"Apa kau yakin ini tempatnya?" tanya Nicko saat keluar dari belakang mobil Russell.
Mereka baru saja tiba pada sebuah bangunan di salah datu pusat niaga yang sepi layaknya sudut mati. Pusat niaga ini cukup ramai beberapa tahun lalu, tapi berangsur-angsur sepi oleh persaingan bisnis.Banyak bangunan yang tak terawat di sekitar sini, bahkan ada yang bekas terbakar. Di sinilah mereka akan menemui Bernard Bass dan Ralph Simmons."Benar Tuan Muda, kedua orang itu akan melakukan transaksi bagi hasi di sini," kata Russell.Nicko menghela napas panjang dan memperhatikan keadaan sekitar. Hanya ada beberapa orang di sana dan sebuah mobil berisi empat anak buah Russell."Anda tenang saja Tuan Muda, mereka akan mendapatkan apa yang menjadi milik Anda. Adam Reinhart sudah berada lebih dulu di sini," kata Russell meyakinkan.Kali ini entah kenapa Nicko merasa sedikit tegang dan pesimis. Apa yang akan dihadapinya kali ini berbe"Mau apa kau anak muda? Hendak cari masalah dengan kita?" tanya salah seorang anak buah Ralph."Aku akan membantumu!" seru Bernard Bass mengayunkan tangannya dan meminta agar anak buahnya mengepung Nicko. Namun pemuda ini sama sekali tak takut, sebab dari sekian pengawal yang mengepung ada sosok yang ia kenal, lagipula di belakangnya masih ada Russell dan anak buahnya yang bersembunyi."Kau menginginkan lima puluh juta milik mertuamu? Baiklah, jika kau mampu memgadapi mereka, maka kau akan mendapatkan sepuluh kali lipat dari uangmu!" seru Ralph Simmons menantang.Saat itulah Nicko mulai memasang kuda-kuda sambil melirik ke arah delapan orang pengawal yang mengelilinginya. Seseorang tengah bersiap menyerangnya dari belakang dan mengayunkan pukulan.Pemuda berambut cokelat terang ini pun menajamkan pendengarannya hingga mampu menangkap suara gerakan dari belakangnya."Sial!" serunya dalam hati, kemudian menunduk dan memb
"Adam!" teriak Nicko dengan suara sedikit tercekik saat melihat tubuh pengawal yang melindunginya."Diam kau. Kau kira kau cukup hebat berani menangang kami ha!" seru Bernard Bass mengejek."Jadi bagaimana? Apa kau masih mau mengambil uang mertuamu?" Ralph Simmons ikut-ikutan mengejek.Suami Josephine telah terkunci. Tiap kali ia mencoba bergerak, tangan pria yang melingkari lehernya sambil membawa pisau menekan semakin kuar. Membuat dirinya terasa tercekik, terlebih lagi saat melihat kilatan pada pisau di hadapannya."Kemarilah dan ambil ini!" seru Ralph Simmons meletakkan sekantung uang di dekat kaki Bernard Bass. Sementara pria itu mengarahkan senjata apinya ke bawah dan tertawa lepas.Semetara itu di balik pintu ....Russell dan anak buahnya tampak bimbang melihat apa yang ada di hadapannya. Tuan Muda dalam keadaan terjepit, jika mereka masuk sekarang tentu akan membahayakan nyawa Tuan Muda.
Keributan juga terjadi di balkon. Saat kedua anak buah penipu itu memeriksa keadaan di luar jendela.Bugh!Penembak jitu yang bersembunyi di balik talang air langsung memukul salah satu dari mereka."Kurang ajar!" seru kawan anak buah penipu yang tidak terkena pukulan anak buah Russell.Ia pun mulai mengarahkan kakinya pada anak buah Russell dan bersiap menendang. Sayang, anak buah Russell berhasil menangkap pergelangan kakinya dan membuat laki-laki itu jatuh terpelanting.Perkelahian itu pun tak dapat dihindari lagi oleh mereka. Sepertinya kedua kubu memiliki kekuatan yang berimbang. Mereka bisa saling serang dan tangkis."Huh, kuat juga mereka," gumam anak buah Russell. Pria berkepala pelontos itu tak ingin gegabah. Ia pun mulai memperhatikan gerak-gerik lawannya dengan sangat detail, dan mencoba mencari titik lemah mereka.Saat itulah anak buah Russell memperhatikan gerakan kaki kanan
Senjata api baru saja meletus dan memekakkan telinga. Kemudian diikuti oleh suara rintihan kesakitan dari seorang lelaki yang mengalami luka tembak pada betisnya."Sialan! Kau rupanya!" katanya sambil memegangi kakinya yang terluka. Sesekali ia menggigit bibir karena menahan sakit dan rasa panas akibat peluru timah yang menembus betisnya."Iya ini aku! Kau tidak mengira ini akan terjadi kan? Kalian semua sungguh bodoh!"Laki-laki yang terluka itu tak mengerti dengan apa yang dimaksud olehnya. Ia hanya bisa tertegun di tengah nyeri yang dialami. Tak mengira pria di hadapannya mampu menembak kakinya.Pria yang memegang senjata itu pun melepas jas dan kemejanya. Sebuah rompi anti peluru yang tebal disertai kantung kecil berisi darah yang sudah merembes berada di balik kemejanya.Dengan tenang ia membuka baju anti peluru yang ditempeli kantong darah itu dan melemparkan begitu saja."Kau lihat, tak ada luka tem
Sementara di koridor ....Russell dan anak buahnya mengikat Tuan Simmons dan Tuan Bass beserta dua anak buah mereka.Mereka menyergap penipu itu yang dibawa keluar ruangan oleh anak buah mereka guna mendapat pertolongan. Kondisi mereka yang lemah, dan jumlah anggota yang lebih sedikit tentu membuat Russell dan anak buahnya mampu membekuk mereka dengan mudah."A ... Ampuni kami Tuan, jangan bunuh kami. Kami sungguh menyesal mempermainkan Bos Anda!" Ralph Simmons tampak memohon belas kasih. Sama halnya dengan Bernard Bass. Kepala pria ini tampak dipenuhi oleh keringat yang mengucur pada keningnya."A ... Ampuni kami. Kami melakukan itu karena kami memang membutuhkan uang," kata pria yang tadinya angkuh.Pria ini tak hanya memelas, tapi celana panjangnya juga basah karena mengompol. Belum lagi menahan nyeri akibat luka tembak pada betisnya.Plak!Russell menampar pipi Bernard Bass yang suda
"Apa yang terjadi denganmu Nick?" tanya Catherine saat Nicko baru saja pulang.Kakak dari Josephine itu memperhatikan sosok Nicko yang baru pulang dalam keadaan lusuh. Ia pun tak dapat menyembunyikan kekhawatirannya, apalagi saat melihat luka gores do bawah leher Nicko."Kenapa kau bisa terluka seperti ini?" Cathy terus memberondongnya dengan pertanyaan-pertanyaan."Duduklah dulu Nick, biar kubuatkan minuman dingin," tawar Catherine yang terkesan berlebihan. Sampai-sampai membuat Jo yang berada di sana merasa tersisih dan cemberut.Nicko yang mengerti keadaan dang istri pun langsung merangkul dan mencium keningnya."Aku baru saja menemui Bernard Bass," jawab Nicko tak melepaskan lengannya dari pundak Jo.Perempuan yang tadinya ngambek itu pun berbalik menatap suaminya. Ia ingin tahu tentang apa yang baru saja dilakukannya.Kesempatan ini tentu tak disia-siakan oleh Nicko untuk menunjukkan sisi
Daisy yang saat itu baru pulang membeli makanan beku pun langsung mendekat ke arah Jo dan juga menantunya. Wanita itu sepertinya tak sabar untuk mendapatkan sesuatu."Jadi kau berhasil meminta uang suamiku?" tanyanya dengan mata yang berbinar."Ya Bu, aku berhasil membuat mereka mengembalikan uang Ayah. Sekarang mereka tak akan berani menipu Ayah lagi," kata Nicko meyakinkan mertuanya."Baguslah kalau begitu. Sekarang kemarikan uangnya!" perintah Daisy sambil menadahkan tangannya."Ibu, bisakah Ibu tak hanya memikirkan uang dan uang saja?" tegur Jo yang terlihat kesal dengan perangai Ibunya."Tidakkah Ibu lihat bagaimana susahnya Nicko meminta kembali uang itu? Gara-gara kalian suamiku harus terluka," protes Jo lagi."Buat apa kau memprotes, sudah sewajarnya ia membela mertuanya. Lagipula suamimu masih hidup kan, jadi untuk apa dikhawatirkan?" balas Daisy enteng sambil tetap menadahkan tangan.
Diam-diam Catherine mengamati adiknya yang menuju ke kamar sambil dirangkul oleh suaminya. Tak dapat dipungkiri, ada rasa iri yang memenuhi pikirannya saat melihat pemandangan itu.Diam-diam ia meletakkan kembali nampan berisi minuman dingin yang barusan ia buat untuk Nicko."Huh kenapa aku jadi memikirkan dia ya? Tidak aku tak boleh melakukannya. Dia itu suami adikku," batin Catherine.Ia masih ingat bagaiamana sosok pemuda itu menolongnya dan bagaimana penampilannya saat bertelanjang dada. Nalurinya sebagai wanita tak dapat diingkari kalau ia terpesona akan semua itu.Perempuan mana yang tak akan terpesona melihat tubuh pria yang terpahat dengan sempurna. Ditambah lagi sikap romantis yang terus-terusan ditunjukkan pada pasangannya. Terlebih bagi mereka yang baru saja mendapat perlakuan buruk dari pasangannya.Dalam hati ia sangat ingin bertukar tempat dengan adiknya. Ia tak keberatan jika harus menjadi tulang punggun