Share

1. Mencintaimu Adalah Penyelesan Terbesar Dalam Hidupku

"Kenapa?  Kenapa kau membunuh keluargaku?" Raylene bertanya pilu. Dia tidak ingin  mempercayai apa yang ada di hadapannya saat ini, tapi kenyataan  menamparnya dengan keras.

Pria  yang menikah dengannya tadi pagi kini duduk di singgasana yang biasa  diduduki oleh ayahnya. Hal ini memperkuat bahwa suaminya benar-benar  dalang dibalik semua pengkhianatan di istana.

"Karena mereka semua pantas mendapatkannya." Suara itu sedingin es, membuat hati Raylene membeku seketika.

"Jadi, kau telah merencanakan semua ini sejak awal?"

"Kau  tahu jawabannya, Putri Raylene." Cara suaminya memanggilnya terdengar  seperti orang asing. Jadi, inikah arti dirinya bagi sang suami.

"Sejak  awal hingga akhir kau hanya memanfaatkanku? Cinta dan kasih sayangmu  padaku semuanya adalah kebohongan?" Semakin banyak Raylene bertanya  semakin sesak dadanya, dia sudah tahu jawabannya, tapi dia masih  bertanya seolah ingin menambah luka pada dirinya sendiri.

"Benar,  aku memanfaatkanmu. Dari awal aku sudah merencanakan segalanya. Bandit  yang merampokmu adalah orangku. Aku menggunakanmu untuk mendekati  seluruh anggota keluargamu.

Kau  juga benar, semua yang aku tunjukan padamu adalah kebohongan. Aku tidak  akan pernah mencintai putri  pendosa sepertimu. Aku membenci Winston  dan seluruh keturunannya!"

Hati  Raylene tercabik-cabik, racun menyebar di dalam hatinya mulai  menyiksanya tanpa ampun. Kakinya mundur satu langkah, dia kehilangan  pijakannya dan akhirnya duduk bersimpuh di lantai dan tampak begitu  menyedihkan.

Dia  tertawa, tapi air matanya mengalir deras. Dia tidak pernah menyangka  bahwa pria yang sangat dicintainya adalah pria yang sangat kejam.

Kilasan  masa lalu berputar di otaknya. Pertemuan pertamanya dengan Luca terjadi  lebih dari tiga tahun lalu. Saat itu dia sedang bepergian ke sebuah  tempat bersama dengan pelayan dan prajurit yang menjaganya.

Dia  dihadang oleh para bandit, semua prajurit tewas. Pada saat genting  Raylene diselamatkan oleh seorang pria, dan pria itu adalah Luca.

Raylene  tidak sadarkan diri karena luka yang dia dapatkan, dia dibawa oleh Luca  ke tempat tinggal pria itu. Dan dari sanalah cinta Raylene bersemi pada  pria yang baru saja dia temui.

Untuk  bersama Luca lebih lama, Raylene tidak memberitahukan identitas dirinya  yang merupakan seorang putri. Dia menikmati dirawat oleh Luca yang  meski tampak dingin, tapi penuh perhatian.

Hingga suatu hari Luca menemukan kebenarannya dan pada akhirnya Raylene tidak memiliki pilihan lain selain kembali ke istana.

Karena jasa Luca yang menyelamatkan Raylene, pria itu diangkat menjadi prajurit di istana.

Hari-hari yang dilalui berikutnya, Raylene sering menemui Luca di barak militer.

Tiga  tahun berlalu, Luca diangkat menjadi jenderal muda karena prestasinya.  Dalam waktu tiga tahun juga hubungan Raylene dan Luca menjadi semakin  intim.

Suatu hari  Luca melamar Raylene pada sang ayah, saat itu Raylene menyaksikannya  sendiri. Dia menjadi wanita yang paling bahagia di dunia karena akhirnya  dia akan menikah dengan pria yang dia cintai.

Akan  tetapi, dongeng indah itu tidak bertahan lama. Raylene harus menghadapi  kehancuran yang tidak terbayangkan olehnya. Orang yang paling dia  cintai membantai seluruh keluarganya, memanfaatkannya, mempermainkan  hatinya dan menipunya.

Wanita itu mengambil pedang yang tergeletak di lantai. Dia berdiri dengan susah payah. "Luca, aku akan membunuhmu!"

Langkah  kaki Raylene tidak seimbang, tapi dirinya masih bisa mencapai posisi  suaminya. Tangan kanannya menggenggam hulu pedang dengan kuat. Di  matanya tampak sekali niat membunuh.

Namun, suaminya jelas bukan lawannya. Sehebat apapun Raylene dalam bela diri dia tidak akan bisa menyakiti pria itu.

Serangan Raylene dipatahkan oleh suaminya. Sekarang wanita itu berada dalam cekikan sang suami.

"Ingin  membunuh seseorang yang telah mengajarimu bela diri, Putri Raylene?  Sangat tidak tahu diri."  Dalam satu gerakan kasar tubuh Raylene  terhempas ke lantai.

Raylene  mengangkat wajahnya, menatap sang suami yang berhati dingin. "Kau  benar, Luca. Aku tidak akan pernah bisa membunuhmu." Wanita itu bersuara  putus asa. Dia mengalihkan pandangannya pada pedang yang tergeletak di  dekatnya. "Luca, mencintaimu adalah penyesalan terbesar dalam hidupku.  Mari kita akhiri sampai di sini dan tidak bertemu lagi di kehidupan yang  akan datang."

Raylene  mengambil pedang dengan cepat, dengan satu gerakan mantap wanita itu  mengangkat pedang dan mengarahkannya ke lehernya. Mengakhiri hidupnya  adalah satu-satunya keinginannya saat ini.

Akan  tetapi, untuk mati pun tidak semudah itu. Suaminya kembali menahannya.  Bilah pedang yang dingin hanya menggores sedikit leher Raylene, membuat  darah menetes di leher indahnya.

"Kau tidak akan mati tanpa izin dariku, Putri Raylene."

Sekali  lagi Raylene mendengkus sinis. "Bukankah kau sangat membenci ayahku dan  seluruh keturunannya? Aku membantumu dengan mengakhiri hidupku  sendiri."

"Aku,  Xinlaire Allegra tidak akan mengizinkan kau dan kakakmu mati dengan  mudah. Penjahat Winston membantai seluruh keluargaku untuk memastikan  tahta jatuh ke dirinya serta keturunannya jadi aku akan membiarkan  seluruh keturunan Winston melihat bahwa tahta hanya akan dimiliki oleh  keturunan sah Allegra."

Xinlaire Allegra? Raylene tidak mungkin tidak tahu nama ini meski di seluruh kerajaan Allegra tabu untuk menyebutkan nama ini.

Jadi,  inilah identitas sebenarnya sang suami. Hati Raylene semakin tertikam,  jadi tidak ada satu pun yang dia ketahui tentang suaminya, bahkan  namanya.

Sekarang dia  tahu alasan kenapa suaminya tega membantai seluruh keluarganya.  Pembalasan dendam. Meski seluruh kejadian dua puluh tahun lalu telah  ditutupi dengan rapat, tapi masih ada beberapa orang yang menyebutkan  kejadian kelam itu.

Ayahnya,  Winston Allegra merebut tahta dari kakaknya sendiri dengan cara  membunuh seluruh anggota keluarganya. Tidak disangka ternyata putra  mahkota yang seharusnya menduduki tahta masih hidup setelah peristiwa  itu.

Jadi, yang dirinya dan keluarganya terima saat ini adalah karma dari apa yang telah ditabur oleh ayahnya sendiri di masa lalu.

Hanya  saja, dari sekian banyak cara untuk  membalas dendam, Xinlaire memilih  untuk memanfaatkan dirinya. Membuatnya menjadi penyebab kematian kedua  orangtuanya dan kerabatnya yang lain.

Selain itu dia juga telah jatuh cinta pada saudaranya sendiri, benar-benar sebuah lelucon.

Lagi-lagi  Raylene tertawa seperti orang yang telah terganggu akal sehatnya.  Guncangan yang begitu besar, rasa sakit yang tak tertahankan. Raylene  hanyalah wanita berusia dua puluhan tahun, dia jelas tidak bisa  menghadapinya.

"Rupanya  semesta masih mengasihaniku. Pernikahan antara kau dan aku tidak sah  karena kita adalah saudara." Raylene masih bisa mensyukuri satu hal.  Setidaknya dia tidak harus menjadi istri Xinlaire seumur hidupnya.

"Suadara?"  Xinlaire bersuara mengejek. "Allegra hanya memiliki satu keturunan dan  itu adalah Dawson Allegra. Jangan mengotori keturunan Allegra dengan  menyebut bahwa dirimu adalah saudaraku. Ayahmu dan seluruh keturunannya  tidak memiliki darah kerajaan sama sekali!"

Raylene  tidak mengetahui tentang kebenaran yang diucapkan oleh Xinlaire karena  semua orang yang mengetahui rahasia itu sudah tewas ditangan ayahnya.

Namun,  meski tidak mengetahuinya Raylene tidak berani meragukan kata-kata  Xinlaire. Mereka sudah berada di titik seperti ini, tidak mungkin jika  pria itu masih akan membohonginya.

Perasaan  Raylene saat ini benar-benar tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.  Jangankan tentang suaminya, dia bahkan tidak tahu tentang asal usul  dirinya sendiri. Siapa sebenarnya ayah dari ayahnya?

Xinlaire  mendekati Raylene, mencengkram dagu Raylene dengan kuat. Matanya  menatap Raylene ganas. "Sekarang yang tersisa hanya kau dan kakakmu,  kalian berdua yang akan menanggung hukuman dari perbuatan tercela  penjahat Winston."

Setelah  kalimat penuh kebencian itu diucapkan, Xinlaire melepaskan tangannya  dengan kasar sehingga membuat wajah Raylene menghadap ke samping.

Kata-kata Xinlaire menggema di kepala Raylene. Dia tidak melakukan kesalahan apapun, tapi dia harus menanggung segalanya.

Namun,  itu juga pantas untuknya.  Dia dalah putri ayahnya, selain itu dia juga  yang telah menyebabkan orangtuanya tiada. Jika dia tidak masuk dalam  tipu daya Xinlaire, maka kedua orangtuanya tidak akan mengalami  peristiwa mengenaskan.

Dia  tahu bahwa ayahnya telah melakukan kesalahan yang sangat besar, dia  juga tahu bahwa ayahnya tidak pantas mendapatkan pengampunan dari  Xinlaire tapi sebagai seorang anak dia tidak mengharapkan ayahnya  mendapatkan balasan yang sama.                                                                                                                                       

"Vivian!" Xinlaire memanggil seseorang sembari duduk kembali di singgasana.

Seorang wanita serba hitam segera muncul. "Saya menghadap, Yang Mulia."

"Bawa Putri Raylene kembali ke kamarnya."

"Baik, Yang Mulia." Vivian segera meraih tangan Raylene membantu wanita itu berdiri.

"Jika  Putri Raylene mencoba untuk mengakhiri hidupnya segera pergi ke penjara  untuk memotong kaki dan tangan Pangeran Raphael, biarkan dia mati  perlahan."

Ucapan  Xinlaire membuat kepala Raylene terarah pada pria itu. "Jangan khawatir,  aku tidak akan bunuh diri. Aku akan terus hidup untuk menerima hukuman  yang pantas aku dapatkan."

Setelahnya  Raylene mulai melangkah dengan jiwa yang hancur. Mulai saat ini  hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Sesakit apapun yang dia rasakan,  dia akan terus hidup. Dia tidak akan membiarkan kakaknya kehilangan  tangan dan kaki karena dirinya.

"Aku ingin melihat kakakku." Raylene ingin mengetahui kondisi kakaknya saat ini.

"Anda  harus mendapatkan izin Yang Mulia Putra Mahkota terlebih dahulu."  Vivian tidak akan mengikuti kata-kata Raylene karena dia hanya bekerja  atas perintah dari tuannya.

Raylene  sudah sangat kelelahan berhadapan dengan Xinlaire. Pria itu mungkin  juga tidak akan mengizinkannya bertemu dengan kakaknya. Daripada  diinjak-injak, dia lebih baik tidak bicara dengan pria itu.

"Bagaimana kondisi kakakku saat ini?"

"Pangeran  Raphael mengalami beberapa luka, tapi itu tidak mengancam nyawanya.  Yang Mulia Putra Mahkota masih cukup baik membiarkannya hidup."

Masih  cukup baik? Raylene mendengkus dingin. Pria itu jelas memiliki maksud  yang tidak baik dengan membiarkan dia dan kakaknya tetap hidup.

Kakaknya  adalah putra mahkota setidaknya sampai beberapa saat lalu. Dan sekarang  dari status tinggi itu dia jatuh ke kubangan lumpur, berada dalam  penjara dengan status sebagai penjahat.

Raylene  paham dengan baik bahwa Xinlaire memiliki maksud untuk menginjak-injak  harga diri kakaknya dengan penghinaan. Rasa sakitnya jelas lebih tidak  tertahankan dari sebuah kematian.

tbc

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status