Share

BAB 7

Raizel menelan saliva yang terasa getir tatkala memandang wajah Gabby yang cukup manis. Begitu pun dengan gadis mungil yang kini berada dalam dekapan Raizel. Dia tertegun melihat ketampanan Raizel dari dekat.

"Ekhem! Dalem banget natapnya," sindir Richardo seraya memperhatikan Raizel dan Gabby yang tengah terpaku.

"Ih! Apaan, sih."

Gabby langsung menjaga jarak dari Raizel sambil bergidik ngeri. Sementara Raizel hanya bisa berdeham untuk menghilangkan rasa canggung seraya melonggarkan dasi yang terasa mulai mencekik leher.

"Sepertinya keinginan paman untuk menimang cucu akan segera terlaksana." Ucapan Richardo membuat Raizel membelalakkan mata sambil memasang ekspresi jijik terhadap Gabby.

"Maksud Paman? Paman ingin menimang cucu dari perempuan ini?"

Richardo menghisap cerutu lalu mengepulkan asapnya ke udara.

"Kalau bisa kenapa enggak?"

"Ya jelas nggak bisa lah, Paman! Dia cuma bocah ingusan. Masih di bawah umur!" protes Raizel.

"Eh, umurku udah dua puluh tahun, ya!" sambar Gabby, tak terima.

Richardo berdecak gusar seraya menggeleng.

"Rai, Rai! Cinta itu tak memandang usia. Lagi pula kamu ini masih umur tiga puluh tahun, menurutku masih muda, lah!"

"Iya muda! Tapi nggak sama dia juga," gerutu Raizel sambil menatap sinis ke arah Gabby.

"Dih! Emang siapa juga yang mau sama Om-om tukang marah?" sindir Gabby sambil memutar bola matanya.

"Apa lo bilang?" geram Raizel.

"Sudah, sudah! Orang Paman lagi cerita kok kamu malah ngerecokin aja!" seru Richardo mencoba untuk menenangkan.

"Udah, ah! Lagian sembarangan banget cerita sama orang asing. Paman tunggu di sini aja! Aku mau ngurusin bocah ini dulu."

Raizel menarik tangan Gabby untuk membawanya keluar.

"Ma-mau ke mana?" tanya Gabby mulai panik. Dia berusaha menegangkan otot agar sulit untuk ditarik.

Sayangnya tenaga Raizel jauh lebih besar hingga Gabby tak mampu untuk menahannya.

"Udah ikut! Lo masih berhutang sama gue."

***

Matahari telah kembali pada peraduannya, berganti tugas dengan bulan yang akan menerangi langit malam.

Raizel membawa Gabby ke El Camorra, sebuah club malam yang telah lama dikelola olehnya. Di sanalah dunia Raizel yang sesungguhnya. Dia mewarisi bisnis Perjudian, Narkoba, hingga prostitusi, dari mendiang orang tuanya.

"Halo, Bos!" sapa beberapa wanita dengan pakaian seksi sambil mengerling, tebar pesona.

Raizel hanya mengangguk dengan wajah datar. Tak menanggapi senyuman para gadis sedikit pun. Sementara Lascrea yang berjalan di sebelah kanannya, menunjukkan ekspresi tak suka.

Pandangan Gabby menjelajah seisi ruangan yang dipenuhi lampu sorot berkelap-kelip. Suara musik yang menggema di berbagai sudut membuat tempat itu terasa bising.

Ada beberapa wanita yang menari di atas panggung, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang terbalut dengan bikini.

Raizel pun merangkul Gabby lalu berbisik,

"Lo harus belajar dari mereka! Sebentar lagi lo akan ada di atas panggung itu."

Gabby menelan ludah. Tak terbayang olehnya jika dia harus meliuk-liuk depan para lelaki hidung belang.

"Bagaimana caranya aku kabur untuk kedua kali?" batinnya.

"Lascrea! Tolong ajari dia beberapa hal sebelum mulai bekerja di sini. Aku akan terus memantaunya! Jangan sampai dia kabur lagi!" titah Raizel.

"Baik, Bos!" seru Lascrea dengan mantap.

Tak lama berselang, orang kepercayaan Raizel itu membawa Gabby ke kamar khusus yang sudah dipersiapkan.

"Lo jangan macem-macem lagi, ya! Mulai sekarang lo harus tampilin badan lo yang nggak seberapa itu buat dapetin tips gede dari para tamu. Kalau bisa lo puasin mereka! Bikin mereka seneng!"

Tak ada pilihan lain. Untuk kali ini Gabby benar-benar terjebak di tempat itu. Dia tak mungkin kabur atau pun berontak. Para penjaga pintu terlihat sangat menyeramkan. Apalagi pengunjung club terlihat bagai anjing liar yang kelaparan, mencari mangsa.

"Bisa-bisa dikeroyok masal kalau berusaha kabur dari sini," batin Gabby.

"Heh! Lo denger gue, nggak?" tanya Lascrea, membuyarkan lamunannya.

"I-iya! Denger," ucap Gabby gemetar.

"Ya udah! Abis ini lo naik ke atas panggung buat penampilan perdana lo!" seru Lascrea.

"Ta-tapi aku nggak bisa pole dance," kilah Gabby.

"Mereka gapeduli lo bisa nari apa enggak. Yang penting lo harus pamerin badan lo, terus nari sebisanya aja!" jelas Lascrea.

Gabby termenung dengan pikiran yang sangat kacau. Dadanya mulai berdebar kencang disertai keringat dingin yang mulai membasahi telapak tangan.

Tak lama berselang, para penari mulai selesai menampilkan pertunjukannya. Mereka turun dari panggung untuk bergantian dengan yang lain.

"Ayo! Sekarang giliran lo!" seru Lascrea.

Dia membantu untuk merapikan rambut Gabby yang sudah tertata rapi.

"Bagaimana ini? Apa aku bisa melakukannya?" tanya Gabby dalam hati. Gadis mungil itu memejamkan mata. Kemudian menghirup napas kuat-kuat lalu mengembuskannya secara perlahan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status