“Sudah siap?”Pandora menunduk cepat merasakan sesuatu menelungsup ke dalam permukaan perut ratanya. Dia tersenyum tipis mengamati keberadaan telapak tangan Kingston, menikmati bagaimana cara pria itu terus menghujaminya dengan ciuman lembut di pipi, hingga Pandora segera mengangkat wajah—menghadap ke dalam cermin—memerangkap dirinya dan Kingston dalam satu bayangan bersama.Sudut bibir Pandora melekuk makin tinggi. Pelan – pelan merambatkan jari – jemari sekadar menyentuh punggung tangan Kingston. Dia masih memehatikan suaminya dengan intensitas tinggi.“Aku sudah siap, tapi—“Pandora menahan kalimat di ujung tenggorokan membayangkan akan ada banyak peristiwa yang tak bisa dia kaitan terhadap dirinya ke depan. Seperti ada ledakan rasa takut, ragu yang besar. Dan dia sedang memikirkan cara bersikap diplomatis yang baik. Bagaimana untuk kali pertama harus menunjukkan kehormatan, meski dia sendiri tidak tahu akan dengan cara apa Kingston membawanya sampai pada pertemuan berkehidupan mit
Rasanya lebih lega setelah penyambutan selesai, dan dia dipersilakan untuk berdiam diri di dalam kamar Kingston. Kamar yang sudah tidak pernah ditempati pemilik asli, tetapi segala struktur dan elemen bangunan terawat dalam wujud sempurna.Tak bisa dimungkiri, kali pertama menginjakkan kaki Pandora melihat ini adalah ruang yang futuristik. Setiap sudut garis memiliki ukiran tertentu. Ukiran yang selalu membuatnya berpikir; itu adalah bentuk paling jauh dari arah modern.Pandora tersenyum saat perhatiannya jatuh pada ketukan ranjang besar, letaknya tidak jauh dari posisi dia berdiri. Ranjang yang memelihara empat tiang menjulang untuk menahan atap yang dibaluri bulu – bulu merumbai. Pandora seperti bertemu ranjang di mansion Kingston, meski tanpa rumbai yang sedang dia amati saat ini, dan juga dengan sedikit perbedaan pekat.Bayangan itu turut menyeret ingatan Pandora pada Kingston. Suaminya langsung diborong pergi oleh Raja Osso sehingga Pandora harus menunggu sambil – sambil mencari
“Aku mengumpulkan kalian di sini untuk menyampaikan hal penting tentang keputusanku, yang sampai detik ini belum pernah berubah sejak disahkan bersama perlementer kepemimpinan.”Suara mendesis dari cela bibir itu membiarkan Pandora menatap Raja Osso lebih lama. Kemudian dia melongo ke sisi lain. Sisi yang menghadapkan dirinya pada kerumunan di depan mata. Kerumunan penuh, sesak, berjejer, yang menyiarkan antusiasme besar.Pandora tidak pernah menyangka bahwa dia akan berdiri di sini. Di gedung pertemuan kerajaan. Tinggi, semacam sebuah balkon di mana dia bisa menemukan semua hal dan segala jenis bentuk dari makhluk – makhluk di hadapannya.Separuh dari mereka memiliki penampilan, yang bahkan sedikitpun tak pernah terbayang di benak Pandora kalau – kalau dia akan melihat wujud manusia berkaki kuda. Makhluk – makhluk melata, memegang senjata, dan paling ekstrem sekalipun, tidak pernah luput dari pandangannya.Sering kali hal itu menjadikan alasan paling masuk akal, mengapa Pandora mengg
“Aku tidak pernah tahu ada keputusan sepihak. Kau mengatakan hanya akan mengenalkan Pandora. Tidak lebih daripada yang lain.”Kingston tak perlu mengungkapkan secara gamblang sisi keberatan yang baru saja dia terima di balai pertemuan. Tidak ada kesepakatan mengenai ‘hukuman kekal’. Raja Osso tidak pernah menyenggol sedikit, bagian dari kata – kata ‘pengampunan’. Seolah, yang baru saja dilepaskan di hadapan kerumunan para dewa menjadi satu bentuk kecurangan. Kingston tak pernah setuju tentang itu, mendapati ayahnya bahkan lebih tak acuh. Berdiri tidak terlalu jauh, menatap lurus – lurus pemandangan di istana seperti tengah mempertimbangkan pelbagai hal.“Seharusnya kau senang.”Baru saat itu Raja Osso menarik diri pada perhatian seusai lenyap dalam kebungkaman. Dia tak berdusta mengenai urusan memaafkan Kingston, justru ingin menawarkan satu gencatan paling bagus. Kehidupan yang hilang, barangkali Kingston tak pernah lupa bagaimana cara berbaur dengan hak – hak lamanya.Raja Osso sed
Sudah terlalu lama sejak Kingston meninggalkannya seorang diri di kamar. Meninggalkan hal belum terselesaikan, tetapi sampai detik ini pria itu belum kembali. Menyedihkan ....Kendati Pandora tidak menghitung waktu. Dia telah menghadapi kenyataan bahwa untuk kali kedua pelayan istana datang membawakan makanan, dan ketika melongohkan wajah ke luar jendela. Warna – warna yang saling bertabrakan, kini hanya dikuasai satu titik hitam—gelap yang nyaris tidak ada tandingannya.Dia sudah bertanya; ‘bagaimana Kingston, ke mana suaminya pergi, kapan akan kembali’.Sayangnya tidak ada jawaban spesifik tentang lompatan keberadaan Kingston. Pria itu seolah tenggelam di terjang ombak yang besar, ntah ... barangkali terlalap oleh api membara. Kingston mungkin adalah abu-nya sehingga angin berembus dengan mudah menerbangkan hal – hal yang rumit sekalipun. Tetapi semoga saja bukan seperti itu yang Pandora pikirkan akan terjadi.Dia tersenyum tidak yakin pada pelayan istana seraya menerima nampan beri
Memikirkan Kingston tiba – tiba muncul di tengah malam dingin, memberikan dekapan hangat, melontarkan sesuatu yang barangkali mau sekali dia dengar, rasanya seperti mengiring keinginan brutal, tetapi itu sama sekali tidak pernah terjadi. Napas Pandora berembus kasar. Gelisah menatap ke luar jendela dengan pikiran – pikiran tak tertolong. Ini bukan kebiasaan Kingston, yang bisa dia wajarkan. Persis seperti; setidaknya ada sesuatu yang mengganggu dan pria itu belum memiliki kesiapan sekadar mengatakan semua hal dengan gamblang. Satu jam lalu .... Peristiwa di mana lengan terjulur menembus kain – kain menjuntai, lalu menyibak tirai dengan tenang, sempat Pandora sangkakan saat itu dia akan mendapati suaminya kembali dalam keadaan, yang ... baik – baik saja. Hanya pelayan istana dan ketegangan bahunya segera merosot tanpa arti. Merosot tanpa—bahkan sampai detik ini Kingston belum kembali. Pandora mulai bertanya – tanya apakah Kingston tidak peduli padanya sehingga meninggalkan dia sen
“Jadi, apa yang sudah kau dan raja katakan?”Pandora menumpahkan tenaga pada otot kaki. Baranjak tak gentar menatap Kingston lekat – lekat. Pakaian yang sama, yang dikenakan di balai pertemuan masih menyatu; dan betapa pria itu masih sangat tampan; wajah di hadapan Pandora bagai kutukan umat manusia. Tidak bisa dikendalikan. Pandora mungkin akan semakin jatuh selagi dia tak bisa mengesampingkan sikap egois untuk terus memandangi Kingston dengan pola menengadah.Lengannya terulur menangkup tulang rahang Kingston. Tak menjadi soal dia dibiarkan menunggu di dalam kamar selama berjam – jam. Asal pria itu kembali, maka dia bisa mencecar suaminya dengan macam – macam hal, pertanyaan, dan kalau Kingston sanggup menangkis semua itu. Hanya satu ungkapan dan sebuah rayuan lembut lewat jari – jari kasar yang bergerak liar, yang bisa terjadi saat ini.Pandora merasakan pinggulnya ditarik lebih dekat. Saling bersinggungan. Dipeluk menurut keinginan Kingston. Pria yang menatap dengan menundukkan wa
“Aceli!”Dengan ngeri Pandora mendengar suaranya dan Kingston dalam bentuk cicitan seperti bunyi seruling. Hentakan kaki di undakan tangga bersuar nyaring menegaskan betapa sekembali dari istana, mereka tidak memiliki waktu untuk meneliti apa saja—kekacauan, yang mungkin telah dilakukan Raja Vanderox, jika dan jika kenyataan berbahaya memang sedang ‘mengincar’ gadis kecil itu.Semoga segala sesuatu yang mengerikan tidak pernah terjadi ....Pandora terus melafalkan kalimat demikian dalam hati. Mengikuti ke mana Kingston pergi. Satu pijakan terakhir seolah menawarkan rasa tegang dan kelegaan di waktu bersamaan. Kingston terdiam. Menatap ke arah ruang tamu, sedikit mengernyit, kemudian berjalan cepat setelah memastikan tubuh mungil dalam balutan kustom dinosaurus hijau-nya memang sedang berbaring di atas sofa empuk dengan memegangi susu botol yang menukik ke bibir. Di sana, tidak jauh dari Aceli. Voleski sibuk mengemas beberapa mainan berserak di meja dan sofa lainnya.“Aceli.”Pandora y