"Verlyn? Kau mendengarku?" tanya Kayn pelan.Verlyn terdiam sejenak untuk mencerna apa yang baru saja dia alami lalu mengangguk pelan."Y–ya, ya! Te–terima kasih sudah menahanku agar–tidak–terjatuh, Kayn.." jawab Verlyn pelan lalu berusaha untuk berdiri lagi."Hati-hati, sepertinya kakimu sedikit terkilir, sekarang,"" ujar Kayn.Verlyn berhasil kembali berdiri dan dia merasakan sakit di bagian kakinya sebelah kiri."Ah.. Mungkin perkataanmu benar, Kayn.." balas Verlyn.Tiffana menatap sinis ke arah Verlyn dan Kayn sembari menggigit kuku jarinya.'Ck! Siapa pria itu yang tiba-tiba datang dan mengacaukan, suasananya?!' batin Tiffana kesal.Dilasya mundur perlahan dan dia tidak sengaja menginjak batu yang lumayan besar lalu terjatuh ke tanah."Aw.." lirih Dilasya pelan.Dilasya menoleh ke atas dan menelan ludah setelah melihat tatapan Kayn yang dingin mengarah kepadanya.'Apa-apaan tatapannya, itu?!' batin Dilasya kesal.Dilasya berusaha bangkit dan melangkah pergi dari sana."Apa kau ak
'Ke–ka–sih?!' batin Verlyn terkejut dan langsung menoleh ke arah Kayn. Tiffana mengerutkan dahinya kesal. 'Sialan! Bola matanya yang berwarna biru navi, itu.. Tidak salah lagi, dia memang pewaris perusahaan Vyntie!' Dilasya yang gemetar melihat tatapan dingin Kayn, menoleh perlahan ke arah Tiffana. "Tiffana, bagaimana ini.." bisik Dilasya. Tiffana berpikir sejenak lalu menghela napas dan mengangguk pelan. "Tenang, Dilasya.. Aku–punya–ide yang, bagus!" ujar Tiffana pelan. Tiffana melepas pelukannya dari Dilasya lalu melangkah mendekat dan berdiri depan di depan Kayn sembari tersenyum ke arahnya. Dia membungkukkan badannya sedikit layaknya seorang putri yang sedang memberi hormat kepada seorang pangeran. 'Aku bisa membuatnya jatuh hati kepadaku dengan cara menghormatinya seperti, ini!' batin Tiffana sembari tersenyum. "Sebuah kehormatan saya bisa berjumpa dengan Anda, Tuan Ka–" "Aku tidak membutuhkan sambutan dari orang, sepertimu," potong Kayn dingin. Tiffana terkeju
"Lelahnya.. Tenagaku benar-benar terkuras habis hanya untuk–menghadapi–mereka, saja.." ujar Verlyn sembari menyandarkan punggungnya di kursi mobil dan memejamkan matanya. "Jika aku tidak datang, situasinya pasti akan lebih sulit di kendalikan. Kau tidak berterima kasih, kepadaku?" tanya Kayn. Verlyn yang hampir tertidur langsung membuka matanya dan menoleh cepat ke arah Kayn. "Karena kaulah situasi ke depannya akan semakin sulit, Kayn. Mereka sudah mengetahui identitasmu dan kau juga bilang bahwa aku–adalah.." Pipi Verlyn memerah setelah melihat tatapan Kayn yang sedang serius mendengarkan perkataannya lalu menoleh ke arah lain dan berdeham pelan. "Pokoknya, mereka pasti akan menyebarkan identitas tentang dirimu dan hubungan, itu.." lanjut Verlyn. Kayn berpikir sejenak dan Verlyn menghela napas panjang setelah selesai berbicara. 'Haa.. Sial! Kenapa tatapannya tadi terlihat sangat antusias, mendengarkanku?' batin Verlyn malu. "Mungkin karena aku sudah terbiasa berakting–
"Hee..?!"Verlyn menatap Kayn tidak percaya setelah mendengar jawaban dari mulut Kayn."Kau–serius, Kayn?" tanya Verlyn memastikan.Kayn menghela napas dan mengangguk pelan."Untuk apa aku mengatakan hal yang tidak benar, Verlyn," jawab Kayn dingin.Verlyn terus menatap Kayn dari dekat sembari menyipitkan matanya."Hm.. Sulit–dipercaya.." gumam Verlyn pelan.Kayn memutar bola matanya dan menoleh ke arah Verlyn."Tatapanmu itu sangat menggangguku, tahu!" balas Kayn kesal.Verlyn terkekeh setelah melihat ekspresi Kayn lalu mengangguk. "Haha.. Baiklah, baiklah.."Rion datang dan menaruh dua piring berisi tteokbokki yang dilumuri banyak saus gochujang berwarna merah di meja Verlyn dan Kayn."Selamat menikmati!" ucap Rion sembari tersenyum ke arah mereka.Verlyn menoleh dan matanya berbinar-binar setelah melihat sepiring tteokbokki di depannya."Terima kasih, Rion!" ujar Verlyn senang.Rion mengangguk senang lalu kembali ke tempatnya, sedangkan Kayn langsung melahap tteokbokki miliknya."T
"Kita tidak akan dimarahi, kan?" tanya Verlyn setelah mobil berhenti tepat di depan kediaman rumah Kayn.Kayn menggeleng sembari melepas sabuk pengamannya. "Tidak, karena kita pergi, bersama," jawab Kayn singkat.Verlyn terdiam sejenak. "Ah, baiklah.."Kayn membuka pintu dan melangkah keluar dari mobil, begitu juga dengan Verlyn."Seharusnya kau berterima kasih kepadaku, Kayn," ujar Verlyn sembari menghampiri Kayn yang sedang ingin melangkah masuk ke dalam rumah."Untuk apa aku melakukan, itu?" tanya Kayn dingin sembari menatap layar ponselnya.Verlyn mengibaskan rambut dan melipat tangannya."Kau–tidak–dimarahi setelah pulang selarut ini, karena pergi bersamaku, kan? Lain kali, jika kau ingin pulang larut lagi.."Verlyn langsung berpindah tempat dengan cepat dan berdiri di depan Kayn untuk menghalangi jalannya. Kayn menghela napas dan menatap tajam ke arah Verlyn."Apa?" tanya Kayn dingin.Verlyn tersenyum senang. "Ajaklah aku setiap kali kau ingin pergi kemanapun, Kayn! Aku–selalu–s
Kaze: [Pulanglah ke rumah, besok. Ibu akan keluar dari rumah sakit hari itu, juga. Ada sesuatu yang ingin Ayah sampaikan secara langsung setelah kau sampai di rumah]'Ukh.. Kepalaku masih–saja, pusing..' batin Verlyn sembari memijat pelan kepalanya.Jika bukan karena pesan dari Kaze, Verlyn hari ini tidak akan berada di luar rumah kediaman Kayn sembari memegangi kopernya sekarang."Hari ini kau akan pulang, Verlyn?" tanya Khalix.Verlyn mengangguk pelan. "Iya, Ayah. Karena Ibu sudah boleh pulang dari rumah sakit dan Ayah memintaku pulang untuk menyambut Ibu di, rumah!" jawab Verlyn sembari tersenyum.'Alasan sebenarnya sih, Ayah ingin membicarakan soal masalah kemarin..' batin Verlyn."Ibu akan merindukan waktu dimana kau–menginap–disini, Verlyn.." ujar Villian sedih.Verlyn menoleh ke arah Villian dan menggenggam kedua tangannya."Kapan-kapan aku akan menginap lagi, Ibu!" balas Verlyn menenangkan Villian.Villian terdiam sejenak dan menatap ke arah Verlyn. "Baiklah, berjanji pada Ibu
'Aku benar-benar tidak–bisa–melupakan–kejadian, semalam!' batin Verlyn sembari memejamkan matanya karena mengingat kejadian semalam."Ciuman–pertamaku.." gumam Verlyn pelan.Kayn menggeleng pelan mendengar gumaman Verlyn. "Kau pikir semalam bibir kita saling, bersentuhan?" tanyanya.Verlyn berpikir sejenak sembari memegang dagunya. "Memang, kan? Semalam itu..""Kau hanya mencium bagian sisi bibirku, dan setelah itu kau langsung terlelap sampai aku harus memindahkanmu ke, kamar," jelas Kayn.Verlyn terkekeh dan mengangguk pelan. "Jadi begitu ya, ceritanya. Hehe!"Verlyn tersenyum setelah mendengar perkataan Kayn. "Syukurlah, jika kita benar-benar tidak berciuman, saat itu!" ujar Verlyn lega."Aku memang sedikit menyayangkannya, tapi aku ingin ciuman pertamaku itu terjadi saat aku sadar dan tidak terpengaruh oleh apapun. Itu akan menjadi momen yang sangat berkesan–dalam–hidupku!" lanjut Verlyn panjang lebar."Hm.." Kayn berpikir sejenak. "Kukira kau–akan–sangat, menyayangkannya," balas
Suasana menjadi senyap dan senyum mereka semua di sana memudar perlahan setelah mendengar perkataan Caroline. 'Terulang–kembali?!' batin Verlyn tidak percaya. "I–Ibu? Ini aku, Verlyn! Anakmu.." ujar Verlyn meyakinkan Caroline sembari berusaha terus tersenyum ke arahnya. Caroline berusaha berpikir dan memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing. "Maaf, aku tidak terlalu bisa mengingatmu.. Aku hanya ingat bahwa aku hanya memiki satu orang putra, saja.." lirih Caroline sembari menahan rasa sakit di kepalanya. Kaze menoleh ke arah Verlyn yang terdiam sembari menundukkan kepalanya perlahan. "Verlyn, Ayah harap kau bisa mengerti kondisi Ibu, saat ini. Dia harus lebih banyak beristirahat untuk bisa–memulihkan–ingatannya.." Verlyn mengepalkan tangannya dan mengangguk pelan sembari berusaha terus tersenyum agar keadaannya terlihat baik-baik saja. "Tidak apa-apa. Aku mengerti, Ayah," balas Verlyn pelan. Kaze menghela napas lalu kembali menuntun Caroline untuk masuk ke dalam