Edward menghilang, bak ditelan bumi sejak berkata akan menunggu Meta siap untuk melayaninya. Pertanyaanya, apakah sepenting itu kesiapan Meta? Edward memiliki hak penuh atas dirinya. Entah sebanyak apa hutang Adam hingga menjadikan Meta sebagai jaminan. “Apa dia benar-benar berharap aku akan jatuh cinta? Apa itu penting untuknya?” Pertanyaan yang terus menghantui pikiran Meta. “Cia gak hadir lagi pagi ini?” tanya Pak Iqbal. Tentu saja, Cia adalah salah satu kebanggaan beliau. Saat tidak menampakkan diri, menjadi pertanyaan besar. Cia bukan mahasiswi yang senang bolos, sangat taat aturan. Sudah tiga hari belakangan gadis berkacamata itu tidak datang ke kampus. Hal yang tidak biasa terjadi. Selama itu pula, Meta merasa lebih tenang. Tidak ada lagi yang menghakiminya sesuka hati. “Meta, apa kamu tau ke mana Cia pergi?” Meta menggeleng. Bagaimana dia bisa tahu, kalau kenal Cia saja tidak. “Kalau ada informasi tentang Cia tolng kabari saya ya, ada hal penting yang ingin saya sampaikan
“Bangun, bitch!” Bentakan disertai air dingin yang disiramkan padanya, membuat kelopak matanya mengerjap dan perlahan terbuka. Meta mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Di hadapannya saat ini berdiri seorang wanita bersetelan blazer hitam dan kemeja putih. Wanita itu berusia sekitaran 40 tahun. “Akhirnya, udah puas tidurnya? Setelah ini kamu akan melayani banyak orang, jadi siapkan tenagamu,” ucap wanita itu lagi. Suara yang sama persis dengan yang dia dengar saat masih pingsan. “Siapa Anda dan apa mau Anda?” Meta memperlihatkan keberaniannya, agar tidak terintimidasi oleh wanita itu. Plak! Satu tamparan mendarat di pipi kanan Meta, membuat sudut bibirnya berdarah. Gadis itu menatap tajam wanita di hadapannya. Dia sama sekali tidak mengetahui letak masalahnya dan diperlakukan begitu kasar. “Gara-gara aduan bodohmu, putriku dilecehkan!” Deg! Jantung Meta mendadak berhenti mendengar perkataan wanita itu. Perkataan yang keluar dari mulut seorang ibu yang tengah dipenuhi
Meta menghilang! Ren panik dan terlambat datang untuk menyelamatakan Meta. Saat tiba di parkiran kampus, tempat terakhir posel Meta terlacak, gadis itu sudah tidak ada di sana, pula dengan ponselnya. Seseorang menjawab panggilan, saat Ren mencoba menghubungi Meta lagi. Bukan Meta melainkan salah seorang satpam yang menemukan ponsel dan beberapa buku milik Meta.“Boleh saya lihat cctv, Pak?”Seharusnya ada cctv di lahar parkir seluas itu. Ren menggerakkan anak buahnya untuk mengambil rekaman mobil yang membawa Meta pergi. Plat mobil dicatata dan diserahkan pada pihak yang lebih ahli.Tidak sampai hitungan jam, data pemilik mobil itu sudah di tangan mereka. Regano mengerahkan anak buahnya untuk andil bagian. Sementara waktu, masalah itu akan disembunyikan dari Edward sampai pelakunya ketemu.“Keluarga Renaldi, bukan termasuk musuh atau teman. Kita jelas gak ada masalah dengan keluarga itu. Bagaimana mungkin mereka menjadikan Meta tawanan?” Regano mulai menggunakan logika, menghubungkan
Edward kembali dan itu tiba-tiba saja terjadi. Tanpa adanya aba-aba atau informasi sebelumnya. Pria itu kini berdiri tegap di depan pintu mansion, mengejutkan semua orang yang tengah dilanda panik. Masalah yang menimpa mereka belum selesai, dan bos mereka kembali di waktu yang tidak tepat.“Apa yang terjadi?” tanya pria itu.Tidak ada yang berani membuka suara. Edward menatap anak buahnya satu per satu. Firasatnya buruk, alasan dia melakukan penerbangan tanpa diketahui siapa pun. Dia mencoba menghubungi Ren dan Regano bahkan Meta, tetapi tidak satu pun menjawab panggilannya.“Katakan padaku apa yang terjadi!”Prang!Sebuah vas bunga terbanting ke lantai marmer hingga hancur berantakan.“Di mana Ren dan Regano?” Dua orang yang harus bertanggung jawab atas semua tanda tanya besar dalam otaknya.“Mereka di rumah sakit, Tuan bersama Nona Meta,”Edward menarik orang yang menjawabnya tersebut, menyuruhnya mengendarai mobil ke rumah sakit yang dimaksud. Selama di perjalanan Edward tidak berh
Tidak seorang pun bisa menghentikan pria yang tengah melangkah lebar itu. Dia sendirian tanpa didampingi anak buahnya. Dia bertekad untuk menyelesaikan semua dengan tangannya sendiri.“Di mana wanita itu?”Edward bukan orang yang bodoh. Dia memang ingin memberi keluarga Renaldi pelajaran. Namun, dia juga butuh tahu siapa dalang di balik ini semua, dengan begitu tak ada penyesalan jika dia melakukan hal terburuk pada keluarga itu.“Saya Tuan,” sahut seorang wanita paruh baya berpakaian bercorak biru. Wanita itu memegang erat kain pel dalam genggamannya.“Jadi kamu yang menemukan Cia hari itu?” Wanita itu kembali mengangguk. Saat itu dia hendak membersihkan toilet saat menemukan seorang gadis tergeletak tak berdaya dengan kondisi mengenaskan. Tubuh polosnya hanya ditutupi jas hitam.Saat itu wanita yang tak lain adala cleaning servis di kampus tersebut, segera mencari bantuan terutama pakaian untuk menutupi tubuh gadis itu.“Di mana jasnya?”wanita tersebut melangkah ke dekat loker, mem
Penyiksaan tidak berakhir begitu hasilnya sesuai dengan harapan. Hari itu Cia segera menyadari dampak perbuatannya. Dia bergegas menghentikan perintah yang diberikan orang tuanya untuk merusak Meta. Mereka hanya memberikan beberapa luka dan memberi obat tiur sehingga Meta tidak menyadari apa yang mereka lakukan.“Aku mohon, bebaskan kami,” mohon Cia menyatukan tangannya, tidak mampu melihat Edward yang terus menyiksa Refaldi.“Kamu ingin aku membebaskanmu?”“Orang tuaku juga,” sahut Cia cepat. Kedua orang tuanya hanya kalap, hingga melakukan segala hal untuk membalaskan rasa sakitnya.Cia mendongak, meringis kala tangan Edward terulur menarik rambut sebahunya.“Kamu salah memohon padaku. Aku tidak punya belas kasihan, jadi tak mungkin akan membebaskanmu semudah itu,”Pengawal keluarga Refaldi dibantai tanpa sisa, mempertegas kalau Edward bukan orang yang mudah ditaklukkan.“Tapi karena kamu sudah menyelamatkan milikku, maka aku akan memberi kalian satu kesempatan. Ketahuilah dia lebih
Regano membuka pintu dengan hati-hati, takut mengejutkan Meta masih saja termenung. Pandangan Meta hanya terarah pada satu objek. Meta masih bergeming di posisi semula, sama sekali tidak menoleh saat Regano berjalan mendekat. “Maaf mungkin gak akan cukup, tapi aku akan terus mengatakannya. Aku mungkin belum bisa mengikuti kemauan kamu untuk melupakan perasaan ini tapi aku sedang berusaha menjadi teman untukmu,” Regano menyadari bahwa pada akhirnya, dia tidak akan bisa memiliki gadis itu. Apa pun yang dia lakukan, sekeras apa pun dia berusaha, Meta hanya akan berakhir dalam pelukan Edward. Sebuah jalan tengah yang akhirnya Regano sadari keberadaannya. “Jadilah teman untuknya. Jangan biarkan dia menghadapi ini sendiri. Kalau dia jadi milik Edward seutuhnya, artinya semua orang akan menaruh perhatian padanya. Entah kawan atau lawan, mereka akan menjadikan Meta sasaran untuk keuntungan mereka sendiri.” Perkataan Ren yang membuatnya tersadar. “Meta,” panggil Regano dengan tangan terulu
Meta membeku, bibirnya terasa kelu. Menikah dengan Edward? Itu berarti dia tidak akan pernah terlepas dari genggaman Edward. Mata coklatnya bertemu dengan mata hitam pekat pria yang tengah menyeringai itu. “Kesepakatannya akan mutlak apabila sudah disetujui,” ucap Edward. Break untuk mempertimbangkan banyak hal. Satu per satu meninggalkan ruang rapat, hingga yang tersisa hanya Regano, Meta dan sang pimpinan. Regano menatap gadis itu, menepuk bahunya sebelum memberi ruang untuk keduanya. “Kamu pasti terkejut mendengarnya,” “Kenapa? Kenapa mengatakannya tiba-tiba?” cecar Meta tidak mengerti. “Keadaan memburuk, kamu juga sedang tidak baik-baik saja, jadi kupikir akan lebih baik membawanya langsung ke forum saja,” sahut Edward begitu santai. “Kenapa harus aku? Bukan, maksudku kenapa kamu melakukan ini padaku?” Edward berdiri lalu mendekati kursi Meta. Pria itu membungkukkan badan dengan tangan berpegang pada gagang kursi Meta, mendekatkan wajahnya hingga tepat berada di depan Meta s