kedatangan Tika yang mungkin