Seumur hidup, Rinai hanya pernah dua kali ke kantor polisi.
Yang pertama adalah ketika menjelang masa-masa terakhirnya di SMA ia dan Ksatria terciduk polisi di area balap liar, padahal mereka hanya menyemangati salah satu teman sekelas mereka yang akan balapan terakhir sebelum fokus Ujian Nasional.
Tapi memang dasarnya mereka sedang apes saja.
Yang kedua adalah ketika mereka ikut demo di depan gedung DPR dan terjebak di kerusuhan yang terjadi di tengah demonstrasi seluruh BEM universitas se-Jabodetabek.
Kini Rinai menorehkan sejarah baru di hidupnya dengan datang yang ketiga kalinya ke kantor polisi.
“Perempuan kurang ajar,” maki S
“Tumben nggak pergi sama Ksatria.”“Dia mau main golf. Aku bosen kalau ikut dia.”“Tumben…,” komentar Sandy lagi. “Biasanya kalian kayak paket hemat di supermarket, beli satu gratis satu.”“Papaaa.”Sandy pun tertawa, kini ia jadi punya hobi baru, yaitu menggoda anaknya dengan membawa nama Ksatria.Karena hari ini adalah tanggal merah, Sandy dan Rinai bisa bersantai di rumah meski hari ini bukan akhir pekan. Kebetulan baik Haydar dan Ksatria sedang tak punya agenda kerja sama sekali hari ini, maka baik Sandy dan Rinai bisa bersantai di rumah.Siang ini, Sandy tengah mengurus tanaman yang baru ia beli kemarin dan datang pagi tadi, diantar ke rumahnya. Sembari menemani ayahnya berkebun, Rinai duduk di teras dengan Kindle di tangannya.Tangan Rinai mengambil pisang goreng yang dibuatkan ayahnya sebelum berkebun. Menjadi putri tunggal Sandy Prawara membuat Rinai cukup dimanja oleh Sandy meski tentu saja tidak secara berlebihan.Ketika Sandy punya waktu luang, ia akan selalu menemani Rinai
Ksatria tahu kadang selera Rinai memang unik.Tetapi, kini ia mulai menduga kalau wajah tampannya tidak masuk ke selera Rinai. Maka dari itu Rinai bisa dengan mudah mengatakan kalau bosan melihat wajahnya.Padahal menurut Ksatria, ketampanannya cukup memiliki khas.Meski ia memiliki bentuk rahang tegas khas para player (yang entah kenapa, kebanyakan para player memiliki rahang tegas seperti ini), juga kesan maskulin dan ‘bad boy’ yang selalu didapatkan orang ketika pertama kali melihatnya, bukan suatu hal yang cukup pasaran.Banyak temannya yang mengatakan ia bisa pergi jadi bintang laga di Hollywood bersama Iko Uwais kalau ia mau. Wajah dan tubuhnya mendukung. Segitu unik dan tampannya dia, tapi ternyata Rinai bisa bosan juga terhadapnya….Ksatria mulai sadar kalau ia harus bekerja keras supaya Rinai tidak akan bosan dengannya.“Makan nggak abis ini?”“Nggak deh, mau ketemu Yayang dulu.”Nara langsung pura-pura muntah saat Ksatria mengatakan hal tersebut sambil cengar-cengir sendiri.
“Aku mencium bau sesuatu.”“Bau apa?”“Bau peperangan.”Shua tertawa keras begitu mendengar jawaban Yogas, sampai Yogas hanya bisa menggeleng pelan melihat betapa tidak anggunnya Shua saat ini.“Perang apa, Ma?” tanya Janar pada Shua dengan polosnya.“Bercanda, Sayang,” sahut Shua dengan lembut kepada anaknya, yang duduk di antara dirinya dan Yogas. “Oh ya, kamu tunjukin gambar yang tadi kamu buat sama Asa dong. Siapa tahu kerutan di kening Om Ksatria bisa hilang.”Dengan bersemangat untuk mematuhi permintaan ibunya, Janar meraih tas yang tadi ia jadikan sandaran dan mengambil buku gambarnya.“Nih, Om, aku gambar Iron Man lho.”“Mana? Coba sini bukunya.”Janar mengatakan, “Permisi, Om,” kepada Yogas dengan sopan supaya bisa menghampiri Ksatria yang duduk berseberangan dengannya.Shua terus mengambil salad Hokben milik Rinai, selagi perempuan itu ikut melirik ke arah Ksatria yang duduk di sampingnya.Siang ini Shua memang sengaja mampir ke Heavenly & Co setelah menjemput Janar dari rum
[Ksatria dan Rinai, kelas 2 SMA.]“Ada orang yang bilang kalau mamaku selingkuh.”“Hah?!”“Ho,” sahut Ksatria sambil mendengus pelan.“Serius?” Rinai dengan cepat melupakan ketoprak yang sedang ia makan sore ini.Hari ini mereka dipulangkan dari sekolah lebih cepat daripada biasanya. Beruntung mereka tidak ada jadwal les lagi karena sejak Ksatria dan Rinai bisa mempertahankan ranking 1 dan 2 paralel sejak SMP, Leona memberi keringanan untuk mereka tidak ikut les ini dan itu ketika menginjak kelas 2 SMA.Lebih tepatnya, Leona memberi keringanan untuk Ksatria. Rinai selama ini ikut les yang sama dengan Ksatria karena Leona tahu, hanya Rinai yang bisa membuat lelaki itu menurut dan berkonsentrasi.Rinai sih senang-senang saja. Pada dasarnya ia suka belajar, jadi dibayari les ini-itu untuk mengisi waktunya, Rinai tidak keberatan. Berbeda dengan Ksatria yang sepertinya menganut prinsip hidup ‘akan kulanggar semua aturan Mama’.“Seriuslah.” Ksatria menyerahkan ponselnya yang menampilkan e-m
“Kamu masih marah sama aku?”Malam ini, setelah pertengkaran pertama mereka siang tadi, Ksatria dan Rinai tidak langsung pulang setelah jam kerja berakhir.Rinai mengajak Ksatria makan sate di warung sate langganan mereka dan lelaki itu mengiakan ajakannya.“Nggak kok, Nai.”Rinai tetap belum tenang walaupun Ksatria sudah menjawab seperti itu.Meski keadaan mulai membaik setelah mereka bicara, tapi Ksatria juga masih lebih banyak diam daripada biasanya. Kalau Rinai bertanya, kini Ksatria sudah mau menjawabnya.Ksatria hanya belum mau mengajaknya bicara terlebih dahulu.Apa dipeluk aja nggak ampuh ya? pikir Rinai dengan gamang sambil menunggu sate mereka datang.Memang, Ksatria tetap membalas pelukannya siang tadi. Apalagi ketika Rinai memanggilnya ‘Yang’, Ksatria mencium puncak kepalanya dengan lembut dan mereka bertahan di posisi tersebut selama beberapa saat.Setelah itu tentu saja mereka baikan. Tetapi diamnya Ksatria yang tidak biasa, masih mengusik Rinai.Rinai sadar kalau selama
“Nginep bareng? Beneran, Nai?”“Beneran.” Rinai melirik sinis kepada Ksatria. “Kamu udah nanya ratusan kali sejak semalam.”“Perlu bawa kondom nggak?” tanya Ksatria dengan waswas. “Di dompet cuma ada dua, Nai. Sisanya ada di kantor sama di kamar, kan udah lama nggak aku pake.”Ksatria sebenernya tidak berencana untuk mengajak Rinai secepat itu untuk tidur dengannya, Hei, Ksatria kan sedang mencoba memperbaiki diri dari apa yang lalu-lalu ia lakukan. Ia juga tahu prinsip Rinai yang berbeda dengannya.Tetapi, jaga-jaga bolehkan?“Perlu. Dua juga kayaknya cukup.”“BENERAN, YANG?”Rinai menggeleng pelan seraya mengusap dadanya. “Dua kayaknya cukup buat karetin mulutmu yang nanya terus!”“Ah….”Jumat sore ini, mereka pulang tenggo dari kantor karena hari inilah mereka akan menginap.Karena Rinai tak kunjung memberi tahu Ksatria di mana mereka akan menginap, maka Rinai meminta kepada Ksatria untuk ia saja yang menyetir dan Ksatria bisa duduk tenang di sampingnya.“Kenapa? Kecewa?”“Nggak si
“Kamu beneran bayarin aku nginep di sini?”“Iyalah.” Rinai mengambil sepotong daging dari menu yang mereka pesan untuk makan malam, lalu memakannya dengan lahap sebelum kembali bertanya, “Kenapa? Nggak suka dibayarin perempuan ya?”“Nggak juga,” jawab Ksatria. “Kamu kan tahu aku bukan orang yang suka maksa hal itu. Tapi sayang aja, Nai, kamu keluar uang buat dua kamar. Kan kita bisa sekamar.”Sebelum Rinai bisa mencolok kedua matanya dengan garpu yang ia pegang, Ksatria buru-buru menambahkan, “Maksud aku… seranjang tapi ya tidur aja. Atau aku bisa di sofa, kamu bisa di ranjang.”Rinai menggeleng, lalu
“Ayo, dansa lagi.”“Dasar, ketagihan ya kamu?”Ksatria mengangguk dan memeluk pinggang Rinai dengan erat. Dengan gayanya yang kekanakan seperti biasa, Ksatria membawa tubuh Rinai mengayun ke kanan dan ke kiri.Rinai tertawa dan melempar kaus terakhir milik Ksatria yang tadinya akan ia taruh ke dalam koper tersebut dengan asal.Kencan mereka kemarin berakhir sempurna. Setelah satu sesi di SUBO mereka nikmati dengan santai, keduanya kembali berkeliling Jakarta untuk iseng-iseng mencari camilan yang tengah hits belakangan ini.Malamnya, Rinai mengajak Ksatria ke Henshin untuk makan malam. Berkat bantuan Yogas, Rinai bisa mendapat meja di sana dengan mudah. Makan malam romantis di restoran yang berada di gedun