"Aku tahu, tapi Roy juga anaknya. Kita juga perlu menghargai perasaan nya," sahut Pak Haris."Untuk apa dihargai? Lagipula ibunya juga tak memikirkan bagaimana anak kita. Aku ibunya yang mengandung sembilan bulan, menyusui lebih dari dua tahun dengan enaknya dia menyakiti anakku. Aku nggak terima," balas Bu Ningsih tak mau kalah."Maaf, saya juga tak terima, Yah, Bu. Saya juga sayang sama istri saya. Saya rela kok kalau ibu saya dipenjara. Karena memang ibu saya salah. Jadi ini juga pelajaran untuk nya," sahut Roy. Ia tak mau ada lagi keributan. Mega hanya mendengarkan Karena memang ia juga tak mengerti apa yang terjadi. Ia hanya tak mau kalau kakaknya terluka, hanya itu saja.Reva hanya membatin kalau ibu mertuanya sangat jahat. Sudah dua kali perbuatan ibu mertuanya tak bisa ia maafkan. Apalagi ini juga masalah nyawa. Ia tak mau membalas. Ia serahkan semua pada suaminya. Ia juga tahu kalau Roy sebenarnya juga tak ingin ibunya dipenjara. Anak mana yang mau melihat ibunya di penjara.
Dewi dan Bu Wendah dicerca berbagai pertanyaan mengenai kebenaran dari bukti yang diberikan oleh Roy. Mereka berada di ruangan yang berbeda. Polisi juga masih terus mencerca keduanya. Tetapi Bu Wendah sungguh takut. Ia tak mau di penjara. Berbeda dengan Dewi yang berlagak tak takut. Ia justru berlagak sombong. Ia tetap bungkam dan tak mau mengaku. Ia bisa menyewa pengacara mahal untuk membebaskan nya hari ini juga. Lagipula polisi atau hakim baginya mudah saja untuk menyuruhnya membebaskan. Baginya uang bisa membeli segalanya."Bu Dewi tolong kerja samanya! Ini kan Anda sendiri yang bicara juga suara Anda, kenapa Anda masih tak mau mengakui?" tanya polisi mulai kesal."Saya kan punya hak untuk diam selagi pengacara saya datang. Kenapa Anda memaksa saya untuk bicara?" balas Dewi dengan tegas. Ia sama sekali tak terlihat takut di hadapan polisi tersebut. "Baik lah, tapi kami juga sudah mengantongi bukti kuat. Kalau masih mengelak itu juga urusan Anda. Apakah mau melanjutkan masalah ini
Tio sangat menyayangkan perbuatan Mila. Akibatnya Angga lah yang menjadi korban. Angga menangis ingin memeluk ibunya sebelum mendekam di penjara. Karena ada rasa iba pihak lapas pun mengizinkan hanya beberapa saat bisa memeluk Angga. Meskipun tidak sampai lama. Mila memeluk Angga dengan sama-sama menangis. Tetapi tak bisa lama dan Mila harus segera menuju ke lapas. "Maafkan aku, Mas!" ucap Mila kepada Tio. Ia merasa sangat menyesali perbuatannya. "Ya sudah, apa yang kamu lakukan harus kamu pertanggungjawabkan! Sekarang kamu ikut petugas dan semoga kamu sehat-sehat. Nanti aku akan jenguk kamu di sana,'' sahut Tio kemudian membawa Angga pergi. Dan Angga pun kembali menangis. Tio tetap membawa Angga pergi. Tak mungkin juga Angga ikut bersama dengan Mila.Roy merasa cukup puas dengan keadilan untuk Reva. Ia hanya menunggu ibunya dan Dewi yang akan dihukum. Meskipun sebenarnya kalau bisa memilih Roy tak mau memenjarakan ibunya sendiri. Tetapi akan sangat bahaya kalau Ibunya dibiarkan be
"Lalu bagaimana ibumu dan Dewi itu?" tanya Bu Ningsih. "Masih menunggu proses penyidikan selesai, Bu. Karena berkas perkara masih belum rampung jadi mereka menunggu baru lah bisa ditetapkan," jawab Roy.Saat berlangsung, Pak Toni datang ke sana sendirian. Karena Bu Wendah juga nggak bisa ikut ke sana Karena harus berada di kantor polisi."Ayah!" seru Roy.Reva melihat ayah mertuanya datang hendak bangkit tetapi Bu Ningsih langsung menyuruh Reva rebahan kembali. "Kamu rebahan saja, Reva! Ayah ke sini cuma mau melihat kondisi kamu saja," ucap Pak Toni."Maka nya kalau punya istri itu dididik yang baik, Pak. Masa iya mertua menyuruh orang untuk menusuk menantunya sendiri. Kalau ada hukum cubit balas mencubit saya sendiri yang akan menusuk istri Anda," ucap Bu Ningsih dengan tegas.Pak Haris langsung menyenggol istrinya. Karena apa yang dikatakan istrinya cukup frontal."Iya, sekali lagi saya minta maaf, Bu Ningsih. Memang saya yang salah karena tidak bisa membimbing istri saya. Saya be
Saat yang bersamaan Lina datang menjenguk Reva. Ia membawa pisang goreng untuk Reva. "Kamu ke sini, Lin," ucap Reva. Ia sedang duduk di kursi yang agak tiduran."Iya, Bu. Saya sangat tidak menyangka semua akan jadi seperti ini. Saya sebagai keponakannya tante minta maaf ya, Bu," sahut Lina."Bukan kamu yang salah kok, Lin. Sudah jangan kamu pikirkan! Semua sudah mendapatkan balasan masing-masing," balas Reva.Hari itu Reva manfaatkan untuk istirahat total. Ia bahkan seperti ratu karena banyak sekali 'pelayan'. Mulai dari Bi Ira, Roy, dan orang tuanya sendiri. Reva memang sudah bisa berjalan sendiri meskipun beberapa kali ia merasakan nyeri tetapi tidak seberapa. Satu minggu kemudian orang tua Reva memutuskan untuk pulang. Mereka sudah mengikhlaskan Reva di rumah Roy. Karena Dewi dan Bu Wendah sudah ditetapkan di penjara masing-masing selama sepuluh tahun. Setidaknya Bu Ningsih merasa lega karena orang yang tidak menyukai Reva telah di penjara. Kalau tidak mungkin ia akan menarik ta
"Biarlah saja, Bu, saya juga tak lagi mempermasalahkan hal itu. Semua sudah ditangani pihak yang berwajib. Jadi Bu Lilis mau pesan apa?" tanya Reva."Saya mau pesan satu keju dan nastar keju masing-masing tiga puluh toples ya, Bu," jawab Bu Lilis."Oh, baik. Akan segera saya siapkan. Berarti minggu depan, ya?" sahut Reva memastikan."Iya, Bu. Terima kasih banyak," balas Bu Lilis kemudian pamit meninggalkan rumah Reva. Reva kemudian mengecek berbagai perlengkapan untuk membuat kue yang diminta Bu Lilis dan menyuruh Lina untuk berbelanja. Lina pun menurut. Ia kemudian berangkat menuju toko kue. Reva hanya mengecek rekaman cctv selama ia meninggalkan rumah. Tak ada kejadian aneh. Hanya saja ia menyayangkan perbuatan Tika dan Mila yang sangat keterlaluan. Padahal Reva sudah memberikan yang terbaik untuk kedua karyawan nya itu.Tiba-tiba Reva teringat dengan Tio. Tio pasti kesulitan untuk mengurus Angga sendirian juga harus mencari pekerjaan baru karena Mila harus di penjara. Ada keingi
"Iya, ada yang ingin aku bicarakan sama kamu, Reva," jawab Roy dengan wajah yang serius."Ada apa sih?" tanya Reva penasaran. Ia melihat wajah suaminya berubah jadi khawatir.Roy kemudian mengajak Reva untuk menuju ke rumahnya. "Ada hal yang ingin aku bicarakan sama kamu.""Apa?" tanya Reva lirih. Ia tak mau merusak suasana padahal ia juga sudah penasaran. "Aku kalah tender hari ini. Dan dana investasi yang sudah aku keluarkan cukup banyak. Dan aku merugi cukup banyak. Dan aset yang akan aku berikan sama kamu aku gunakan untuk menutup kekurangan," jawab Roy."Oh, aku kira apa. Nggak apa-apa. Namanya usaha. Ada pasang surutnya. Aku nggak masalah kok dengan aset apapun. Yang penting kamu sehat dan selalu ada di samping ku itu sudah lebih dari cukup. Kaku sekarang istirahat saja dulu! Kamu pasti lelah," sahut Reva kemudian menggandeng tangan suaminya ke kamar."Kamu nggak marah?" tanya Roy saat masuk ke dalam kamar."Kenapa aku harus marah? Aku nggak masalah kok. Aku nggak mempermasala
Keesokan harinya Reva ingin sekali makan cilok yang dijual. Entah kenapa Reva sangat menginginkan cilok yang dijual oleh abang keliling.Reva pun membeli satu bungkus dengan pedas yang tak biasa. Padahal Reva juga tak terlalu suka pedas. Ia pun menghabiskan colok yang ia beli sendiri. "Non, lagi mau cilok, ya? Mau Bibi bikinkan?" tanya Bi Ira sembari menawarkan diri."Nggak usah, Bi! Aku sudah beli dan sudah puas rasanya," jawab Reva. Ia pun sudah tak menginginkan cilok itu lagi.Sore harinya Roy pulang. Ia membawa salad buah kesukaan Reva. "Wah, aku mau nih," ucap Reva langsung meraih salad buah yang Roy bawa. "Kamu mandi sana! Bau banget."Roy hanya menghela napas. Sambutan dari istrinya cukup membuatnya kesal. Tetapi ia tak mau marah di depan istrinya. Ia selalu menjaga perasaan istrinya. Baginya Reva adalah segalanya baginya.Roy tetapi tak langsung ke kamar. Ia ke dapur untuk minum air putih. Dan Bi Ira menghampiri Roy. "Pak, saya mengira kalau Non Reva sedang hamil. Tadi sia