"Iya, hati-hati!" sahut Reva."Itu ada lalapan, tadi ayahmu beli. Makan saja! Karena aku juga nggak selera mau makan," ucap Bu Ningsih menunjuk ke arah box makan yang ada di meja.Mega akhirnya memilih untuk ke kantin saja sambil jalan-jalan. Rumah sakit bagi Mega sudah akan menjadi kebiasaan. Ia yang bercita-cita jadi dokter sudah harus mulai siap melihat orang sakit. Tetapi kalau melihat kakaknya terluka seperti itu ia masih belum bisa. Itu masih ditangani oleh dokter spesialis. Sedangkan ia masih berstatus sebagai mahasiswa sarjana strata satu kedokteran.Belum sampai ke kantin tak sengaja Mega menabrak seseorang sampai ia sendiri yang terjatuh. "Aduh," keluhnya."Maaf, kamu nggak apa-apa?" tanya orang yang ditabrak oleh Mega tadi. Mega melongok melihat siapa yang ia tabrak. "Ah, Ivan? Kamu Ivan, bukan?" tanya Mega memastikan. Ia kemudian dibantu untuk berdiri."Ya, aku Ivan. Kamu Mega? Kenapa ada di sini?" balas Ivan. Ia adalah salah teman Mega di kampus. Ivan mengenakan kaos obl
"Mila katakan saja apa yang ada kalau kamu memahami disuruh orang untuk menusuk Reva! Sudah kurang apa dia sama kita?" desakan Tio. Ia merasa bersalah kalau istrinya seperti itu. Ia merasa gagal menjadi suami kalau membiarkan istrinya seperti itu."Kamu ngomong apa sih? Aku nggak melakukan apapun kok,'' kilah Mila yang tak pernah berubah sejak awal meskipun orang yang telah menusuk Reva juga sudah ditangkap. Rupanya mulut Mila ini terkunci dengan rapat sehingga ia tak goyah meskipun sudah ditangkap dua kali. Dan mungkin yang kali ini ia akan benar-benar ditahan sebagai tersangka. Hanya saja otak dalam masalah ini belum disebutkan oleh Mila.Roy merasa sangat marah tetapi ia juga harus meredam emosinya. Ia tak mungkin harus menghajar Mila. Kalau menuruti nafsu tentu ia sudah melakukan itu. Karena kalau itu terjadi justru masalah baru terjadi. Ia bisa dilaporkan dalam kasus tindak penganiayaan. Tetapi baginya Mila terlalu menyebalkan. Ia memilih untuk pulang sementara waktu. Entah kenap
"Oh, maaf. Saya Ivan. Temannya Mega. Kebetulan tadi ketemu di kantin. Dan katanya kakaknya sedang dirawat di ruang VIP jadi saya mau bertemu juga," jawab Ivan. Ia membawa parcel buah berbagai jenis."Oh, iya. Ada di dalam," jawab Roy. Karena ada teman Roy akhirnya ikut masuk ke dalam.Dari raut wajah Mega, Mega terlihat terkejut dengan kedatangan temannya itu. "Ngapain sih dia pakai ke sini?" ketus Bu Ningsih melihat kedatangan menantunya. Meskipun dalam hati ia juga penasaran dengan siapa dia datang ke sini."Ivan!" seru Mega."Iya, tadi aku mencari dimana, dan ternyata kakak iparmu sedang ada di luar, sekalian saja aku masuk," sahut Ivan. Ia lalu memberikan parcel buah tadi pada Mega. Ia juga menyapa Reva. Meskipun Reva juga tak kenal pada Ivan. Reva tahu nama teman Mega tadi saat Mega memanggil Ivan. "Siapa dia?" tanya Bu Ningsih. "Saya Ivan. Temannya Mega di kampus," jawab Ivan dengan bersalaman dengan Bu Ningsih dan Pak Haris. "Oh, jadi kamu temannya Mega. Lalu kenapa kamu ad
"Aku tahu, tapi Roy juga anaknya. Kita juga perlu menghargai perasaan nya," sahut Pak Haris."Untuk apa dihargai? Lagipula ibunya juga tak memikirkan bagaimana anak kita. Aku ibunya yang mengandung sembilan bulan, menyusui lebih dari dua tahun dengan enaknya dia menyakiti anakku. Aku nggak terima," balas Bu Ningsih tak mau kalah."Maaf, saya juga tak terima, Yah, Bu. Saya juga sayang sama istri saya. Saya rela kok kalau ibu saya dipenjara. Karena memang ibu saya salah. Jadi ini juga pelajaran untuk nya," sahut Roy. Ia tak mau ada lagi keributan. Mega hanya mendengarkan Karena memang ia juga tak mengerti apa yang terjadi. Ia hanya tak mau kalau kakaknya terluka, hanya itu saja.Reva hanya membatin kalau ibu mertuanya sangat jahat. Sudah dua kali perbuatan ibu mertuanya tak bisa ia maafkan. Apalagi ini juga masalah nyawa. Ia tak mau membalas. Ia serahkan semua pada suaminya. Ia juga tahu kalau Roy sebenarnya juga tak ingin ibunya dipenjara. Anak mana yang mau melihat ibunya di penjara.
Dewi dan Bu Wendah dicerca berbagai pertanyaan mengenai kebenaran dari bukti yang diberikan oleh Roy. Mereka berada di ruangan yang berbeda. Polisi juga masih terus mencerca keduanya. Tetapi Bu Wendah sungguh takut. Ia tak mau di penjara. Berbeda dengan Dewi yang berlagak tak takut. Ia justru berlagak sombong. Ia tetap bungkam dan tak mau mengaku. Ia bisa menyewa pengacara mahal untuk membebaskan nya hari ini juga. Lagipula polisi atau hakim baginya mudah saja untuk menyuruhnya membebaskan. Baginya uang bisa membeli segalanya."Bu Dewi tolong kerja samanya! Ini kan Anda sendiri yang bicara juga suara Anda, kenapa Anda masih tak mau mengakui?" tanya polisi mulai kesal."Saya kan punya hak untuk diam selagi pengacara saya datang. Kenapa Anda memaksa saya untuk bicara?" balas Dewi dengan tegas. Ia sama sekali tak terlihat takut di hadapan polisi tersebut. "Baik lah, tapi kami juga sudah mengantongi bukti kuat. Kalau masih mengelak itu juga urusan Anda. Apakah mau melanjutkan masalah ini
Tio sangat menyayangkan perbuatan Mila. Akibatnya Angga lah yang menjadi korban. Angga menangis ingin memeluk ibunya sebelum mendekam di penjara. Karena ada rasa iba pihak lapas pun mengizinkan hanya beberapa saat bisa memeluk Angga. Meskipun tidak sampai lama. Mila memeluk Angga dengan sama-sama menangis. Tetapi tak bisa lama dan Mila harus segera menuju ke lapas. "Maafkan aku, Mas!" ucap Mila kepada Tio. Ia merasa sangat menyesali perbuatannya. "Ya sudah, apa yang kamu lakukan harus kamu pertanggungjawabkan! Sekarang kamu ikut petugas dan semoga kamu sehat-sehat. Nanti aku akan jenguk kamu di sana,'' sahut Tio kemudian membawa Angga pergi. Dan Angga pun kembali menangis. Tio tetap membawa Angga pergi. Tak mungkin juga Angga ikut bersama dengan Mila.Roy merasa cukup puas dengan keadilan untuk Reva. Ia hanya menunggu ibunya dan Dewi yang akan dihukum. Meskipun sebenarnya kalau bisa memilih Roy tak mau memenjarakan ibunya sendiri. Tetapi akan sangat bahaya kalau Ibunya dibiarkan be
"Lalu bagaimana ibumu dan Dewi itu?" tanya Bu Ningsih. "Masih menunggu proses penyidikan selesai, Bu. Karena berkas perkara masih belum rampung jadi mereka menunggu baru lah bisa ditetapkan," jawab Roy.Saat berlangsung, Pak Toni datang ke sana sendirian. Karena Bu Wendah juga nggak bisa ikut ke sana Karena harus berada di kantor polisi."Ayah!" seru Roy.Reva melihat ayah mertuanya datang hendak bangkit tetapi Bu Ningsih langsung menyuruh Reva rebahan kembali. "Kamu rebahan saja, Reva! Ayah ke sini cuma mau melihat kondisi kamu saja," ucap Pak Toni."Maka nya kalau punya istri itu dididik yang baik, Pak. Masa iya mertua menyuruh orang untuk menusuk menantunya sendiri. Kalau ada hukum cubit balas mencubit saya sendiri yang akan menusuk istri Anda," ucap Bu Ningsih dengan tegas.Pak Haris langsung menyenggol istrinya. Karena apa yang dikatakan istrinya cukup frontal."Iya, sekali lagi saya minta maaf, Bu Ningsih. Memang saya yang salah karena tidak bisa membimbing istri saya. Saya be
Saat yang bersamaan Lina datang menjenguk Reva. Ia membawa pisang goreng untuk Reva. "Kamu ke sini, Lin," ucap Reva. Ia sedang duduk di kursi yang agak tiduran."Iya, Bu. Saya sangat tidak menyangka semua akan jadi seperti ini. Saya sebagai keponakannya tante minta maaf ya, Bu," sahut Lina."Bukan kamu yang salah kok, Lin. Sudah jangan kamu pikirkan! Semua sudah mendapatkan balasan masing-masing," balas Reva.Hari itu Reva manfaatkan untuk istirahat total. Ia bahkan seperti ratu karena banyak sekali 'pelayan'. Mulai dari Bi Ira, Roy, dan orang tuanya sendiri. Reva memang sudah bisa berjalan sendiri meskipun beberapa kali ia merasakan nyeri tetapi tidak seberapa. Satu minggu kemudian orang tua Reva memutuskan untuk pulang. Mereka sudah mengikhlaskan Reva di rumah Roy. Karena Dewi dan Bu Wendah sudah ditetapkan di penjara masing-masing selama sepuluh tahun. Setidaknya Bu Ningsih merasa lega karena orang yang tidak menyukai Reva telah di penjara. Kalau tidak mungkin ia akan menarik ta