"Vivian!" Xinlaire kembali menghadap ke papan nama mendiang orangtua dan adiknya.
Vivian segera masuk ke dalam sana. "Ya, Yang Mulia."
"Bawa Putri Raylene kembali ke tempatnya. Di masa depan, pastikan agar dia tidak menginjakan kakinya ke ruangan ini karena aku tidak ingin darah kotor Winston menodai tempat ini."
"Baik, Yang Mulia."
Jantung Raylene seperti ditusuk oleh ratusan pisau tidak kasat mata, rasanya seperti tercabik-cabik. Wanita itu tertawa masih dengan air mata yang berderai.
"Selama tiga tahun ini kau telah melakukan sandiwara dengan sangat baik, Xinlaire. Kau sangat jijik padaku, tapi yang kau tunjukan padaku adalah tatapan penuh cinta dan kasih sayang.
Aku harus memujimu, tidak ada orang yang lebih berbakat darimu dalam hal bersandiwara."
Apa yang dikatakan oleh Raylene tidak sepenuhnya salah, dia memang sangat berbakat dalam hal bersandiwara. Di depan Winston dan yang lainnya dia bertindak begitu patuh dan setia, tidak ada yang tahu seperti apa perasaannya saat itu.
Dia ingin mencabik-cabik tubuh Winston dan yang lainnya, tapi demi membalas dendam dia harus membungkuk pada mereka semua.
Namun, tatapan penuh cinta dan kasih sayang yang ditunjukan Xinlaire pada Raylene bukanlah sandiwara, katakanlah pada awalnya memang seperti itu, tapi ia mengenal Raylene lebih jauh dia benar-benar jatuh cinta pada Raylene.
Wanita seperti Raylene sebenarnya tidak cocok menjadi anak Winston. Raylene memiliki hati yang baik dan lembut. Meski dia hanya seorang putri, tapi dia tetap memikirkan kesejahteraan rakyatnya.
Hanya saja ego Xinlaire tidak mengizinkannya untuk mengakui bahwa ia telah jatuh hati pada putri musuhnya sendiri.
Cukup dia saja yang tahu bahwa cintanya untuk Raylene bukanlah sandiwara.
"Terima kasih atas pujianmu, Putri Raylene. Aku sangat menghargainya."
Hati Raylene berdarah, wanita itu tidak bisa mengatakan apapun lagi. Xinlaire benar-benar telah meracuni hatinya hingga mati tanpa belas kasihan sedikitpun.
"Yang Mulia, silahkan," seru Vivian pada Raylene.
Raylene tidak memiliki alasan lagi untuk tetap berada di sana, dia keluar dari ruangan itu. Dia akan mengingat dengan baik kata-kata Xinlaire bahwa di masa depan dia tidak akan pernah menginjakan kakinya ke sana lagi.
Sekali lagi Raylene kembali ke ruangannya dalam keadaan yang menyedihkan. Tubuhnya jatuh ke lantai, ia sudah begitu banyak menangis, tapi air matanya seolah tidak habis sama sekali.
Ia semakin dihantam rasa bersalah terhadap orangtuanya, bahkan dia tidak bisa mengirimkan orangtuanya ke tempat peristirahatan terakhir mereka. Dia benar-benar putri yang tidak berbakti. Orangtuanya seharusnya tidak memiliki putri pembawa malapetaka sepertinya.
Raylene bersujud seolah orangtuanya ada di depannya. "Ayah, Ibu, maafkan aku." Wanita itu mengulanginya lagi dan lagi, tapi itu tidak berlangsung lama karena Melissa yang baru saja tiba segera menghentikan Raylene.
"Yang Mulia!" Melissa sakit hati melihat kening Raylene berdarah. Wanita itu buru-buru menarik Raylene ke dalam pelukannya. "Tenanglah, Yang Mulia. Tenanglah." Wanita itu bicara dengan napas yang tidak beraturan.
Tidak lama setelah itu, Raylene kembali kehilangan kesadarannya. Vivian yang mengetahui hal itu dari Raylene segera memanggil tabib istana.
Vivian telah ditugaskan untuk mengawasi Raylene, jadi dia tidak akan mengambil resiko dengan membiarkan Raylene tanpa pemeriksaan tabib.
Sementara itu di penjara, Xinlaire sedang bertemu dengan Raphael yang di rantai di kedua tangan dan kakinya.
Kemarin pria itu masih memiliki seluruh kehormatan dengan mahkota yang bertahta di atas kepalanya, tapi hari ini penampilannya sungguh berbanding terbalik. Mahkota di atas kepalanya telah berpindah ke kepala Xinlaire.
Pakaian mewahnya yang hanya bisa dikenakan oleh putra mahkota telah compang-camping dengan noda darah yang telah mengering.
Wajah tampannya juga terdapat luka lebam dan goresan pedang.
Tatapan setajam pedang diarahkan oleh Raphael pada Xinlaire. Seperti Raylene, dia telah tertipu oleh pria itu. Ia pikir Xinlaire adalah pria yang baik, tapi ternyata dia telah memelihara ular berbisa di sekitarnya yang akhirnya mematuk tuannya sendiri.
Awalnya dia sangat kagum pada bakat Xinlaire dalam berperang, dia tidak pernah iri pada Xinlaire karena para prajurit tampak lebih mengidolakannya daripada dirinya sang putra mahkota.
Raphael memiliki pemikiran bahwa dengan Xinlaire di sisinya maka mereka bisa membuat kerajaan Allegra berada dalam masa kejayaan. Dia tleha menganggap Xinlaire bukan hanya seperti seseorang yang bisa ia mintai pendapat, tapi juga sebagai saudaranya.
Namun, siapa yang menyangka bahwa ternyata Xinlaire merupakan seorang pengkhianat. Pria itu menyerang pada saat yang tepat, membunuh orangtuanya dan merebut kekuasaan.
Raphael tidak tahu kapan pastinya Xinlaire merencanakan penyerangan itu, tapi yang pasti itu tidak mungkin direncanakan dalam waktu singkat karena semuanya tertata dengan rapi.
"Jenderal Luca, lebih baik kau membunuhku atau aku pasti akan membunuhmu suatu hari nanti!"
Xinlaire tersenyum mengejek Raphael. "Dengan keadaanmu seperti ini kau masih berani bermimpi membunuhku? Raphael bahkan dalam keadaan tidak dirantai saja kau tidak akan bisa mengalahkanku!"
"Jadi, seperti inilah wajah aslimu," sinis Raphael. Selama ini tampaknya pria di depannya yang berdiri dengan angkuh selalu merendahkannya di belakangnya. "Kau telah menipu semua orang yang sangat mempercayaimu, Jenderal Luca dunia akan mengutukmu!"
"Kau harus tahu bahwa aku mendapatkan kemampuan menipu itu dari ayahmu, Raphael. Dan ya, tidak akan ada yang mengutukku karena apa yang terjadi pada orangtuamu dan seluruh pendukungnya adalah apa yang pantas mereka dapatkan."
"Tutup mulutmu, Luca!"
"Kenapa? Apakah aku salah? Kau pasti tidak lupa bagaimana cara ayahmu mendapatkan kekuasaan dua puluh tahun lalu. Oh benar, aku bukan Luca. Biarkan aku memperkenalkan diriku padamu dengan benar. Aku adalah Xinlaire Allegra, putra dari Raja Dawson yang telah dikhianati oleh bajingan Winston."
Kata-kata Xinlaire membuat Raphael terkejut, pria itu menatap Xinlaire tidak percaya. "Bagaimana mungkin, kau sudah tewas dua puluh tahun lalu."
"Sayangnya pada hari itu aku diselamatkan oleh Jenderal Aegis," balas Xinlaire. "Oh, benar, jika kau tidak percaya padaku, aku bisa mengingatkanmu tentang sesuatu yang mungkin masih kau ingat. Sehari sebelum pengkhianatan dilakukan oleh ayahmu, aku telah menyelamatkan hidupmu ketika kau hampir tenggelam di danau, apakah kau mengingat hari itu, Raphael?"
Di masa lalu, Xinlaire dan Raphael memiliki hubungan yang sangat baik. Mereka menghabiskan banyak waktu bersama, entah itu bermain atau belajar.
Raphael diam sejenak, dia tentu saja masih ingat tentang hari itu. Jika tidak ada Xinlaire yang pandai berenang maka dia pasti sudah tewas tenggelam.
Jadi, pria yang berdiri di depannya saat ini benar-benar Xinlaire.
"Meski kau adalah Xinlaire, kau tetap manusia tercela. Kau telah membunuh pamanmu sendiri!"
"Paman? Sayang sekali Winston bukanlah pamanku. Dia tidak memiliki darah Allegra sama sekali. Kakekku bukanlah ayah kandungnya, dia adalah putra dari mendiang sahabat Kakek, Kakek memiliki utang nyawa pada ayah kandung Winston oleh sebab itu dia menikahi ibu Winston dan mengakui Winston yang saat itu berada dalam kandungan ibunya sebagai anaknya sendiri.
Ayahmu mengetahui tentang rahasia yang disimpan rapat itu, dia telah membunuh seluruh orang yang mengetahui tentang rahasia itu. Dan terakhir ayahmu melakukan pengkhianatan untuk memiliki sesuatu yang bukan miliknya.
Ayahmu adalah manusia paling tercela di dunia ini, bukan hanya tidak tahu terima kasih, dia juga bermimpi untuk mewarisi tahta yang hanya boleh diwarisi oleh keturunan sah Allegra."
Lagi-lagi Raphael terdiam. Apakah yang dikatakan oleh Xinlaire adalah kebenaran? Jadi, ayahnya bukanlah keturunan Allegra, yang artinya ia juga bukan keturunan Allegra.
Jika seperti itu maka semuanya masuk akal, tidak heran jika ayahnya bisa menusukan pedang pada saudaranya sendiri, karena ternyata Raja Dawson tidak memiliki hubungan darah dengannya sama sekali.
Namun, meski tahu bahwa ayahnya salah, Raphael tetaplah seorang anak. Bagaimana mungkin dia bisa menerima orangtuanya dibunuh dengan alasan apapun.
Daripada kehilangan orangtuanya, dia lebih berharap Xinlaire tidak selamat, dengan begitu tidak akan ada yang membalas dendam pada orangtuanya.
"Lebih baik kau membunuhku, Xinlaire. Atau aku pasti akan menuntut balas atas kematian keluargaku!"
"Sayangnya aku tidak akan membunuh keturunan Winston. Salah satu alasan kenapa Winston merebut kekuasaan dari ayahku adalah untuk mengamankan posisi anak-anaknya, terutama dirimu. Aku ingin kalian melihat bahwa sampai kapan pun tahta kerajaan Allegra tidak akan pernah menjadi milik keturunan Winston!"
Dari kata-kata Xinlaire, Raphael menyimpulkan bahwa saat ini adiknya masih hidup. "Dari sekian banyak cara membalas dendam kau menggunakan Raylene untuk masuk ke istana. Xinlaire, kau benar-benar memalukan!"
"Apa yang salah dengan menggunakan Raylene? Membuatnya jatuh cinta padaku, lalu mematahkan hatinya, setelah itu aku berhasil merebut kembali tahta. Bukankah aku membunuh banyak burung dengan menggunakan adikmu."
Darah Raphael mendidih mendengar kata-kata Xinlaire. Dia tahu seberapa tulus adiknya mencintai Xinlaire, tapi ternyata Xinlaire menipunya habis-habisan.
"Xinlaire, suatu hari nanti kau pasti akan mendapatkan karmamu karena telah mempermainkan hati Raylene. Tidak akan ada wanita yang bisa mencintaimu sebaik Raylene."
Xinlaire mendengkus sinis, menunjukan seolah dia tidak peduli sama sekali dengan cinta Raylene. "Kau kira dicintai oleh adikmu adalah sesuatu yang sangt istimewa? Raphael, kau menganggap adikmu terlalu tinggi. Ada ribuan wanita yang akan melemparkan dirinya padaku.
Dan cinta, aku tidak membutuhkan cinta dari wanita mana pun di dunia ini."
Raphael benci keangkuhan Xinlaire, dia benar-benar mengasihani adiknya karena telah ditipu dan dipermainkan oleh Xinlaire.
Raphael bersumpah di dalam hatinya, bahwa jika suatu hari nanti dia bisa keluar dari penjara ini dia pasti akan membuat Xinlaire membayar segalanya. Darah kedua orangtua dan keluarganya serta air mata adiknya.
tbc
Hari-hari berlalu, Xinlaire telah mengerahkan pasukannya untuk memburu semua pendukung Winston yang melarikan diri. Tidak terhitung jumlahnya berapa ribu orang yang telah binasa dalam rentang waktu singkat itu.Selain itu Xinlaire juga telah mulai membangun kembali pemerintahan Allegra yang tentu saja terkena dampak karena perebutan kembali kekuasaan yang dia lakukan.Posisi Xinlaire saat ini sudah resmi menjadi raja dari kerajaan Allegra. Pria itu telah melewati serangkaian prosesi pengangkatan sebagai pemimpin baru Allegra.Saat ini pria itu sedang berada di ruang pemerintahan dengan barisan para pejabat yang telah dipilih oleh Xinlaire berdasarkan pengamatannya selama bertahun-tahun berada di kerajaan itu sebagai Luca, si jenderal muda yang berbakat.Sementara untuk posisi lain yang kosong, Xinlaire telah memberikan perintah pada pejabat berwenang untuk membuat ujian penerimaan pegawai yang bisa diikuti oleh semua orang yang berada di kerajaan Allegra.Selain memburu pendukung Win
Xinlaire datang mengunjungi Raylene, pria itu menemukan Raylene sedang duduk di taman dengan sebotol arak di tangannya.Sudah dua minggu dia tidak melihat Raylene, dan malam ini dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mendatangi Raylene.Cahaya rembulan menyinari wajah Raylene yang menempel di meja. Mata wanita itu tertutup, tapi tangannya masih bergerak mendekatkan botol arak ke mulutnya.Kelopak matanya terbuka, ia melihat ke arah botol yang berada di depan wajahnya. Tidak ada lagi air dari sana. Raylene segera membuang botol itu ke tanah."Melissa, bawakan aku satu botol lagi!" seru Raylene. Dia telah meminum dua botol arak malam ini, tapi dia masih menginginkan arak lagi.Ia bukan peminum yang hebat, tapi sejak beberapa hari lalu dia sudah mulai berteman dengan arak. Dia berharap dengan arak itu dia bisa melupakan semua yang terjadi padanya walaupun itu hanya dalam waktu yang singkat.Melissa sudah lama menjauh ketika Xinlaire datang ke sana."Melissa!" Raylene bersuara lagi ke
"Ibu, Nenek." Charlotte beralih mengeluh pada dua perempuan di dekatnya."Sayang, jangan terlalu khawatir." Dorothy mengelus kepala cucunya dengan penuh kasih sayang."Bagaimana aku tidak terlalu khawatir, Nenek? Yang Mulia Raja mungkin akan benar-benar jatuh cinta pada Putri Raylene jika dia terus mendatangi wanita itu. Aku tahu bahwa posisi ratu hanya akan menjadi milikku, tapi aku tidak sudi berbagi hati Yang Mulia Raja dengan wanita mana pun, apalagi putri pendosa itu.""Nenek mengerti perasaanmu. Nenek akan mengurusnya untukmu." Dorothy juga tidak rela jika cucu kesayangannya harus bersaing dengan orang lain.Seorang raja bisa memiliki banyak selir, dan Dorothy sangat tahu akan hal itu, tapi ada juga raja yang tidak memiliki selir seperti raja-raja sebelumnya."Bu, bagaimana dengan Perdana Menteri? Dia mungkin akan marah jika Ibu mengambil tindakan sendiri." Rebecca bertanya pada mertuanya."Aku adalah ibunya, dia tidak akan mungkin marah padaku. Selain itu ini demi kebaikan kelu
Perbatasan kota Heath memanas, Xinlaire memimpin peperangan, membunuh para prajurit musuh yang tidak terhitung jumlahnya.Tangan pria itu dinodai oleh darah, tubuhnya dibasahi oleh keringat. Semangat juangnya untuk mempertahankan wilayah kerajaan Allegra telah menular ke seluruh pasukannya.Persiapan yang matang, strategi tempur yang tanpa celah telah membuat Xinlaire dan pasukannya berhasil memukul mundur pasukan kerajaan Onyx dan membuat pasukan musuh menderita kekalahan.Burung pemakan bangkai berpesta sore ini, mereka melahap tubuh para prajurit yang gugur dari pihak musuh, sementara prajurit dari kerajaan Allegra yang gugur telah dipindahkan untuk segera dimakamkan dengan penuh penghormatan.Xinlaire merupakan seorang pemimpin yang selalu menghargai setiap tetes darah prajuritnya yang tumpah di medan peperangan. Selain memberikan pemakaman yang layak, dia juga akan memberikan kompensasi atas jasa prajurit tersebut dan akan diberikan pada keluarganya.Tiga hari setelah mengamankan
Air mata Raylene telah mengering, wanita itu kini terbaring di ranjang dengan tatapan kosong. Tidak ada yang ingin ia lakukan sekarang, bahkan untuk sekedar membasuh tubuhnya yang dipenuhi oleh jejak Xinlaire saja dia enggan bergerak.Rasa sakit yang ia rasakan semakin lama semakin mengerikan hingga membawanya ke titik ini.Melissa masuk ke dalam, wanita itu lagi-lagi menemukan Raylene dalam kondisi menyedihkan."Yang Mulia, mari saya bantu Anda membersihkan tubuh Anda." Melissa bersuara hati-hati.Raylene tidak menjawab, dia sudah kehabisan seluruh energinya bahkan hanya untuk sekedar membuka mulutnya."Yang Mulia." Melissa bersuara lagi.Raylene masih mengabaikan Melissa, dan itu membuat hati Melissa berdenyut sakit. Melissa mengutuk Xinlaire di dalam hatinya karena tidak melepaskan Raylene yang sudah hancur berkeping-keping.Xinlaire sudah menggunakan Raylene untuk membalas dendam, pria itu seharusnya sedikit menunjukan belas kasihannya.Melissa mentertawakan dirinya sendiri, pria
Hari pernikahan Xinlaire dan Charlotte tiba, para tetua adat yang akan memimpin ritual pernikahan telah mengambil tempat mereka.Xinlaire dan Charlotte kini berdiri berdampingan. Keduanya terlihat begitu serasi. Yang satu tampan dan gagah, sementara yang lainnya indah dan menawan.Xinlaire mengenakan pakaian hitam dengan ornamen emas seperti biasanya, pria itu tidak menyukai pakaian dengan warna lain sehingga di hari pernikahannya pun dia masih mengenakan warna hitam yang identik dengan berkabung.Charlotte tampak menawan dalam balutan gaun pernikahan yang indah. Wajah wanita itu berseri-seri, hari ini dia benar-benar menjadi pusat perhatian.Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Kehadiran Raylene di sana segera mencuri perhatian semua orang termasuk Xinlaire.Raylene mengenakan gaun berwarna emas yang elegan dan mewah. Hari ini adalah hari bahagia suaminya, dia harus menunjukan penampilan terbaiknya. Ia tahu bahwa orang-orang di aula pernikahan hanya akan mentertawakannya dengan keh
Pesta telah berakhir, saat ini Charlotte telah berada di kamar pengantin mereka yang telah dihias dengan indah.Perasaan Charlotte campur aduk, wanita itu merasa sedikit malu, tapi juga bersemangat untuk malam pertamanya dengan Xinlaire.Ia menunggu kedatangan Xinlaire, seharusnya tidak lama lagi. Detik demi detik berlalu, Charlotte yang sudah mempersiapkan dirinya dengan baik terus melihat ke arah pintu. Sebelumnya dia telah diajari oleh nenek dan ibunya mengenai apa yang harus dia lakukan malam ini.Benar saja, beberapa saat kemudian pintu terbuka. Sosok gagah Xinlaire tampak di depan mata Charlotte.Charlotte segera berdiri menyambut Xinlaire. "Anda sudah datang, Yang Mulia."Raut wajah Xinlaire tidak menunjukan kehangatan seperti biasanya. Pengkhianatan yang terjadi pada keluarganya membuatnya sulit untuk mempercayai orang lain, tanpa terkecuali. Oleh sebab itu dia sulit untuk didekati.Charlotte sudah hampir terbiasa dengan sikap Xinlaire yang seperti ini, oleh sebab itu dia tida
Dengan langkah tergesa Xinlaire pergi ke paviliun Raylene. Beberapa saat lalu dia telah menerima laporan dari Domenico bahwa Raphael berhasil melarikan diri.Di dalam kamar pengantin, Charlotte bertanya-tanya masalah mendesak apa yang membuat Xinlaire meninggalkannya tanpa mengatakan apapun.Ini adalah malam pernikahan mereka dan Xinlaire tadi mengatakan bahwa pria itu tidak akan meninggalkannya, tapi nyatanya Xinlaire tetap pergi setelah kedatangan Domenico.Apakah mungkin ada kaitannya dengan Raylene? Charlotte mulai merasa tercekik, dia segera keluar dan mengirim pelayan utamanya untuk mencari tahu ke mana Xinlaire pergi."Di mana putri Raylene?" Xinlaire bertanya pada Vivian."Putri Raylene berada di dalam, Yang Mulia."Xinlaire mendorong pintu utama paviliun, kemudian melangkah lebih ke dalam untuk memastikan bahwa Raylene benar-benar berada di dalam. Pria itu kemudian mendorong pintu kamar Raylene dengan pelan.Di atas ranjang ia melihat Raylene sedang tidur, sementara itu ada M