“Aku mencium bau sesuatu.”“Bau apa?”“Bau peperangan.”Shua tertawa keras begitu mendengar jawaban Yogas, sampai Yogas hanya bisa menggeleng pelan melihat betapa tidak anggunnya Shua saat ini.“Perang apa, Ma?” tanya Janar pada Shua dengan polosnya.“Bercanda, Sayang,” sahut Shua dengan lembut kepada anaknya, yang duduk di antara dirinya dan Yogas. “Oh ya, kamu tunjukin gambar yang tadi kamu buat sama Asa dong. Siapa tahu kerutan di kening Om Ksatria bisa hilang.”Dengan bersemangat untuk mematuhi permintaan ibunya, Janar meraih tas yang tadi ia jadikan sandaran dan mengambil buku gambarnya.“Nih, Om, aku gambar Iron Man lho.”“Mana? Coba sini bukunya.”Janar mengatakan, “Permisi, Om,” kepada Yogas dengan sopan supaya bisa menghampiri Ksatria yang duduk berseberangan dengannya.Shua terus mengambil salad Hokben milik Rinai, selagi perempuan itu ikut melirik ke arah Ksatria yang duduk di sampingnya.Siang ini Shua memang sengaja mampir ke Heavenly & Co setelah menjemput Janar dari rum
[Ksatria dan Rinai, kelas 2 SMA.]“Ada orang yang bilang kalau mamaku selingkuh.”“Hah?!”“Ho,” sahut Ksatria sambil mendengus pelan.“Serius?” Rinai dengan cepat melupakan ketoprak yang sedang ia makan sore ini.Hari ini mereka dipulangkan dari sekolah lebih cepat daripada biasanya. Beruntung mereka tidak ada jadwal les lagi karena sejak Ksatria dan Rinai bisa mempertahankan ranking 1 dan 2 paralel sejak SMP, Leona memberi keringanan untuk mereka tidak ikut les ini dan itu ketika menginjak kelas 2 SMA.Lebih tepatnya, Leona memberi keringanan untuk Ksatria. Rinai selama ini ikut les yang sama dengan Ksatria karena Leona tahu, hanya Rinai yang bisa membuat lelaki itu menurut dan berkonsentrasi.Rinai sih senang-senang saja. Pada dasarnya ia suka belajar, jadi dibayari les ini-itu untuk mengisi waktunya, Rinai tidak keberatan. Berbeda dengan Ksatria yang sepertinya menganut prinsip hidup ‘akan kulanggar semua aturan Mama’.“Seriuslah.” Ksatria menyerahkan ponselnya yang menampilkan e-m
“Kamu masih marah sama aku?”Malam ini, setelah pertengkaran pertama mereka siang tadi, Ksatria dan Rinai tidak langsung pulang setelah jam kerja berakhir.Rinai mengajak Ksatria makan sate di warung sate langganan mereka dan lelaki itu mengiakan ajakannya.“Nggak kok, Nai.”Rinai tetap belum tenang walaupun Ksatria sudah menjawab seperti itu.Meski keadaan mulai membaik setelah mereka bicara, tapi Ksatria juga masih lebih banyak diam daripada biasanya. Kalau Rinai bertanya, kini Ksatria sudah mau menjawabnya.Ksatria hanya belum mau mengajaknya bicara terlebih dahulu.Apa dipeluk aja nggak ampuh ya? pikir Rinai dengan gamang sambil menunggu sate mereka datang.Memang, Ksatria tetap membalas pelukannya siang tadi. Apalagi ketika Rinai memanggilnya ‘Yang’, Ksatria mencium puncak kepalanya dengan lembut dan mereka bertahan di posisi tersebut selama beberapa saat.Setelah itu tentu saja mereka baikan. Tetapi diamnya Ksatria yang tidak biasa, masih mengusik Rinai.Rinai sadar kalau selama
“Nginep bareng? Beneran, Nai?”“Beneran.” Rinai melirik sinis kepada Ksatria. “Kamu udah nanya ratusan kali sejak semalam.”“Perlu bawa kondom nggak?” tanya Ksatria dengan waswas. “Di dompet cuma ada dua, Nai. Sisanya ada di kantor sama di kamar, kan udah lama nggak aku pake.”Ksatria sebenernya tidak berencana untuk mengajak Rinai secepat itu untuk tidur dengannya, Hei, Ksatria kan sedang mencoba memperbaiki diri dari apa yang lalu-lalu ia lakukan. Ia juga tahu prinsip Rinai yang berbeda dengannya.Tetapi, jaga-jaga bolehkan?“Perlu. Dua juga kayaknya cukup.”“BENERAN, YANG?”Rinai menggeleng pelan seraya mengusap dadanya. “Dua kayaknya cukup buat karetin mulutmu yang nanya terus!”“Ah….”Jumat sore ini, mereka pulang tenggo dari kantor karena hari inilah mereka akan menginap.Karena Rinai tak kunjung memberi tahu Ksatria di mana mereka akan menginap, maka Rinai meminta kepada Ksatria untuk ia saja yang menyetir dan Ksatria bisa duduk tenang di sampingnya.“Kenapa? Kecewa?”“Nggak si
“Kamu beneran bayarin aku nginep di sini?”“Iyalah.” Rinai mengambil sepotong daging dari menu yang mereka pesan untuk makan malam, lalu memakannya dengan lahap sebelum kembali bertanya, “Kenapa? Nggak suka dibayarin perempuan ya?”“Nggak juga,” jawab Ksatria. “Kamu kan tahu aku bukan orang yang suka maksa hal itu. Tapi sayang aja, Nai, kamu keluar uang buat dua kamar. Kan kita bisa sekamar.”Sebelum Rinai bisa mencolok kedua matanya dengan garpu yang ia pegang, Ksatria buru-buru menambahkan, “Maksud aku… seranjang tapi ya tidur aja. Atau aku bisa di sofa, kamu bisa di ranjang.”Rinai menggeleng, lalu
“Ayo, dansa lagi.”“Dasar, ketagihan ya kamu?”Ksatria mengangguk dan memeluk pinggang Rinai dengan erat. Dengan gayanya yang kekanakan seperti biasa, Ksatria membawa tubuh Rinai mengayun ke kanan dan ke kiri.Rinai tertawa dan melempar kaus terakhir milik Ksatria yang tadinya akan ia taruh ke dalam koper tersebut dengan asal.Kencan mereka kemarin berakhir sempurna. Setelah satu sesi di SUBO mereka nikmati dengan santai, keduanya kembali berkeliling Jakarta untuk iseng-iseng mencari camilan yang tengah hits belakangan ini.Malamnya, Rinai mengajak Ksatria ke Henshin untuk makan malam. Berkat bantuan Yogas, Rinai bisa mendapat meja di sana dengan mudah. Makan malam romantis di restoran yang berada di gedun
“Jadi hari ini nggak bisa, Nai?”“Nggak bisa, Al. Sorry yaaa.”“Nggak apa-apa. Kan aku juga yang ngajakinnya dadakan,” kata Atlas sembari keluar dari ruang kerjanya.“Iya sih….”“Mau makan siang bareng Ksatria ya?”“Iya, biasa deh, bayi besar. Manjanya nggak tertolong lagi.”“Tapi kamu juga suka aja deket sama bayi besar itu dan nurutin maunya.”“Itulah yang biasanya aku pertanyakan ke diriku sendiri.”Atlas tergelak saat ti
“Yang, hari ini mampir ke kantor Shahia dulu yuk.”“Tumben?”“Dia minta dijemput tadi. Mobilnya dibawa ke bengkel.”Tanpa curiga sama sekali, Rinai pun mengangguk. “Ya udah, kalau gitu. Nanti aku bilang ke Pak Anwar.”“Oke.” Ksatria menjawab sambil lalu dan sibuk mengetik pesan kepada Atlas kalau sore ini juga mereka harus bertemu.Ksatria sengaja tidak memberi tahu maksud sebenarnya ia datang ke kantor Shahia sore nanti. Ia tidak ingin Rinai jadi khawatir atau semacamnya. Biar saja ia yang mengatur semuanya supaya Rinai tetap aman tanpa merasa tidak nyaman.Setelah mengirim pesan kepada Atlas, kini Ksatria mengirim pesan kepada Shahia untuk mengikuti skenarionya. Untung saja s