“Aku mau nonton Avengers begitu keluar dari sini.”
“Avengers lagi? Serius, Nai?”
“Emang kenapa sih? Ibaratnya makanan, Avengers itu kayak comfort food aku.”
Ksatria terkekeh dan akhirnya mengangguk. “Oke, nanti kita nonton Avengers kalau udah pulang.”
“Yes!”
“Aku boleh ikut nonton bareng kamu kan?”
Sepanjang hidupnya, baru kali ini Ksatria menanyakan hal tersebut kepada Rinai. Selama ini mereka terbiasa dengan kehadiran satu sama lain tanpa perlu adanya konfirmasi atau persetujuan salah satu dari mereka.
“Kamu yakin mau tetep kerja?”“Yakin, Pa.”Sudah hampir dua minggu Rinai tidak bekerja. Selama itu juga, baik ayahnya dan Ksatria juga ikut menemaninya. Rinai mencemaskan keduanya, tentu saja.Apalagi Ksatria. Lelaki itu meski bukan pimpinan utama di Heavenly & Co, tetap saja punya tanggung jawab besar di bahunya.Beberapa tahun lagi pun, kursi yang diduduki Haydar pasti akan ditempati oleh Ksatria dan Rinai tidak ingin orang-orang memandang Ksatria dengan remeh, hanya karena lelaki itu tidak masuk bekerja untuk jangka waktu yang lama.“Papa juga hari ini mulai kerja kan?” tanya Rinai saat semalam menden
“Kamu baik-baik aja, Mas?”Ksatria terkejut saat perempuan paruh baya yang ia kenali sebagai salah satu tante Rinai dari pihak sang ibu, menegurnya seraya menaruh secangkir teh di hadapan Ksatria.“Baik, Bude.”Perempuan yang biasa dipanggil Bude Mega oleh Ksatria dan Rinai itu tersenyum begitu mendengar jawaban Ksatria.Sama seperti keluarga Rinai yang lain, Mega sudah mengenal Ksatria sejak dulu. Mega yang tinggal di Jogja, rutin berkunjung ke Jakarta minimal setahun sekali, baik saat mendiang ibu Rinai masih ada sampai saat Sandy menjadi single parent.Mega yang selalu bisa mengimbangi percakapan anak seusia
Bukan Ksatria Baja Hitam: Kamu istirahat aja di rumah. Aku hari ini pergi kerja ya, Nai.Rinai Prawara: Iya, kamu hati-hati ya di jalan. Aku tetep kerja ya dari rumah.Bukan Ksatria Baja Hitam: Istirahat aja, Nai.Rinai Prawara: Pleaseeee.Rinai Prawara: Nggak bakal capek kok, kan cuma koordinasi sama Fiona aja, terus nyocokin jadwal sama load kerjaan kamu.Rinai Prawara: Ksatria ganteng deh. ;)Bukan Ksatria Baja Hitam: Hhhh. Oke.Bukan Ksatria
“Sat, kamu tahu kan kalau aku sayang kamu?”Ksatria menggeleng. “Kayaknya kamu belum pernah bilang ke aku soal itu.”“Masa?”Tawa segera meluncur dari bibir Ksatria ketika melihat raut wajah Rinai yang tak percaya sekaligus kesal karena jawabannya tadi.“Seingetku, kamu nggak pernah ngomong secara gamblang,” koreksi Ksatria sebagai upayanya untuk menenangkan Rinai. “Tapi lewat mata kamu aja, aku tahu kok sayangnya aku ke kamu itu berbalas.”Rinai tertawa geli mendengar kata-kata Ksatria.Malam ini, sepula
“Kamu beneran bakal pergi, Nai?”“Kamu lama-lama kayak Ksatria ya. Kalau nggak percaya, bisa nanya sampai sejuta kali.”Rinai memasukkan baju-bajunya ke dalam kontainer yang akan dikirim tiga hari lagi—menunggu semua barang di rumah itu siap untuk dikirim, melalui jasa pengiriman kargo ke alamatnya di Jogja.Matanya melirik ke arah Shua yang ikut duduk di lantai sembari memasukkan pakaian-pakaian Rinai ke kontainer yang sesuai dengan namanya.“Rasanya masih nggak percaya aja sih.” Shua menghela napasnya untuk yang kesekian kalinya. “Aku bakal kangen kamu yang kadang-kadang suka nginep tanpa pemberitahuan.”Rinai meringis begitu mendengarnya. “Aku juga bakal kangen kamu sama Janar. Baik-baik ya selama usaha nyari ‘ayam bakar’-nya.”Shua tertawa kala Rinai menyinggung istilah yang ia gunakan untuk candaannya kalau mengatakan ia ingin mencari suami baru. ‘Ayam bakar’ atau yang merupakan kepanjangan dari ayah muda badan kekar itu rasanya masih jauh panggang dari api.Alias masih belum kel
“Nih, makanan buat di sepanjang jalan nanti.”“Udah kayak ngasih bekal buat satu bus pariwisata,” sindir Rinai ketika melihat berapa banyak plastik sampai cooler box yang dimasukkan Rinai ke bagasi mobilnya.“Lebay,” cibir Ksatria tak terima. Usai menutup pintu bagasi, ia beralih ke kursi belakang dan menaruh satu plastik lagi berisi berbagai macam snack.“Selesai,” tandas Ksatria dengan bangga. Lelaki itu menutup pintu mobil dan tersenyum lebar kepada Rinai yang sejak tadi mengamatinya. “Di bagasi ada termos juga, in case kamu mau minum yang hangat. Ada tiga termos, isinya kopi, teh, dan air hangat kalau kamu mau makan Pop Mie.”“Emang kamu bawain Pop Mie juga?”“Iya, sama Super Bubur yang di cup juga sih sebenernya.”“Sat, ini tuh kayak bekel buat anak Jambore seminggu. Naik mobil ke Jogja juga nggak sampai sehari semalam deh.”“Kan nggak ada yang tahu, Nai. Daripada pas lagi laper atau haus terus masih jauh dari rest area? Mending sediain dari sekarang.” Ksatria masih bersikukuh de
“Beneran nih pindah?”“Udah bawa koper gini masih perlu ditanyain?”Nara mendengus mendengar pertanyaan Ksatria. Lelaki itu menyerahkan access card di tangannya dan membiarkan Ksatria membuka pintu apartemen di kawasan SCBD miliknya tersebut.“Ada yang bersihin tiap hari?”“Nggak tiap hari, paling seminggu dua kali.” Nara beranjak ke dapur selagi Ksatria menaruh kopernya di samping sofa dan mengambil dua kaleng soda yang ada di sana.Sementara itu, Ksatria berkeliling apartemen dengan dua kamar milik Nara yang akan ia huni sejak hari ini hingga seterusnya.Entah sampai kapan.“Bisa nggak minta yang bersihin itu dateng ke sini tiap dua hari sekali?” Ksatria bertanya saat keluar dari kamar utama yang sudah rapi dan tak berdebu sama sekali. “Buat belanja, masak makanan yang bisa dimasukin ke microwave lagi besoknya, sama bersih-bersih.”“Bisa. Dia juga megang beberapa apartemen di sini, nanti kukasih nomornya.”“Oke.”“Nih.”Ksatria menerima kaleng soda yang disodorkan Nara dengan ragu.
“Menurut kamu bawain apa? Beli banyak snack sekalian nggak?”“Boleh sih, tapi jangan satu troli kamu isinya snack semua.”Ksatria tertawa mendengar ocehan Rinai. “Iya, Yang. Setengah troli deh.”“Paling kamu abis itu ditembak Padma.”Gelak tawa Ksatria kembali terdengar dan lelaki itu bisa melihat Rinai yang juga ikut tertawa.Saat ini ia tengah berada di supermarket, bersiap membeli beberapa makanan titipan Padma dan jajanan untuk anak-anaknya (dan tentu saja untuk Ksatria), sebelum bergegas ke rumah Badai dan Padma.Ksatria pun menghubungi Rinai melalui video call supaya bisa berbelanja dengan perrempuan itu. Akhir-akhir ini Ksatria suka melakukannya, karena rasanya seperti saat dulu ia suka menemani Rinai belanja.“Yang ini boleh nggak?” Ksatria mengambil satu snack yang ukurannya lebih besar daripada wajahnya dan memperlihatkan snack itu ke layar ponselnya.“Jangan deh, kamu waktu itu pernah makan yang ukuran kecilnya dan besoknya langsung batuk-batuk.”“Oke….” Ksatria mengembali