Share

2. Kau Iblis!

Raylene masuk ke dalam ruang istirahatnya, wanita itu tidak  memiliki tenaga lagi. Ia terduduk di lantai dengan wajah yang menyedihkan.

Wanita itu mengangkat kedua tangannya, bayangan kedua orangtuanya yang tergeletak di lantai dengan darah yang menggenang di sekitar mereka membuat air mata Raylene jatuh berderai.

Dengan kedua tangannya ini lah ia mengantarkan orangtuanya ke kematian yang mengerikan.

"Yang Mulia." Melissa mendekati Raylene, wanita itu tidak akan melarikan diri dari sana tanpa majikannya.

Melihat Raylene masih hidup membuatnya merasa sangat lega. Dia takut jika majikannya tidak akan selamat seperti anggota keluarga kerajaan yang lain.

Melissa segera memeluk Raylene, dengan kondisi Raylene yang seperti ini Melissa yakin bahwa Raylene telah menemukan kebenarannya.

"Yang Mulia." Melissa bersuara pelan.

"Aku telah menyebabkan kematian orangtuaku, Melissa. Ini semua adalah salahku."

"Itu tidak benar, Putri. Apa yang terjadi saat ini bukanlah salah Anda. Ini semua karena keserakahan Jenderal Luca."

"Dia bukan Jenderal Luca, Melissa. Dia adalah Xinlaire Allegra, putra mahkota sebelumnya."

Melissa terkejut mendengar hal itu, jadi yang terjadi saat ini adalah perebutan kembali kekuasaan. Melissa telah bekerja sangat lama untuk Raylene, jadi meski kejadian di masa lalu disembunyikan, dia tetap tahu.

Tidak semua orang di kerajaan Allegra bisa dibungkam dengan larangan, terlebih untuk orang-orang yang tidak menyukai pemerintahan Raja Winston.

Ia hanya tidak menyangka bahwa putra mahkota yang disebut telah meninggal ternyata masih hidup dan kembali dengan identitas aslinya hari ini.

"Semua adalah salahku, aku jatuh cinta padanya hingga menyebabkan bencana untuk seluruh keluargaku." Raylene tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Andai waktu bisa diputar kembali, dia pasti tidak akan pernah bersinggungan dengan Xinlaire.

"Yang Mulia ini bukan salahmu, sejak awal pria itu telah merencanakannya dengan matang, dia telah menipumu dengan sandiwara yang sangat meyakinkan." Melissa adalah pelayan yang cerdas, ia mengerti situasinya dengan cepat.

Dia juga ada ketika Raylene diserang oleh bandit, tapi pada saat itu dia mengalami luka dan ditinggalkan di tempat kejadian sampai ada prajurit yang menemukannya.

Ketika ia mendengar cerita dari Raylene tentang bagaimana Luca atau lebih tepatnya Xinlaire menyelamatkan dan merawatnya, Melissa tidak heran jika majikannya akan jatuh cinta pada pria itu.

Semua yang dilakukan oleh Xinlaire untuk menipu putri-nya benar-benar sempurna. Xinlaire menarik ulur perasaan putri-nya hingga akhirnya sang putri tidak bisa  enyelamatkan dirinya lagi dari jarring cinta yang dibuat oleh Xinlaire.

Melissa yakin, tidak hanya putri-nya yang akan jatuh hati pada Xinlaire dengan semua tipu daya pria itu, tapi semua wanita.

Dari semua orang yang menjadi korban hari ini, putri-nya adalah yang paling menyedihkan. Tidak hanya kehilangan orangtuanya, kehancuran keluarganya, kerajaannya, kemuliaannya, tapi juga menanggung rasa sakit karena ditipu dan dimanfaatkan oleh pria yang paling ia cintai.

Tidak peduli apa yang dikatakan oleh Melissa, itu tidak akan mengurangi semua rasa sakit yang menggerogoti hati dan jiwa Raylene.

Apa yang terjadi malam ini memberikan guncangan yang tak tertahankan untuk Raylene, setelah begitu banyak menjatuhkan air mata, seluruh tenaga Raylene benar-benar terkuras habis.

Wanita itu jatuh tidak sadarkan diri dalam pelukan Melissa.

"Yang Mulia! Yang Mulia!" Melissa menggoyangkan pelan tubuh Raylene, tapi tidak ada jawaban.

Wanita itu segera membawa Raylene ke atas ranjang, setelah merasakan denyut nadi Raylene, Melissa merasa sedikit lega.

Dia tahu bahwa apa yang terjadi pada Raylene saat ini sangat berat, tapi dia juga tidak ingin meninggalkan dunia ini. Raylene tidak melakukan kesalahan apapun, dia tidak pantas menanggung segalanya seperti ini.

Ia juga telah berjanji untuk menjaga tuan putri-nya dengan seluruh jiwanya. Bahkan jika ia tidak bisa membantu Raylene membalas dendam, dia harus membantu Raylene membebaskan diri dari Xinlaire.

Selain membantu Raylene, ia juga harus mencari cara untuk membebaskan Raphael dari penjara. Melissa memiliki perasaan khusus untuk Raphael, dia tahu di mana tempatnya, oleh sebab itu dia hanya bisa mengagumi putra mahkota itu saja. 

Dia tidak pernah berani bermimpi untuk menjadi salah satu wanita Raphael meskipun tidak ada larangan seorang pelayan diangkat menjadi selir putra mahkota.

**

"Ayah! Ibu!" Raylene terbangun dengan napas yang memburu, tubuhnya kini lengket karena keringat yang membasahinya.

Wanita itu mengalami mimpi buruk, di mana ia berdiri menyaksikan bagaimana pria yang ia cintai mengayunkan pedang kepada orangtuanya.

"Yang Mulia." Melissa yang tidur di kursi segera mendekati Raylene.

Raylene turun dari tempat tidurnya. "Melissa, jam berapa sekarang? Aku harus menyapa Ayah dan Ibu."

"Yang Mulia." Melissa bersuara pilu.

Raylene mulai melangkah, tapi kemudian ia menghentikan langkahnya. "Apa yang aku lakukan? Aku bahkan belum membersihkan tubuhku. Bagaimana bisa aku menghadap ke Ayah dan Ibu dengan penampilan seperti ini."

"Yang Mulia, sadarlah." Melissa tahu bahwa saat ini Raylene sedang menolak kenyataan. "Yang Mulia Raja dan Yang Mulia Ratu telah tiada."

Tubuh Raylene menjadi kaku, wajah pucat wanita itu kini terlihat tanpa kehidupan.

"Tidak mungkin, Melissa. Itu hanya mimpi. Itu hanya mimpi buruk." Dia berkata sembari menatap Melissa dengan tatapan hancur.

"Yang Mulia." Sementara itu raut wajah  Melissa menunjukan bahwa itu bukan mimpi buruk melainkan kenyataan.

Kenyataan pahit yang menghantam Raylene tanpa ampun, wanita itu lagi-lagi kehilangan tenaganya dan terduduk ke lantai. Dia berharap semua yang terjadi semalam adalah mimpi buruk dan ketika ia membuka mata ia masih bisa melihat ayah dan ibunya.

Kepala Raylene sakit, tidak hanya kepalanya, seluruh anggota tubuhnya terasa sakit karena kehilangan dan kesengsaraan yang dia rasakan.

Namun, beberapa saat kemudian Raylene segera bangkit lagi.

"Yang Mulia, Anda mau pergi ke mana?" Melissa menghentikan Raylene.

"Aku harus melakukan pemakaman untuk orangtuaku dan seluruh keluargaku yang lainnya." Raylene telah gagal sebagai seorang anak, tapi dia masih ingin memberikan pemakaman yang layak untuk orangtuanya.  Dia ingin memberikan penghormatan terakhirnya untuk mereka yang telah merawat dan membesarkannya sampai kemarin.

Melissa tidak bisa mencegah Raylene, wanita itu hanya bisa memegangi tangan Raylene agar tuan putri-nya itu tidak jatuh ketika melangkah.

Vivian, penjaga yang ditugaskan oleh Xinlaire untuk mengawasi Raylene juga mengikuti Raylene dari belakang.

Sementara itu di tempat lain Xinlaire sedang berdiri di aula leluhur, pria itu menatap ke barisan papan nama yang telah tersusun rapi di sana.

"Ayah, Ibu, Cersinia, aku telah membalaskan dendam kematian kalian. Beristirahatlah dengan tenang, aku akan memimpin Allegra dan meneruskan mimpi kalian untuk membangun Allegra menjadi kerajaan yang damai dan makmur."

Xinlaire telah menunggu hari ini dengan sangat sabar, ia akhirnya meletakan kembali papan nama mendiang orangtua dan adiknya ke tempat yang seharusnya. Membuat mereka semua kembali mendapatkan kehormatannya yang telah direnggut paksa oleh Winston, si pengkhianat.

Dua puluh tahun Xinlaire hidup dalam kesepian, dari sekian banyak anggota keluarganya, hanya ia sendiri yang tetap hidup, memikul tanggung jawab untuk memastikan kepemimpinan Allegra kembali ke keturunan yang sah.

Bayang-bayang kematian orangtuanya yang terjadi tepat di depan matanya tidak pernah bisa ia lupakan bahkan sampai hari ini.

Dia ingat, bagaimana tangan ayah dan ibunya saling menggenggam. Dia ingat bagaimana mereka semua tewas dengan mata terbuka, tanda kematian mereka yang tidak damai.

Dia juga ingat, adik kecilnya yang saat itu baru berusia dua tahun juga tidak luput dari pedang Winston. Bajingan itu, bahkan tidak melepaskan seorang anak kecil yang tidak tahu apapun sama sekali.

Saat itu usia Xinlaire baru berusia lima tahun, tapi ingatannya sangat kuat. Sejak kecil dia telah memiliki keistimewaan itu, di mana ia lebih berbakat dari anak-anak seusianya.

Hari itu ia berhasil melarikan diri dari kejaran para prajurit Winston, tepat ketika ia hampir tertangkap sahabat ayahnya menyelamatkannya.

Pria itu melepaskan seluruh pakaiannya, juga mengambil tanda pengenalnya sebagai putra mahkota dan meletakannya pada tubuh seorang anak kecil yang telah juga terbunuh karena kudeta yang dilakukan oleh Winston.

Setelah hari itu, ia dikirim keluar dari ibu kota dan menetap di sebuah desa terpencil dengan identitas baru.

Setiap hari yang dilalui oleh Xinlaire sangat keras, ia berlatih dan terus berlatih seperti tiada hari esok. Setiap tetes keringat dan darah yang jatuh dari tubuhnya semua ia tujukan untuk pembalasan dendam.

Bayangan kelam masa lalu itu lenyap ketika pintu aula leluhur terbuka. Xinlaire memutar tubuhnya, menatap ke sosok Raylene yang masih menggunakan pakaian semalam.

"Di mana jasad orangtuaku? Izinkan aku memberikan pemakaman yang layak untuk mereka," seru Raylene.

Xinlaire mendengkus sinis, tatapannya pada Raylene saat ini begitu dingin. "Pemakaman yang layak? Mereka semua tidak pantas mendapatkannya."

"Tidak bisakah kau sedikit berbelas kasihan padaku?"

"Aku sudah cukup berbelas kasihan padamu, Putri Raylene. Dua puluh tahun lalu, aku menyaksikan sendiri bagaimana pedang ayahmu membantai orangtua dan adikku, tapi aku tidak membiarkanmu melihat hal mengerikan itu dengan matamu sendiri." Xinlaire membenci seluruh keturunan Winston, tapi dia juga tidak bisa berbohong bahwa dia mencintai Raylene dan cukup peduli dengan wanita itu.

Dia telah berkompromi dengan kebencian di hatinya dengan tidak membiarkan Raylene melihat kejadian mengerikan itu.

"Jika memakamkannya tidak bisa, maka izinkan aku melihat jasad mereka untuk terakhir kalinya. Aku mohon padamu." Raylene merasa ia sangat menyedihkan, pria di depannya telah membunuh orangtuanya, tapi di sini ia masih harus memohon pada pria itu.

"Sayangnya kau sudah terlambat, Putri Raylene. Jasad orangtuamu dan seluruh anggota keluargamu telah dibakar bersama-sama."

"Bagaimana kau bisa begitu kejam? Kau iblis! Kau bukan manusia!" Raylene bersuara marah.

"Aku kejam? Lalu kau sebut apa orangtuamu, Putri Raylene? Mereka bahkan lebih mengerikan dari iblis. Aku di sini untuk mengambil kembali apa yang memang seharusnya menjadi milikku, tapi ayahmu, pria bajingan itu membunuh seluruh anggota keluargaku karena ingin memiliki sesuatu yang bukan haknya.

Dan ya, kau juga harus tahu bahwa ayahmu melakukan hal yang sama terhadap keluargaku. Pria itu membakar jasad orangtuaku dan anggota keluargaku yang lain.

Jangan berpikir bahwa aku adalah pria yang kejam karena apa yang terjadi hari ini adalah buah dari keserakahan orangtuamu sendiri!"

Raylene kehilangan kata-katanya, kerongkongannya sakit, dadanya sakit. Bahkan air mata pun tidak bisa menjelaskan rasa sakit seperti apa yang dia rasakan saat ini.

Dia ingin menyalahkan pria di depannya, tapi ayahnya jauh lebih salah di masa lalu. Jika ayahnya tidak mencoba mengambil apa yang bukan menjadi haknya, tidak akan mungkin ada hari seperti ini.

tbc

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status